Menilik Persaingan Holding Rumah Sakit BUMN dengan RS Swasta

KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan pendapatan dari pembentukan holding rumah sakit BUMN akan mencapai Rp 10 triliun.
Penulis: Sorta Tobing
12/2/2020, 18.14 WIB

Tahap awal penggabungan rumah sakit badan usaha milik negara akan berjalan pada Juni 2020. Menteri BUMN Erick Thohir menyebut proses konsolidasi ini telah selesai untuk rumah sakit milik Pertamina dan Pelni.

Perusahaan pelat merah lainnya segera menyusul. “Setelah itu PTPN (Perkebunan Nusantara), Pelindo, dan lain-lain,” kata Erick di Jakarta, Senin (11/2). Targetnya, penggabungan ini akan selesai pada akhir tahun.

Berdasarkan laporan keuangan 2018, pendapatan rumah sakit milik negara mencapai Rp 5,6 triliun.  Kalau konsolidasi tersebut terwujud, perkiraan potensi pendapatannya mencapai Rp 8 triliun hingga Rp 10 triliun.

Direktur Utama Pertamedika Indonesia Healthcare Corporation (IHC), Fathema Djan Rachmat, menyebut skema penggabungan tersebut terdiri atas tiga tahap dan melibatkan 15 BUMN. Tahap awal, Pertamedika milik Pertamina bergabung dengan rumah sakit milik Pelni.

Tahap selanjutnya, integrasi dengan lima rumah sakit milik BUMN lainnya pada Juni nanti. “Tahap ketiga, kami akan menjadi jaringan rumah sakit terbesar di Indonesia,” ujar Fathema.

(Baca: Menteri Erick Targetkan Konsolidasi Besar Rumah Sakit BUMN Tahun Ini)

Hal tersebut sejalan dengan keinginan Erick. Tak hanya agar pengelolaannya lebih profesional, penggabungan layanan kesehatan itu juga untuk menjadikannya pemimpin pasar dalam bisnis rumah sakit di Tanah Air.

Jumlah rumah sakit milik BUMN, menurut grafik Databoks di bawah ini, mencapai 68 rumah sakit. Paling banyak berada di Sumatera Utara, yakni 12 rumah sakit. Namun, persebarannya tidak merata karena belum menjangkau beberapa wilayah Indonesia, khususnya di bagian timur.

Grafik di atas menunjukkan potensi bisnis rumah sakit di Indonesia masih sangat besar. Erick ingin BUMN bisa mengisi pasar tersebut. Bahkan ia berharap konsolidasi dapat membuat standar tenaga medis meningkat, begitu pula dengan daya saing industri kesehatan nasional dan layanan kesehatan.

Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) berbincang dengan Direktur Utama Pertamedika Indonesia Healthcare Corporation (IHC) Fathema Djan Rachmat (tengah) dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (kanan) pada acara 1st IHC Medical Forum, Jakarta, Senin (10/2). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Konsolidasi rumah sakit BUMN sebenarnya sudah dilakukan oleh pendahulu Erick, Rini Soemarno. Ia membentuk IHC sebagai holding pada 22 Maret 2017. Pertamina Bina Medika atau Pertamedika ditunjuk menjadi operatornya.

“Mimpi saya itu bagaimana memberikan pelayanan terbaik ke masyarakat dalam hal kesehatan,” kata Rini, seperti dikutip dari Liputan6.com.

Berdasarkan laporan tahunan 2018, Pertamedika IHC telah mengelola 14 RS Pertamina, tiga RS Pelni, RS Pelindo Husada Citra (milik Pelindo III), RS Prima Husada Cipta (milik Pelindo I), RS Bakti Timah (milik Timah), dan Krakatau Medika (milik Krakatau Steel).

Dari 68 rumah sakit BUMN, total mereka memiliki 6.500 tempat tidur. Sementara, jumlah tempat tidur rumah sakit di seluruh Indonesia, menurut data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, sekitar 275 ribu unit.

(Baca: Sebanyak 64 Rumah Sakit BUMN Siaga Penyebaran Virus Corona)

Menurut standar Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, rasio tempat tidur banding jumlah penduduk suatu negara idealnya adalah satu banding seribu. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta jiwa, sebenarnya jumlah tempat tidur rumah sakit di Tanah Air sudah cukup memadai.

Namun, persebaran fasilitas dan tenaga medisnya yang masih perlu diperbaiki. Banyak daerah, terutama yang terpencil, belum mendapatkan layanan kesehatan memadai. Dari data Kementerian Kesehatan, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia mencapai 2.813 unit pada 2018. Jumlah yang terbanyak berada di Jawa dan Sumatera. Wilayah bagian tengah dan timur masih minim fasilitas kesehatan.

Kondisi ini belum ditambah urusan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sampai akhir tahun lalu mengalami defisit Rp 32,84 triliun. Erick ingin holding rumah sakit BUMN berperan besar dalam mendukung peningkatan layanan dan efisiensi BPJS Kesehatan.

Selanjutnya: Persaingan Menarik Pasien BPJS Kesehatan

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati