Hidrogen merupakan salah satu energi alternatif terbarukan yang rendah emisi. Cepat atau lambat energi ini akan perlahan mendisrupsi energi fosil di masa mendatang.
Industri energi dalam negeri pun mulai melakukan riset dan pengembangan agar hidrogen menjadi masif digunakan sebagai bentuk aspek keberlanjutan konsumsi energi domestik. Perusahaan pelat merah, Pertamina dan PLN ikut ambil bagian dalam pengembangan unsur kimia yang disimbolkan H2.
Proyek pengembangan energi hidrogen akan menambah daftar energi hijau namun berpotensi saling mempengaruhi. Sebut saja perbandingannya dengan baterai. Dengan semakin banyak alternatif pilihan, publik tentu akan membandingkan mana yang lebih efektif dan lebih efisien.
Pilihan energi terbarukan yang lebih bervariatif akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam memilih kebutuhan sumber energi yang jauh lebih berkualitas namun tidak berdampak pada kerusakan bumi. Terlebih kebutuhan energi masa mendatang semakin tinggi baik untuk konsumsi rumah tangga, transportasi hingga industri.
Investasi Besar untuk Hidrogen Hijau
Sekadar untuk dipahami, hidrogen bukanlah sumber energi primer yang secara bebas ditemukan di alam. Hidrogen hijau berasal dari proses kimia yang dikenal sebagai elektrolisis. Proses elektrolisis hidrogen merupakan metode yang digunakan guna memisahkan molekul air (H2O) menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) menggunakan listrik.
Proses ini terjadi dalam sebuah sel elektrolisis. Dua elektroda yang terbuat dari logam konduktif dicelupkan ke dalam air yang telah ditambahkan elektrolit untuk meningkatkan konduktivitasnya. Proses elektrolisis hidrogen memiliki keunggulan karena dapat menggunakan sumber energi terbarukan seperti matahari atau angin untuk menghasilkan listrik, yang kemudian digunakan dalam proses elektrolisis.
Nilai investasi untuk pengembangan produksi energi berbasis hidrogen cukup besar. Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), komitmen investasi terbesar di skala global untuk pengembangan energi hidrogen berasal dari Jerman, yakni mencapai US$ 10,3 miliar pada 2021. Bagaimana dengan Indonesia?
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menyiapkan strategi hidrogen nasional. Arah pengembangan dan pemanfaatan hidrogen di Indonesia mempertimbangkan tiga hal utama yaitu mendukung pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan, mendukung upaya dekarbonisasi dan komitmen Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim global, serta potensi Indonesia sebagai hub hidrogen.
Saat ini pengembangan hidrogen di Indonesia masih dalam tahap penelitian dan proyek percontohan. Hidrogen diproyeksikan akan mulai tumbuh setelah 2030, dengan pemanfaatannya yang lebih luas, mencakup kendaraan hidrogen, pembangkitan listrik, sebagai penyimpanan energi, dan melakukan dekarbonisasi hard to abate sectors (shipping, aviation, steel production, manufacture, long distance transportation).
Potensi Dalam Negeri
Menurut hasil studi IFHE, pada 2022 diperkirakan kebutuhan hidrogen sekitar 1,8 juta ton dan akan meningkat hingga 32,6 juta ton per tahun pada 2060. Permintaan terbesar diprediksi berasal dari sektor transportasi dengan porsi mencapai 50%. Sementara permintaan lainnya berasal dari penggunaan pembangkit listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut Indonesia memiliki potensi produksi hidrogen yang signifikan. Dengan potensi energi terbarukan sebesar 3.686 gigawatt, Indonesia memiliki kapasitas untuk memproduksi hidrogen hijau. Indonesia juga memiliki potensi permintaan hidrogen yang besar, mencakup berbagai sektor, termasuk listrik, transportasi, industri, kilang, dan gas kota.
Sebagai implementasi, Pertamina mulai membangun Hydrogen Refueling Station (HRS) atau SPBU hidrogen yang pertama di Indonesia. Project ini tidak hanya sebagai langkah percepatan transisi energi, tapi juga untuk menstimulasi ekosistem hidrogen transportasi. Pertamina menggandeng perusahaan otomotif Jepang, Toyota, guna mengembangkan ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan di Indonesia.
Serupa dengan Pertamina, PLN juga meresmikan Green Hydrogen Plant (GHP) Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat. Itu menjadi GHP ke-22 PLN sejak pertama kali diluncurkan pada November 2023. Sebanyak 22 GHP itu mampu menghasilkan 203 ton hidrogen hijau per tahun.
Hidrogen VS Baterai untuk Kendaraan
Industri otomotif terus menggenjot produksi kendaraan listrik. Selain alasan lingkungan, kendaraan non BBM diklaim lebih ekonomis. Selain kendaraan listrik berbasis baterai dengan bahan baku nikel, sejumlah perusahaan otomotif mulai memperkenalkan kendaraan berbahan bakar hidrogen. Apakah basis bahan bakar kendaraan ini saling mendisrupsi?
Mobil listrik yang menggunakan baterai bergantung sepenuhnya pada daya lithium ion. Saat ini, infrastruktur untuk menunjang kendaraan berbasis baterai semakin berkembang dan banyak dijumpai sebagai suplai pengisian daya.
Tidak hanya itu, mobil listrik baterai juga bisa diisi secara mandiri di rumah tanpa harus mengunjungi stasiun pengisian umum. Dibandingkan dengan BBM, pengisian baterai kendaraan cukup lama, berkisar 4-8 jam untuk pengisian daya maksimal.
Sementara itu, pengisian mobil hidrogen berkisar 5-10 menit untuk memompa gas hidrogen bertekanan tinggi ke dalam tangki. Kendaraan berbahan bakar hidrogen menggunakan teknologi fuel cell guna menghasilkan energi listrik sebagai penggerak motor. Proses ini dimulai dengan menyimpan hidrogen dalam tangki kendaraan.
Ketika kendaraan membutuhkan daya, hidrogen dilepaskan dari tangki dan dialirkan ke dalam sel bahan bakar. Di dalam sel bahan bakar, hidrogen bereaksi dengan oksigen dari udara yang diambil melalui ventilasi.
Proses ini menghasilkan energi listrik, air, dan panas sebagai produk sampingan. Energi listrik yang dihasilkan oleh sel bahan bakar kemudian digunakan untuk menggerakkan motor kendaraan, yang pada gilirannya menggerakkan roda.
Tantangan utamanya terletak pada infrastruktur yang terbatas untuk produksi, penyimpanan, dan distribusi hidrogen. Meskipun demikian, pengembangan teknologi ini terus berlangsung untuk meningkatkan efisiensi dan ketersediaan kendaraan berbahan bakar hidrogen.
Dengan komitmen dari pemerintah, dukungan dari perusahaan energi seperti Pertamina dan PLN yang telah berpengalaman puluhan tahun, serta partisipasi aktif masyarakat, Indonesia dapat menjadi salah satu pemain energi hidrogen di masa depan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.