Babak Baru Kepastian Pembangunan Smelter Freeport

Iurii Kovalenko/123rf
Penulis: Safrezi Fitra
8/2/2019, 00.47 WIB

“Pendanaan smelter baru akan ditanggung pemegang saham PT Freeport Indonesia, sesuai dengan persentase kepemilikan saham jangka panjang masing-masing," seperti dikutip dalam laporan keuangan yang dipublikasikan bulan lalu. Inalum kebagian lebih besar, karena kepemilikannya mayoritas, yakni 51,2%. Sedangkan Freeport McMoran hanya 48,8%.

(Baca: Utang Inalum Membengkak 5 Kali Lipat Usai Akuisisi Freeport)

Namun, Inalum membantah pernyataan Freeport McMoran. Head of Corporate Communication and Government Relations Inalum Rendi Achmad Witular mengatakan perusahaannya tidak akan mengeluarkan dana untuk pembangunan smelter Freeport Indonesia. “Pendanaan untuk smelter akan diambil dari internal PT Freeport Indonesia. Jadi Inalum tidak menyetor atau mengeluarkan dana baru untuk pembuatan smelter,” ujarnya.

Sementara, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan Inalum memang harus ikut membiayai pembangunan smelter Freeport Indonesia. Inalum tak hanya mengeluarkan dana besar untuk akuisisi saham. Dalam beberapa tahun ke depan, masih akan ada investasi besar di Freeport Indonesia. Makanya berpengaruh pada pemberian dividen untuk Inalum.

"Dari sejak awal, waktu kami akan beli saham dari Freeport kan memang terkalkulasi begini, ada investment besar, salah satunya untuk smelter," kata Rini di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (30/1). (Baca juga: Bos Freeport Janji Bangun Smelter 5 Tahun dan Investasi)

Sejak berlakunya UU Minerba tahun 2009 hingga sekarang, progres pembangunan smelter bergerak lambat. Selain Freeport Indonesia, masih banyak perusahaan mineral penerima rekomendasi ekspor yang tak kunjung selesai membangun smelter. Padahal, UU Minerba mewajibkan seluruh perusahaan tambang membangun smelter di dalam negeri selambat-lambatnya pada 2014.

(Baca: Pembangunan Smelter Belasan Perusahaan Tambang 'Jalan di Tempat')

Pemerintah terkesan setengah hati menjalankan amanat UU ini. Berkali-kali pemerintah memberikan relaksasi kepada perusahaan tambang dengan terus memberikan izin ekspor. Padahal, UU Minerba sudah melarang ekspor mineral mentah mulai 2014. Namun, pemerintah terus mengulur target penyelesaian smelter hingga 2022.

Pada 2014, pemerintah sempat mewacanakan setiap perusahaan tambang menyetorkan 5% dana pembangunan smelternya di rekening khusus. Dana ini sebagai jaminan atas komitmen perusahaan membangun smelter. Namun, kebijakan ini batal dilakukan.

Saat ini pemerintah kembali mewacanakan kebijakan tersebut. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menyatakan tengah menyusun aturan yang bisa mendorong perusahaan tambang melakukan hilirisasi. Aturan ini untuk mendukung Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mewajibkan perusahaan membangun smelter.

Nantinya setiap perusahaan tambang wajib menyetorkan dana jaminan sebagai syarat mendapatkan izin ekspor. Dana ini disetorkan setiap enam bulan yang besarannya disesuaikan dengan progres pembangunan smelternya. "Jadi, setiap ekspor, perusahaan harus menyisakan uang untuk dijaminkan. Besarannya nanti ditentukan," ujarnya.

(Baca juga: Investor Wajib Setor Dana Jaminan Smelter Mineral per Enam Bulan)

Dengan aturan yang baru ini, pemerintah juga akan mengenakan sanksi. Perusahaan yang tidak bisa memenuhi 90% target progres pembangunan smelternya dalam enam bulan, akan terkena denda. Mereka harus membayar denda 20% dari total penjualannya kepada pemerintah. Selain denda, izin ekspornya juga akan dicabut hingga perusahaan tersebut bisa memenuhi target progres smelter. Jika progres sudah mencapai target dan telah dinilai oleh surveyor independen, maka pemerintah akan kembali memberikan izin ekspor.

Apabila pembangunan smelter sudah mencapai progres tertentu yang diakumulasi secara total, maka dana tersebut akan dikembalikan kepada perusahaan. "Misalnya, 75% pembangunan secara total selesai, uang jaminannya akan dikembalikan. Karena berarti kan perusahaan itu sudah sangat serius membangun smelter," kata Yunus. Namun, jika dalam waktu tertentu progres pembangunan smelternya tak kunjung mencapai target, maka uang jaminan tersebut akan menjadi milik negara.

Saat ini aturan tersebut sudah memasuki tahap finalisasi. Kementerian ESDM pun mengaku telah mengadakan konsultasi publik dan melibatkan para pengusaha tambang. Rencananya, aturan ini akan diterbitkan bulan ini.

Halaman: