Kinerja keuangan beberapa BUMN strategis mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah perlu mencari solusi cepat dan tepat untuk memperbaiki beban keuangan BUMN yang dapat berdampak terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Sebagai gambaran, BUMN infrastruktur seperti Waskita Karya (WSKT), Adhi Karya (ADHI) dan Wijaya Karya (WIKA) yang melaporkan penurunan pendapatan signifikan pada 2023. Berturut-turut turun sebesar 27%, 15% dan 12%.
Pendapatan WSKT terpangkas dari Rp26,9 triliun menjadi Rp19,5 triliun. Kerugian bersih meningkat dari Rp1,7 triliun menjadi Rp2,9 triliun. Kerugian tersebut tak lepas dari peningkatan biaya bunga yang harus dibayar atas besarnya beban utang yang mencapai Rp89 triliun pada akhir 2023.
Sebagian besar utang ini berasal dari pinjaman untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur besar seperti jalan tol dan bandara. Meski telah melakukan upaya restrukturisasi utang senilai Rp35 triliun, tetapi tekanan likuiditas tetap menjadi tantangan perusahaan ini.
Sedangkan ADHI melaporkan penurunan pendapatan dari Rp15,7 triliun menjadi hanya Rp13,4 triliun. Hal ini mempengaruhi laba bersih perusahaan yang menurun dari Rp545 miliar menjadi hanya Rp320 miliar pada 2023.
Total utang sebesar Rp20 triliun menyebabkan perusahaan harus membayar beban bunga hingga mencapai Rp1,2 triliun dan ini yang menggerus keuntungan perusahaan. Disebut faktor utama yang menyebabkan turunnya kinerja ADHI adalah tertundanya beberapa proyek besar yang akhirnya berdampak langsung pada arus kas perusahaan.
Tak luput dari kesulitan keuangan, WIKA melaporkan penurunan pendapatan dari Rp24,8 triliun menjadi Rp21,8 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh proyek-proyek infrastruktur yang tertunda dan penurunan investasi dari sektor swasta.
Dengan total utang mencapai Rp25 triliun pada akhir 2023, sekitar Rp12 triliun merupakan utang jangka pendek yang harus dilunasi dalam waktu dekat. Ini meningkatkan tekanan likuiditas perusahaan. Langkah WIKA untuk memangkas biaya tetap dan optimasi penggunaan sumber daya hanya mampu mengurangi biaya operasional sebesar 8%. Efisiensi ini belum cukup untuk mengimbangi penurunan pendapatan.
Upaya dan Model Penyelamatan
Untuk mengatasi kesulitan keuangan yang dialami BUMN infrastruktur, pemerintah dan manajemen telah meluncurkan berbagai inisiatif. Tentunya tindakan ini setelah menilai kondisi masing-masing BUMN.
Dari model penyelamatan perusahaan menurut Smith & Graves di bawah ini, faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah kepelikan (severity), ukuran perusahaan dan ketersediaan aset bebas yang bisa dijual untuk membantu likuiditas perusahaan.
Sebagai contoh, WIKA melakukan penjualan aset nonproduktif termasuk beberapa properti dan saham minoritas di perusahaan patungan yang tidak terkait langsung dengan bisnis inti konstruksi. Tujuan dari langkah ini adalah untuk meningkatkan likuiditas jangka pendek dan fokus pada proyek-proyek utama.
Demikian juga dengan WSKT yang menjual sebagian saham di tol Trans Jawa dan beberapa ruas tol lain. Dana dari penjualan ini digunakan untuk mengurangi sebagian utang dan memperkuat modal kerja.
Mirip seperti orang tertusuk dan terluka parah, agar ia tidak kehabisan darah (ini analogi untuk perusahaan yang mengalami pendarahan kas) maka pertolongan pertamanya adalah mengurangi darah yang keluar. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh WSKT, ADHI, dan WIKA adalah efisiensi penggunaan bahan baku, optimalisasi penggunaan sumber daya manusia, penerapan teknologi baru dalam manajemen proyek untuk meningkatkan produktivitas.
Selain efisiensi, pada saat yang bersamaan, perusahaan harus menjaga dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Di sini peran pimpinan untuk mampu mengkomunikasikan dengan efektif tentang rencana penyelamatan perusahaan.
Tak hanya berupaya menegakkan efisiensi, konfigurasi wirausaha (entrepreneurial configuration) perlu dilakukan. Usaha ini lebih berfokus pada mencari kesempatan untuk menghasilkan pendapatan baru atau menurunkan risiko perusahaan.
ADHI, misalnya, melakukan ekspansi ke bisnis pengelolaan air bersih dan limbah dengan target pendapatan tambahan sebesar Rp1,5 triliun per tahun. Selain itu, juga melihat peluang untuk investasi di sektor energi terbarukan, khususnya pembangkit listrik tenaga surya dan air untuk mengurangi ketergantungan pada proyek infrastruktur.
Restrukturisasi
Strategi pemulihan umumnya meliputi 4 tipe restrukturisasi yaitu restrukturisasi operasional, keuangan, aset, dan manajemen. Restrukturisasi operasional erat hubungannya dengan efisiensi, penghematan dan peningkatan produktivitas. Ini juga berkaitan dengan penggunaan teknologi, pengurangan biaya produksi atau perbaikan dalam rantai pasokan.
Restrukturisasi keuangan berkaitan penyesuaian struktur keuangan perusahaan untuk memperbaiki arus kas. Ini umumnya dilakukan melalui negosiasi ulang utang perusahaan, penerbitan saham baru, atau konversi utang menjadi ekuitas.
Restrukturisasi aset berkaitan dengan penjualan atau pengalihan aset yang tidak produktif atau tidak strategis untuk meningkatkan likuiditas dan fokus pada investasi inti yang lebih menguntungkan.
Restrukturisasi manajemen melibatkan perubahan dalam tim manajemen untuk membawa perspektif baru dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan keuangan perusahaan.
Meski banyak studi menyarankan bahwa strategi pemulihan yang berorientasi pada efisiensi sangatlah penting. Tindakan operasional memang diperlukan tetapi tidak cukup untuk pemulihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan restrukturisasi utanglah yang membedakan antara perusahaan yang pulih dengan yang tidak pulih dari kesulitan keuangan.
Penutup
BUMN infrastruktur adalah perusahaan strategis yang menjadi salah satu motor penggerak pembangunan nasional. Upaya penjualan aset non produktif, restrukturisasi utang, peningkatan efisiensi serta diversifikasi pendapatan menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan BUMN.
Dalam upaya penyelamatan perusahaan, kemampuan maksimal perusahaan merestrukturisasi utang menjadi kunci utama. Selain itu, strategi operasional diperlukan tidak hanya untuk penghematan semata tetapi juga untuk meningkatkan produktivitas. Ini berkaitan erat dengan harus dijaganya iklim bekerja di dalam perusahaan.
Seringkali, ketidakjelasan dan kurang transparannya dalam pengambilan keputusan berdampak pada motivasi kerja karyawan dan akhirnya berdampak pada produktivitas perusahaan. Di sinilah peran penting pimpinan untuk mengkomunikasikan rencana penyelamatan perusahaan dengan efektif. Harapannya perusahaan mendapat dukungan luas dari pemangku kepentingan dan sukses melewati masa sulit ini.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.