Rumitnya Menyambung Napas Industri Pariwisata saat Pandemi

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.
Ilustrasi wisata Kawah Putih, Ciwidey. Fase new normal belum berhasil menggerakkan industri pariwisata nasional karena beragam kendala. Masa depannya pun masih buram.
16/7/2020, 13.57 WIB

Di tempat wisata seperti Bali, peningkatan mobilitas juga hanya tercatat di wilayah hunian sebesar 16%. Mobilitas masyarakat ke ritel dan tempat rekreasi -36%, ke toko bahan pokok dan obat-obatan -29%, ke taman -47%, ke tempat transit -73%, dan ke tempat kerja -34%.

“Tapi saya yakin kalau stimulus ekonomi cepat terserap, maka akan semakin lekas pulih. Karena permintaannya akan tumbuh,” kata Nawir.  

Masalah Perjalanan Dinas Pemerintah 

Sekjen PHRI, Maulana Yusran menilai industri pariwisata bukan hanya seputar perjalanan ke tempat objek wisata, melainkan juga perjalanan bisnis. Dari perjalanan bisnis tersebut yang terbanyak menyumbang adalah perjalanan dinas pemerintah ke daerah, khususnya untuk okupansi hotel dan restoran.

Maulana menjelaskan biasanya okupansi hotel meningkat mulai memasuki semester kedua sampai akhir Desember. Sebab, pemerintah mulai mencairkan anggaran dan kegiatan di daerah yang mendorong pelaksanaan perjalanan dinas. Mereka menyewa hotel untuk menginap dan melakukan kegiatan seperti workshop dan seminar.

Berdasarkan data BPS pada 2019, rata-rata okupansi bulanan hotel berbintang pada periode Juli-Desember sebesar 56,55%. Sementara rata-rata okupansi di enam bulan sebelumnya sebesar 51,14%.  

“Okupansi kami di hari kerja paling banyak dari perjalanan dinas pemerintah, baru akhir pekan leisure,” kata Maulana kepada Katadata.co.id, Rabu (15/7) malam. “Ini yang tidak terjadi karena sempat dibatasi,” imbuhnya.

(Baca: Imbas Fase Normal Baru, Konsumsi BBM di Solo Raya Naik 20%)

Lombok masuk 10 pulau terbaik Asia. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.)

Menurut Maulana, perjalanan dinas pemerintah belum maksimal dalam masa new normal.. Padahal, Menpan RB baru saja mengizinkan perjalanan dinas ASN pada 17 Juli lalu melalui Surat Edaran Nomor 64 Tahun 2020.

Persoalannya, masih ada kementerian dan lembaga yang tetap memangkas anggaran perjalanan dinasnya.  Katadata.co.id mencatat Kemendikbud adalah salah satu yang tetap memangkas anggaran perjalanan dinasnya.

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (15/7), Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan memangkas anggaran perjalanan dinas sebesar Rp 5 triliun untuk dialihkan kepada penanganan virus corona. Pemangkasan ini pun telah disetujui oleh Komisi X DPR yang membidangi pendidikan.

Maulana menyatakan, pebisnis hotel dan restoran memang tidak bisa menghalangi kementerian memangkas anggaran perjalanan dinasnya. Namun ia berharap dengan sisa anggaran yang tersedia bisa dimaksimalkan untuk membuat kegiatan di hotel dan restoran demi meningkatkan okupansi di masa new normal.

“Kalau itu semua dilakukan di sisa tutup tahun 2020 sangat membantu. Enam bulan bisa recovery,” katanya.

Strategi Pemulihannya

Kemenparekraf memandang belum pulihnya industri wisata saat new normal karena pembukaan tempat wisata masih bergantung kepada penetapan zonasi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Hanya tempat wisata di zona hijau dan kuning yang boleh membuka destinasi wisata. Sementara, daftar zona tersebut terus berubah dari waktu ke waktu.

“Jadi sekarang sporadis. Ada yang sudah buka lalu tutup lagi karena daerahnya berubah dari zona kuning ke merah,” kata Jubir Satgas Covid-19 Ari Juliano kepada Katadata.co.id, Rabu (15/7) malam.

