Tepatkah Kebijakan Pemerintah Daerah Mengubah Harga LPG Bersubsidi?

Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
Penulis: Komaidi Notonegoro
11/8/2022, 07.30 WIB

Langkah sejumlah pemerintah daerah yang menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET) liquefied petroleum gas bersubsidi tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan redaksi media massa, Presiden Joko Widodo memberikan sinyal belum akan menyesuaikan harga LPG bersubsidi atau LPG 3 kilogram sampai akhir tahun 2022.

Presiden menyampaikan, pemerintah menyadari bahwa pada 2022 harus mengeluarkan subsidi energi lebih dari Rp 500 triliun akibat harga energi meningkat signifikan. Akan tetapi, Presiden meyakini APBN masih mampu menahan beban subsidi energi sampai akhir tahun. Keputusan tersebut diambil untuk mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang prioritas utamanya adalah menjaga dan memulihkan daya beli masyarakat.

Meskipun pemerintah pusat memutuskan tidak menaikkan harga, sejumlah pemerintah daerah telah menyesuaikan HET LPG 3 kilogram. Pemerintah Daerah Tangerang Selatan, misalnya, menetapkan HET LPG 3 Kg melalui Keputusan Wali Kota Nomor 510/Kep.117-Huk/2022.

Melalui Keputusan Wali Kota tersebut, HET dari tingkat sub penyalur atau pangkalan kepada konsumen ditetapkan sebesar Rp 19.000 per tabung. Sementara pemerintah pusat belum mengubah harga LPG bersubsidi sebesar Rp 4.250 per kilogram atau Rp 12.750 per tabung.  

Perlu Konsistensi Kebijakan

Meskipun tidak sejalan dengan pemerintah pusat, kebijakan penyesuaian HET LPG 3 kilogram oleh sejumlah pemerintah daerah tersebut memiliki basis atau rujukan regulasi yang kuat. Permen ESDM Nomor 26/2009 jo Permen ESDM Nomor 28/2021 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG memberikan ruang bagi daerah untuk menyesuaikan HET LPG 3 kilogram.

Hal tersebut tercermin pada Pasal 24 Permen ESDM Nomor 26/2009 yang menetapkan “Dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, dan keuntungan yang wajar serta sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG, pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu”.

Melalui Permen ESDM Nomor 28/2021 kemudian disisipkan Pasal 24A yang mengatur: (1) Pemerintah daerah provinsi bersama pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, keuntungan yang wajar, Sarana dan Fasilitas Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tertentu;

(2) Harga eceran tertinggi LPG tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas harga jual eceran LPG tertentu, tambahan ongkos angkut penyalur LPG tertentu sampai dengan titik serah sub penyalur LPG tertentu, dan keuntungan sub penyalur tertentu, termasuk pajak-pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 (3) Pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota menyampaikan penetapan harga eceran tertinggi LPG tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri melalui direktur jenderal.

Berdasarkan ketentuan Permen ESDM Nomor 26/2009 jo Permen ESDM Nomor 28/2021 jelas bahwa pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk dapat menyesuaikan HET LPG 3 kilogram. Regulasi tersebut tidak mengatur mekanisme dan waktu pelaksanaannya. Dalam hal ini daerah hanya diminta menyampaikan penetapan HET LPG 3 kilogram kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

Karena itu, ketika sejumlah pemerintah daerah menyesuaikan HET LPG 3 kilogram, pemerintah pusat tidak dapat melarang dan/atau membatalkan kebijakan tersebut. Termasuk ketika kebijakan yang diambil oleh sejumlah pemerintah daerah tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Selain ketentuan Permen ESDM, penyesuaian HET LPG oleh pemerintah daerah juga merujuk pada Surat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 4567/15/DJM.0/2019 tentang Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan LPG tabung 3 kilogram di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Ketika pemerintah pusat menetapkan tidak menyesuaikan harga jual LPG 3 kilogram untuk mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah daerah justru dapat melakukan kebijakan berbeda. Regulasi yang ada memberikan ruang tersebut.

Dalam konteks pemulihan ekonomi, keputusan pemerintah pusat yang tidak menyesuaikan harga LPG 3 kilogram dapat dipahami mengingat porsi konsumsi dalam struktur PDB Indonesia sekitar 55 % - 60 %. Daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat menjadi penentu program pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan review, penyesuaian HET yang dilakukan pemerintah daerah dilatarbelakangi dan memiliki tujuan tertentu. Salah satunya untuk menjamin ketersediaan, distribusi, kelancaran, dan menjaga stabilitas harga LPG 3 kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro.

Untuk wilayah Tangerang Selatan, kebijakan tersebut juga merupakan tindak lanjut dari Surat Dewan Pimpinan Cabang Tangerang Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi Tangerang Nomor: 072/HET/PEM.TANGSEL/DPC.TNG/2021 tanggal 20 Desember 2021 perihal Usulan Penyesuaian Harga Eceran Tertinggi LPG 3 kilogram Tahun 2022.

Permasalahan yang ada tersebut pada dasarnya merupakan autokritik untuk para stakeholder pengambil kebijakan agar konsisten dengan regulasi yang telah ditetapkan. Terutama mengenai pentingnya konsistensi regulasi baik secara vertikal maupun horizontal termasuk dalam kaitannya dengan koordinasi dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

UU Nomor 22/1999 yang diubah dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah tegas menyebutkan bahwa kebijakan pengaturan LPG subsidi adalah urusan fiskal nasional yang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Karena itu, inkonsistensi kebijakan justru terjadi ketika Permen ESDM No.26/2009 jo Permen ESDM No.28/2021 memberikan kewenangan daerah untuk dapat melakukan penyesuaian HET LPG 3 kilogram.

Salah satu dampak dari inkonsistensi regulasi tersebut adalah penambahan alokasi anggaran subsidi LPG 3 kilogram dari Rp 66,30 triliun pada APBN 2022 menjadi Rp 134,70 pada APBNP 2022 menjadi relatif kurang bermakna. Tujuan pemerintah pusat menambah alokasi subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat berpotensi tidak tercapai jika di sisi yang lain pemerintah daerah justru melaksanakan kebijakan yang bertolak belakang.

Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.