Masalah Plastik E-Commerce

Katadata/ Bintan Insani
Penulis: Mona Sakaria
27/9/2025, 07.05 WIB

Penjualan online pertama terjadi pada 1994, sebuah album Sting, melalui laman NetMarket.  Pertengahan 1990-an, Amazon dan eBay beroperasi. Sejak itu belanja online tumbuh pesat seiring perubahan perilaku konsumen dan kemajuan teknologi digital. Pada 2025 kira-kira 33% populasi dunia, diduga sekitar 2,77 miliar berbelanja online, dengan nilai US$6,8 triliun.  

Organisasi konservasi laut Oceana melaporkan 35% dari seluruh penjualan ritel global pada 2022 dari e-commerce, naik dari 18% pada 2017. eMarketer mengestimasi nilai penjualan e-commerce pada 2022 US$5,13 triliun, dan meramalkan akan mencapai US$8,09 triliun pada 2028.

Industri e-commerce merupakan salah satu sumber timbulan sampah plastik yang tumbuh paling cepat, dan menyumbang masalah polusi plastik. Sebesar 99% plastik berbasis minyak bumi dan tidak lebur secara alamiah. Sebanyak 90% berakhir dalam landfill, terurai menjadi microplastics yang mencemarkan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia. Plastik menimbulkan kerugian ekonomis terkait kesehatan lebih dari US$1,5 triliun per tahun. Laju peningkatan masalah polusi plastik dari e-commerce perlu diredam.

Pertumbuhan E-commerce dan Sampah Kemasan Plastiknya 

Pembatasan mobilitas orang selama pandemi Covid-19 telah mengubah gaya hidup, dan mengakselerasi pertumbuhan e-commerce. Berikut proyeksi pertumbuhan e-commerce

 

Statista menyebutkan Cina sebagai negara dengan pasar e-commerce terbesar tahun 2023 dengan nilai US$1,26 triliun, disusul Amerika Serikat US$ 1,07 triliun, dan Jepang US$ 151,03 miliar. 

 

Kemasan e-commerce dimaksudkan kemasan pengaman tambahan pada kemasan standar untuk memfasilitasi pengiriman produk. Berbeda dengan perdagangan konvensional di mana pengiriman barang dalam jumlah besar ke toko-toko retail, pada e-commerce umumnya barang dipesan melalui internet dan dikirim oleh produsen atau pedagang ke masing-masing konsumen. Kemasan penting untuk melindungi barang selama pengiriman.

Suatu riset Korea Selatan tahun 2022 menemukan bahwa belanja online menimbulkan 4,8 kali lebih banyak sampah kemasan dibanding belanja offline. Menurut Fortune Business Insights, pasar kemasan e-commerce global bernilai US$49,74 miliar pada 2023 dan diproyeksikan menjadi US$53,35 miliar tahun 2024 sampai US$ 04,19 miliar pada 2032.

Kemasan memengaruhi biaya pengiriman. Plastik adalah material yang efektif untuk proteksi barang dalam pengiriman karena murah, ringan, kedap air dan udara, dan fleksibel. Total sampah kemasan plastik e-commerce tahun 2022 sebesar 1,76 juta ton, meningkat 14,6 % dari tahun sebelumnya.

Estimasi Mordor Intelligence, nilai pasar kemasan plastik e-commerce tahun 2023 US$ 30,60 miliar, dan bertumbuh rata-rata 13,46% setahun mencapai US$ 57,54 miliar pada 2030.  Proyeksi bobot sampah kemasan plastik e-commerce global dapat dilihat pada bagan berikut.

 

Amazon, salah satu perusahaan e-commerce terbesar di dunia dengan nilai penjualan bersih US$514 miliar pada 2022, mengklaim penurunan jumlah penggunaan plastik kemasan 11,6% pada 2022 dibanding 2021, dari 97.222 ton menjadi 85.912 ton, melalui upaya mereka di Eropa, India, dan Australia. Namun di Amerika Serikat, Oceana memperkirakan sampah kemasan plastik Amazon pada 2022 berjumlah 94.300 ton, meningkat 9,59% dari 2021 (86.000 ton).  Oceana juga mengestimasi 10.000 ton sampah kemasan plastik Amazon global mencemari perairan.

Pengemasan Berlebihan

Beberapa alasan terjadinya pengemasan berlebihan atau overpackaging dalam industri e-commerce, seperti:

  1. Kemasan merupakan komponen penting untuk komunikasi pemasaran, dan untuk menimbulkan kesan positif bagi konsumen. Menurut riset, 52% konsumen e-commerce akan belanja lagi kalau paket pesanannya diterima dalam kemasan yang baik.  Pengalaman unboxing pun menjadi momen penting, ketika konsumen melihat dan memegang barang pesanannya pertama kali. Karenanya perusahaan e-commerce perlu terus memperbaiki pengalaman konsumen melalui kemasan yang fungsional, tampil estetik dan sesuai citra brand mereka.
  2. Jumlah konsumen yang berbelanja dari platform internasional melonjak dari 20% tahun 2017 menjadi 25% tahun 2019. Pengiriman barang jarak jauh lintas negara dan benua membutuhkan kemasan berlapis-lapis agar aman dalam perjalanan.
  3. Fasilitas pengembalian barang yang ditawarkan perusahaan e-commerce pada konsumen menambah pemakaian material kemasan dan sampahnya. Studi mengungkap bahwa 30% dari barang yang dibeli online dikembalikan oleh konsumen dan kemudian diproses dan dikemas ulang.

Overpackaging tampaknya sudah menjadi lumrah, maka harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan karena dampak lingkungan dan sumber pemborosan konsumsi energi dan emisi karbon.

Upaya Solusi 

Penanganan masalah plastik kemasan e-commerce perlu keterlibatan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.

Beberapa negara melarang jenis plastik tertentu untuk mengurangi kemasan plastik. Taiwan, Korea Selatan, Kanada, dan Spanyol melarang penggunaan kemasan PVC, material yang sulit didaur ulang dan lebih berbahaya bagi kesehatan manusia.  

Uni Eropa menyusun PPWR (packaging and packaging waste regulation), yang antara lain membatasi area kosong dalam kotak kemasan maksimum 40%, agar pemakaian material pengaman, seperti bubble wrap, berkurang. Material pengaman berjumlah 622 juta kilogram, atau 35,4%, dari seluruh bobot kemasan plastik tahun 2022.

Spanyol mengenakan pajak pada kemasan yang tidak dapat dipakai-ulang.  

Cina mendorong perusahaan-perusahaan retail, e-commerce, dan pengiriman ekspres untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai pada 2025, dan menyediakan sekurangnya 10 juta kotak pakai ulang untuk pengiriman.

Untuk memenuhi peraturan kemasan plastik dibutuhkan peningkatan teknologi dan perubahan signifikan pada operasi rantai pasok, hal mana merupakan tantangan bagi perusahaan di negara-negara sedang berkembang. Perusahaan perlu berinvestasi dalam inovasi desain dan teknologi yang memfasilitasi efisiensi dan sirkularitas kemasan.  

Deloitte memberi contoh beberapa pemain e-commerce Belanda telah memperkenalkan mesin otomatis untuk mengemas barang-barang dengan minimum ruang kosong. Perusahaan lain telah berinvestasi dalam machine learning yang memanfaatkan big data untuk menyusun produk-produk dalam kotak dengan minimum ruang kosong. Solusi ini mengurahgi 36% bobot pengapalan dan menghilangkan lebih dari 1 juta ton kemasan.

Optimasi rantai pasok, seperti lokasi gudang dekat konsumen mengurangi jarak tempuh transportasi dan memungkinkan efisiensi pada kemasan. Pengaturan pengiriman barang agar dalam jumlah yang lebih besar sekaligus dapat menghemat kemasan.

Solusi lain adalah penggunaan material alternatif ramah lingkungan seperti bioplastik, atau karton sebagai material pengaman. Memproduksi 1 ton karton mengeluarkan 326 sampai 538 kg CO2. Memproduksi 1 ton plastik kemasan mengeluarkan 2,5 sampai 5,1 ton CO2.  Peningkatan produksi material alternatif plastik dengan harga kompetitif membutuhkan investasi awal yang memberatkan produsen.

Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan perlu dipromosikan di tengah konsumen e-commerce yang lebih mengutamakan harga, jumlah dan waktu pengiriman. Laporan UNCTAD menyebutkan temuan suatu studi tahun 2022: 66% konsumen Eropa, Amerika Utara dan Amerika Selatan sadar pentingnya membeli produk yang dikemas dalam material ramah lingkungan. Perusahaan e-commerce mulai memberikan pilihan jika konsumen ingin menggunakan pembalut bergelembung dengan  biaya tambahan.  

Kenyamanan belanja online harus diimbangi dengan kesadaran memelihara lingkungan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Mona Sakaria
Circular Economy and Waste Management Enthusiast

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.