Arah Kubu Oposisi Pascarekonsiliasi Prabowo dan Jokowi

Antara | Wahyu Putro
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) melambaikan tangannya saat tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Kedua kontestan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 lalu ini bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus dan selanjutnya naik MRT bersama-sama.
16/7/2019, 08.15 WIB

Pertemuan Prabowo Subianto dengan Joko Widodo akhir pekan lalu menyisakan tanda tanya terhadap nasib oposisi ke depan. Pro dan kontra dari para pendukung mewarnai pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra dan presiden terpilih tersebut.

Saat memberikan keterangan bersama Jokowi, Prabowo mengakui bahwa masih ada pendukungnya yang emosional usai Pemilihan Presiden (Pilpres 2019). Meski demikian, usai pesta demokrasi, ia mengajak kedua pihak untuk saling berangkulan kembali. "Kami tetap dalam kerangka keluarga besar RI," kata Prabowo, Sabtu (13/7).

Seolah ingin menjawab keresahan para pendukungnya, Prabowo melalui akun Instagram @prabowo mengunggah ilustrasi dirinya yang berada di tengah lautan massa. Dalam postingan tersebut, dia memastikan tetap mempertahankan nilai-nilai yang dipegangnya, yakni Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. 

"Indonesia yang utuh dari Sabang sampai Merauke, Bhinneka Tunggal Ika yang berdasarkan UUD 1945," ujar  Prabowo melalui akun Instagramnya, Minggu (14/7).

(Baca: Akhirnya Jokowi dan Prabowo Silaturahmi Sambil Menjajal MRT)

Unggahan itu disukai oleh 695.436 pengguna Instagram. Meski demikian, postingan tersebut menuai pro dan kontra dari warganet. Mereka yang mendukung tetap yakin bahwa Prabowo akan teguh pada posisinya hingga lima tahun ke depan, yakni menjadi oposisi pemerintah. Adapun yang tidak setuju merasa kecewa dan menudingnya telah mengkhianati perjuangan para pendukung. "Mulai hari ini saya menyatakan tidak akan mendukung Anda lagi, Pak Prabowo," demikian komentar salah seorang warganet.

Lain ceritanya dengan para pelaku pasar. Pertemuan Prabowo dan Jokowi di MRT yang dilanjutkan dengan makan siang bersama di salah satu pusat perbelanjaan di Senayan, Jakarta itu ibarat angin segar. Nilai tukar rupiah menguat hingga menembus level psikologis di Rp 13.900 per dolar AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun naik 0,7% ke level 6.418,23 poin pada penutupan perdagangan Senin (15/7). Selain rekonsiliasi Jokowi-Prabowo, pidato Visi Indonesia yang disampaikan Jokowi pada Minggu (14/7) juga membawa sentimen positif. 

Partai Pendukung Inginkan Prabowo Tetap Jadi Oposisi

Suara miring disampaikan oleh sekutunya, Amien Rais. Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu sempat mempertanyakan mengapa Prabowo seperti menyelonong saja, bertemu Jokowi tanpa memberitahu dirinya. Namun, belakangan Amien mengaku telah menerima surat dari Prabowo yang menyatakan alasannya bertemu dengan petahana. 

Dalam surat tersebut, Prabowo menyebutkan bahwa ia menawarkan kepada Jokowi untuk bertemu di Jakarta ataupun di tempat tinggal Amien di Yogyakarta. "Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saya pentingkan," kata Amien mengutip pernyataan Prabowo dalam suratnya.

Surat yang sama juga diberikan Prabowo kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku rekan Koalisi Adil Makmur. Meski menyambut baik pertemuan dua tokoh yang jadi pusat pusaran politik itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Mardani Ali Sera berharap Prabowo tetap menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin karena akan baik bagi sehatnya demokrasi.

Sementara itu, Sandiaga Uno yang menjadi pendamping Prabowo dalam Pilpres lalu mengaku akan tetap berada di luar pemerintahan usai Mahkamah Konstitusi menolak gugatan kubu 02. Ia juga bakal memberi masukan untuk memastikan masyarakat Indonesia semakin sejahtera di masa depan.

"Meskipun saya konsisten berada di pihak oposisi di luar pemerintahan, saya selalu siap memantau kebijakan-kebijakan pemerintah," kata Sandiaga dalam unggahan di akun Instagram @sandiagauno, Sabtu (13/7) lalu.

Usai pertemuan Prabowo-Jokowi, di hari yang sama Sandiaga bertemu dengan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Erick Thohir. "Ini pertemuan pertama sejak Pilpres 2019," kata Erick di sela-sela acara yang digelar oleh Gerakan Millenial Indonesia dan Kita Satu, di Kemang, Jakarta Selatan. Kedua sahabat itu mengaku tetap saling berkomunikasi meskipun berbeda kubu dalam Pilpres 2019.  

(Baca: Usai Jokowi - Prabowo, Giliran Sandiaga dan Erick Serukan Persatuan)

Prabowo Tergoda Bergabung dengan Koalisi Jokowi?

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan meski belum ada pembahasan kursi menteri, rekonsiliasi telah terjadi. Kedua tokoh sepakat menghapus istilah cebong dan kampret.

Hal ini patut diapresiasi mengingat banyaknya desakan sebaliknya dari berbagai pihak. "Jadi dipahami sebagai selesainya pemilu," kata Adi kepada Katadata.co.id, Senin (15/7).

Meski demikian, ia menangkap kesan kubu Prabowo tergoda untuk bergabung dengan koalisi pemerintah. Catatannya, Prabowo belum menyampaikan secara eksplisit posisinya dalam pertemuan itu. Hal ini berbeda dengan Pilpres 2014 di mana ia langsung berkomitmen untuk menjadi oposisi selama lima tahun ke depan. Kali ini sepertinya Prabowo menunggu dilamar,.

Meski belum menyatakan sikap secara resmi, Prabowo sempat memberitahu awak media soal kesiapannya menjadi oposisi usai pertemuan dengan Jokowi. "Kami siap untuk check and balance," kata Prabowo singkat sambil berjalan ke mobilnya. Jokowi pun mengaku masih perlu berdiskusi dengan para anggota Koalisi Indonesia Kerja ketika ditanya media tentang kemungkinan bergabungnya Gerindra ke dalam koalisi. 

Simulasi Suara Koalisi Hasil Pemilu 2019 dengan atau tanpa PAN-Demokrat-Gerindra

 Suara Kubu JokowiOposisi (PKS)
01 Tambah PAN-Demokrat-Gerindra89,19%8,21%
01 Minus PAN-Demokrat-Gerindra62,01%


37,48%

Sumber: Riset Katadata

Pernyataan Prabowo yang tetap ingin menjadi penyeimbang demokrasi itu didukung banyak pihak, termasuk kubu Jokowi. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar berharap paling tidak dua partai, yakni PKS dan Gerindra mempertahankan status oposisi. "Indonesia perlu oposisi, perlu ada," kata Muhaimin di kediaman Ma'ruf Amin, pekan lalu.

(Baca: TKN Batasi Satu Parpol Eks Kubu Prabowo Gabung dengan Koalisi Jokowi)

Hal yang sama disampaikan Adi. Bahkan, menurutnya hal yang paling ideal adalah jika seluruh parpol di Koalisi Adil Makmur bergabung menjadi oposisi. Apabila oposisi hanya menyisakan dua partai maka fungsi kontrol legislatif kurang bertaji. "Akan banyak kebijakan yang perlu voting, suara harus kuat," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut ada potensi Gerindra berpotensi bergabung dengan koalisi pemerintah. Opsi ini tengah dibahas di internal Partai Gerindra. Menurutnya Koalisi Adil Makmur sudah bubar sehingga masing-masing parpol berhak menentukan jalannya sendiri. "Antara koalisi atau tidak, itu urusan (internal) Partai Gerindra," kata Arief dalam wawancara dengan KompasTV.