Pelajaran dari Geng North: Percepatan Proyek Migas di Era Transisi Energi

Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Dosen Universitas Pertamina & Penulis Buku Bisnis Hulu Migas
Penulis: A. Rinto Pudyantoro
23/10/2024, 11.00 WIB

Pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) membuat terobosan luar biasa, yaitu memproses dan memberikan persetujuan plan of development (POD) sangat cepat untuk Geng North. Barangkali tercepat dalam dekade terakhir. Hanya butuh 10 bulan sejak penemuan cadangan migas raksasa atau giant discovery itu pada Oktober 2023. POD disetujui di Agustus 2024. Percepatan POD Geng North akan berdampak positif bagi upaya membangun ketahanan energi di Indonesia.

Padahal, Geng North merupakan proyek raksasa. Perusahaan migas multinasional ENI menyiapkan investasi US$ 11,8 miliar. Angka tersebut belum termasuk biaya operasi US$ 5,6 miliar. Jika ditambahkan biaya lain-lain, totalnya mencapai US$ 18,3 miliar atau sekitar Rp 292 triliun dengan kurs Rp 16.000 per dolar.

Proyek ini berpotensi menghasilkan gross revenue hingga US$ 39,4 miliar atau setara Rp 631 triliun. Pemerintah diperkirakan mendapatkan bagian US$ 12,9 miliar, senilai Rp 208 triliun, atau 31,5% dari gross revenue. Adapun bagian kontraktor US$ 8,1 miliar, sekitar 19,7% dari gross revenue. Sisanya merupakan cost recovery atau biaya pemulihan US$ 18,3 miliar (44,4%).

Lifting adalah Akibat

Dari gambaran di atas, nampak jelas bahwa peningkatan lifting dan tambahan penerimaan negara adalah akibat dari keberhasilan sebuah kegiatan. Jika lifting akan ditingkatkan, yang penting adalah fokus terhadap keberhasilan di setiap kegiatan operasional. Tinggal kemudian didefinisikan dan dibuat prioritas.

Kegiatan yang berdampak langsung pada penambahan lifting perlu diprioritaskan. Sedangkan kegiatan sisanya bisa diletakan pada prioritas berikutnya. Kegiatan yang sama sekali tidak berpengaruh kepada penambahan produksi migas, dalam jangka pendek maupun panjang, untuk sementara waktu dikesampingkan atau diparkir, dan diletakan pada prioritas paling belakang.

Pertama kegiatan eksplorasi. Lifting migas dapat meningkat jika eksplorasi menemukan cadangan baru. Eksplorasi merupakan langkah awal sekaligus krusial, sebab tidak hanya akan meningkatkan lifting migas, juga menjamin keberlanjutan produksi migas. Jika tidak ada tambahan cadangan, produksi alamiah lapangan migas akan menurun. Perusahaan pun sulit mempertahankan atau meningkatkan produksi.

Selain itu, keberhasilan eksplorasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan pemangku kepentingan terhadap potensi migas. Penemuan di Geng North, misalnya, menjadi penyemangat sekaligus membangun optimisme pemerintah dan menggairahkan investasi migas.

Yang kedua, monetisasi cadangan, yaitu mengupayakan cadangan migas segera menjadi uang. Cadangan migas sesegera mungkin diangkat ke permukaan dan dijual. Penemuan cadangan akan sia-sia jika tidak segera diupayakan untuk dieksploitasi.

Pada sisi ini, nampak betapa pentingnya persetujuan POD yang cepat dan efektif. Meskipun, penting juga setelah POD, Kontraktor KKS segera mengeksekusi pekerjaan yang diuraikan di dokumen POD, seperti menyiapkan pre-front end engineering design (pre-FEED) dan bersama pemerintah memutuskannya. Setelah itu, segera mulai pembangunan fasilitas produksi dan instalasi sumur produksi, pembangunan pipa transportasi, serta fasilitas pemrosesan dan penyimpanan.

Proses POD yang cepat, seperti di North Ganal sepatutnya diapresiasi, mengingat sebelumnya ada temuan cadangan namun sebatas temuan, belum sampai  POD. Seluruhnya mencapai 259 struktur dengan potensi minyak 1,4 miliar barel oil dan temuan gas bumi sekitar 18,7 TCF. Namun hingga saat ini masih ada POD mangkrak untuk 74 lapangan dengan potensi minyak 153 juta barel oil dan gas 5,3 TCF.

Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap tegas terhadap POD mangkrak dan harus segera didorong untuk bisa digerakan lagi. Karena bisa saja keekonomian lapangan sudah berubah seiring dinamika yang terjadi.

Ketiga adalah mengoptimalkan aset. Bila dirunut ke beberapa tahun belakang, nampak bahwa pada 2023 telah direalisasikan pengeboran sumur sebanyak 919. Di tahun ini ditargetkan lebih banyak lagi, yaitu 932 sumur.

Bandingkan dengan tahun 2020, yang hanya 240 sumur, walau kemudian di 2021 mampu ditingkat menjadi 420. Sementara di tahun 2022 ‘dikebut’ sehingga mampu terealisasi 740 sumur. Tren kenaikan jumlah sumur setiap tahun ini penting terus konsisten. Hanya dengan demikian, produksi dapat dijaga tidak turun terlalu dalam.

Keempat, menjaga keandalan fasilitas produksi. Kegiatan operasional sehari-hari perusahaan minyak sebenarnya selalu diarahkan untuk menjaga stabilitas produksi, dan upaya menaikan produksi. Tentu di dalamnya termasuk upaya pencegahan kehilangan lifting. Kegiatan itu antara lain pemeliharaan fasilitas produksi rutin dan non-rutin, pemeliharaan sumur, pengelolaan reservoir, pengeboran sumur (infill drilling), dan reaktivasi sumur.

Harus diakui bahwa aset-aset hulu migas mayoritas sudah tua, bahkan ada yang lebih dari 50 tahun. Hal ini berdampak pada unplanned shutdown. Tentu ini menjadi tantangan SKK Migas dan Kontraktor KKS untuk menuju “zero unplanned shutdown”. Bukan hal yang mudah. Namun dengan pengalamanan dan didukung teknologi, termasuk menggunakan artificial intelligence, semestinya potensi kejadian bisa dideteksi dan diantisipasi.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.