Ari memisalkan Kementerian KLHK yang sudah mengumumkan 29 taman wisata siap dibuka pada 23 Juni lalu melalui Keputusan Menteri LHK Nomor SK.261/MENLHK/KSDAE/KSA.0/6/2020. Keputusan tersebut tidak bisa berjalan karena lokasi taman wisata masih ada yang berada di zona merah.

“Seperti Jawa Timur itu beberapa kabupaten sudah masuk zona kuning, tapi secara provinsi masih merah. Banyuwangi siap, tapi kami masih lihat perkembangannya,” kata Ari.

Taman wisata yang berada di Jawa Timur antara lain: Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Pasuruan, Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi, Taman Nasional Meru Betiri di Jember, dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen di Bondowoso.

(Baca: Pemerintah Buka Kembali Objek Wisata Alam, Ini Protokol Kesehatannya)

Lebih lanjut, Ari menyatakan Kemenparekraf juga telah menyusun strategi untuk menggeliatkan lagi industri pariwisata. Saat ini yang dilakukan adalah melakukan simulasi pelaksanaan protokol kesehatan di daerah-daerah wisata. Tujuannya agar pengelola wisata bisa bersiap lebih dini dan memancing kepercayaan publik untuk berkunjung.

Kemenparekraf juga akan lebih fokus menggarap promosi kepada wisatawan domestik sampai akhir 2020. Hal ini lantaran masih banyak negara yang mengalami gelombang kedua virus corona dan masih menerapkan pembatasan perjalanan. Begitupun Indonesia yang masih menerapkan pembatasan kedatangan, seperti dari Singapura.

“Promosi luar negeri dijadwalkan tahun depan dengan harapan vaksin sudah ditemukan dan kondisi negara lain membaik,” kata Ari.

Selain itu, kata Ari, pemerintah juga menyiapkan stimulus kepada industri pariwisata dengan total anggaran sebesar Rp 3,8 triliun. Angka ini pun masih bisa bertambah menyesuaikan kebutuhan di lapangan yang saat ini masih dalam pendataan oleh Kemenparekraf. Rincian stimulus bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:

Pemerintah Harus Pikirkan Desain Ekonomi Baru

Wajar bila pemerintah menggelontorkan dana besar untuk menstimulus industri pariwisata. Pada 2018, menurut data Kemenparekraf, industri ini menyumbang Rp 270 trilun dan meningkat menjadi Rp 280 triliun pada tahun setelahnya kepada devisa negara. Peningkatan tersebut salah satunya dipengaruhi 16,3 juta kunjungan wisatawan asing pada 2019. Industri ini pun berkontribusi sebesar 5,5% terhadap PDB dan menyerap lebih kurang 13 juta orang tenaga kerja.

Sumbangan industri pariwisata terhadap devisa negara dari tahun ke tahun bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:

(Baca: Menhub: Pelonggaran Transportasi Akan Jadi Stimulus Pariwisata)

Peneliti Senior CORE Indonesia, Piter Abdullah Redjalam menilai pemerintah tak bisa menunggu dan berharap pada pemulihan industri pariwisata. Alasannya pemulihan pariwisata masih belum bisa diproyeksikan sampai beberapa tahun ke depan alias masih buram. Mengingat pariwisata berkelindan dengan perilaku pergerakan manusia yang juga belum dapat diprediksi usai pandemi covid-19.

“Sekarang kita berada di fase II, hidup dengan covid dan menuju fase III penyelesaian setelah vaksin. Tapi apakah masyarakat masih minat berwisata? Belum bisa diprediksi,” kata Piter kepada Katadata.co.id, Rabu (15/7).

Alih-alih berharap kepada industri pariwisata akan berjalan sama seperti sebelum pandemi dan memberikan stimulus keuangan, Piter menyarankan pemerintah memperbaiki desain ekonomi guna menambal devisa negara yang bocor. Pemerintah mesti mencari sektor lain yang lebih berpeluang pulih lebih cepat dan mencetak pendapatan besar setelah pandemi.

“Di bawah Kemenparekraf ada restoran dan perhotelan, harus ada produk baru. Harus mencari desain agar mereka bisa survive,” kata Piter.

Namun, Piter mengaku saat ini belum bisa mengungkap desain baru bagi industri pariwisata. Ia hanya mengatakan, “ini tantangan Kemenparekraf.”

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto