Saya mengawali artikel ini dengan pendapat hukum (legal opinion) yang saya sampaikan saat Sidang Praperadilan Perkara No.113/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel. di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 Oktober 2023.
Saya sampaikan ilustrasi sebagai berikut:
PT X adalah sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang minyak dan gas yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Pada 4 Desember 2013, PT X tersebut menandatangani Perjanjian Jual-Beli (Sales Purchase Agreement/SPA) dengan sebuah perusahaan yaitu PT Y di Amerika Serikat.
SPA tersebut ditandatangani oleh seseorang yang mendapatkan kuasa dari Direktur Utama PT X. Sebelum dilakukan SPA dengan PT Y, seluruh direksi yang menjabat di PT X telah memberikan persetujuan secara kolektif kolegial. Artinya, Direktur Utama PT X tidak menyetujui SPA seorang diri.
Selanjutnya pada 1 Juli 2014, Direktur Utama PT kembali menandatangani SPA dengan PT X, melalui kuasanya. Setelah SPA ditandatangani, Direktur Utama PT X mengundurkan diri dari perusahaan per 1 Oktober 2014.
Pada 20 Maret 2015, dalam kepemimpinan direktur utama yang baru, PT X kembali menandatangani SPA dengan PT Y. Dalam SPA itu dicantumkan klausul, 'SPA 2015 superseed (mengenyampingkan) dan replacing (menggantikan) SPA 2013 dan SPA 2014'.
Adapun bunyinya sebagai berikut:
"This agreement , together with the Exhibits hereto, constitutes the entire agreement between the parties and includes all promises and representations, express or implied, and Supersedes All Other Prior Agreements And Representations, written or oral, between the parties relating to the subject matter. Anything that is not contained or expressly incorporated by reference in this instrument, is not part of this agreement."
Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut:
"Perjanjian ini, bersama dengan 'Lampiran-Lampiran' yang menyertainya, merupakan keseluruhan perjanjian antara 'para pihak' dan mencakup semua janji dan pernyataan, tersurat maupun tersirat, dan 'Menggantikan Semua Perjanjian dan Pernyataan Sebelumnya', tertulis atau lisan, antara para pihak yang berkaitan dengan materi pokok. Apapun yang tidak terkandung atau secara tegas dimasukkan sebagai referensi dalam instrumen ini, bukan merupakan bagian dari perjanjian ini."
Dalam SPA itu, disebutkan barang akan mulai diserahkan pada 2019 dan hubungan jual-beli akan terus berjalan untuk 20 tahun ke depan, yaitu hingga 2040. Hubungan jual-beli antara PT X dengan PT Y itu masih berjalan saat ini, dan barang sudah diserahkan oleh PT Y kepada PT X.
PT X terus melakukan kegiatan niaga barang yang dibeli dari PT Y. Pada periode 2020-2021, kegiatan perniagaan yang dilakukan PT X itu kemudian terdampak Pandemi Covid-19.
Berdasarkan ilustrasi kasus tersebut, saya sebagai Ahli Hukum Perdata, memberikan pendapat hukum (legal opinion) ke dalam tiga analisis.
Analisis Yuridis Pertama
Lantas, SPA mana yang berlaku saat ini? Apakah SPA 2013, 2014, atau SPA 2015?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui, berdasarkan ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, salah satu alasan atau sebab berakhirnya atau hapusnya suatu 'perikatan' atau verbintenissen adalah karena adanya pembaruan utang atau novasi.
Kemudian dalam Pasal 1413 angka (1) KUH Perdata disebutkan salah satu dari tiga macam cara untuk melaksanakan novasi adalah, "Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan utang yang lama."
Dalam ilustrasi kasus di atas, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1413 angka (1) KUH Perdata, dapat diambil kesimpulan yuridis: dari aspek hukum perdata, kasus tersebut merupakan 'Pembaruan Utang' atau novasi.
Sebab, SPA 2015 beserta lampiran yang menyertainya merupakan keseluruhan perjanjian antara para pihak dan mencakup semua janji dan pernyataan, baik yang tersurat maupun tersirat, dan menggantikan (supersedes) semua perjanjian dan pernyataan sebelumnya, tertulis atau lisan, antara para pihak yang berkaitan dengan materi pokok.
Sehingga, konsekuensi yuridisnya adalah SPA yang berlaku pada saat ini adalah SPA 2015.
Analisis Yuridis Kedua
Pertanyaan selanjutnya, apakah Direktur Utama PT X yang turut menyetujui penandatanganan SPA 2013 dan SPA 2014 dapat dimintai pertanggungjawaban atas SPA 2015, jika akibat dari SPA 2015 itu PT X menderita kerugian?
Ditinjau dari hukum pembuktian atau law of evidence di bidang hukum perdata, Direktur Utama PT X tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita PT X. Argumennya adalah sebagai berikut:
1. Direktur Utama PT X telah mengundurkan diri sebelum Perjanjian Jual-Beli tahun 2015 ditandatangani
2. Untuk mengetahui apakah seseorang secara yuridis bertanggung jawab terhadap suatu perjanjian adalah dengan membaca 'Komparisi' dari perjanjian tersebut
3. Komparisi adalah bagian bawah dalam Akta Notariil atau Akta di Bawah Tangan, yang menguraikan atau menjelaskan kedudukan dan kewenangan para pihak yang menandatangani akta notariil tersebut.
Dengan mempertimbangkan tiga aspek tersebut, Direktur Utama PT X yang telah mengundurkan diri tidak mungkin namanya tercantum atau tertulis di dalam Komparisi SPA 2015. Sebab, ia sudah mengundurkan diri sebelum menandatangani SPA 2015.
Sebagai konsekuensi yuridis berikutnya, Direktur Utama PT X yang namanya tidak mungkin tercantum dalam SPA 2015, tidak mungkin menandatangani perjanjian tersebut. Secara yuridis perlu ditegaskan, seseorang yang tidak menandatangani suatu perjanjian, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban akibat dari perjanjian tersebut.
Analisis Yuridis Ketiga
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seandainya ada pihak yang menyatakan berdasarkan SPA 2015 itu, PT X menderita kerugian pada 2021, sedangkan SPA tersebut memiliki masa berlaku 20 tahun sejak 2019 hingga 2040?
Perlu diketahui bahwa Perjanjian Obligatoir (Obligatoire Overeenkomst) adalah perjanjian yang menerbitkan kewajiban dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
Perjanjian Obligatoir dapat dibedakan menjadi:
(i) Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama;
(ii) Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil;
(iii) Perjanjian timbal-balik dan perjanjian sepihak;
(iv) Perjanjian yang menciptakan “perikatan” (Verbintenis) sekali jadi dan perjanjian yang menciptakan “perikatan” berkelanjutan (terus-menerus).
Perjanjian Jual-Beli Tanah, Perjanjian Jual-Beli Mobil, merupakan contoh perjanjian yang menciptakan perikatan sekali jadi. Sedangkan Perjanjian Sewa Rumah, Perjanjian Kerja, Perjanjian atau Kontrak Pembangunan Jalan, merupakan perjanjian yang menciptakan perikatan berkelanjutan.
Dalam aspek Hukum Perdata, pembedaan antara perjanjian yang menciptakan perikatan sekali jadi dengan perjanjian yang menciptakan perikatan berkelanjutan sangat penting, karena berkaitan dengan 'Pembatalan dan Pengakhiran Perjanjian' karena wanprestasi.
Menentukan salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian yang menciptakan perikatan berkelanjutan, harus dinilai setelah masa berlaku perikatan berakhir. Penilaian tidak dapat dilakukan pada saat perjanjian masih berlangsung, kecuali perjanjian itu secara tegas dan jelas menentukan persyaratan wanprestasi.
Salah satu contoh, dalam perjanjian antara pemilik proyek dengan kontraktor utama yang mengerjakan pembangunan hotel. Dalam perjanjian dinyatakan, "Apabila sampai batas waktu tertentu, prestasi yang dicapai kurang dari persentase tertentu, maka dinyatakan wanprestasi."
Berdasarkan argumentasi di atas, dapat ditarik Kesimpulan Yuridis: menyatakan SPA tersebut telah mengakibatkan kerugian PT X pada 2021 dengan masa berlaku SPA selama 20 tahun adalah kekeliruan atau kesalahan.
Perjanjian Jual-Beli PT X dengan PT Y tersebut merupakan perjanjian yang menciptakan perikatan secara terus-menerus, yang secara yuridis tidak dibenarkan untuk dievaluasi prestasinya hanya berdasarkan pada perhitunga kerugian di tahun tertentu. Tidak menutup kemungkinan PT X justru akan meraup keuntungan yang berlipat-lipat di tahun-tahun berikutnya.
Evaluasi untuk menentukan untung atau rugi dapat dilakukan setelah Perjanjian Jual-Beli berakhir, yaitu setelah masa 20 tahun berakhir.
Perlu ditegaskan, ketentuan mengenai 'Hapusnya Perikatan' diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Pasal itu berlaku secara secara umum untuk semua jenis perikatan, termasuk perikatan yang terjadi atau timbul karena perjanjian. Dalam kasus ini dinamakan 'LNG Sales Purchase Agreement' antara PT Pertamina (Persero) dan Corpus Christi.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.