Longgar Pengawasan dan Misteri Harga Rendah Solar Industri di Online

123rf.com/rclassenlayouts
Ilustrasi. Bahan bakar minyak atau BBM solar industri banyak ditemukan di marketplace dengan harga lebih murah daripada patokan Pertamina.
9/4/2021, 18.36 WIB
  • Pertamina menyebut harga solar industri yang dijual di marketplace tidak wajar.
  • Muncul dugaan pasokan BBM tersebut berasal dari kebocoran solar bersubsidi.
  • Negara berpotensi merugi karena subsidi berpotensi naik dan tidak tepat sasaran. 

Masalah muncul pada penjualan solar industri. Bahan bakar minyak atau BBM ini banyak ditemukan di marketplace dengan harga lebih murah daripada patokan Pertamina.

Di Tokopedia, misalnya, harga solar industri dijual dengan harga Rp 6.650 per liter. Di Bukalapak angkanya Rp 7 ribu per liter. Padahal, Pertamina menetapkan harganya Rp 9.500 per liter untuk bulan ini. 

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading Putut Adriatno menyebut harga di marketplace itu tidak wajar. “Kalau ongkos angkut dan margin badan usaha dari terminal ke konsumen bervariasi tapi harga BBM mengacu pada formula perhitungan MOPS (mean of Platts Singapore,” katanya kepada Katadata.co.id,  Jumat (9/4).  

Untuk solar industri, memang ada beberapa diskon yang diberikan oleh tim penjualan Pertamina dengan angka berbeda-beda. Namun, ia tak merinci besaran potongan harga tersebut. 

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan pun berpendapat harga jual solar industri di marketplace tersebut tidak wajar. Apalagi perhitungannya memakai MOPS. “Plus nilai tukar dolar ke rupiah, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, iuran BPH Migas, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, sudah di Rp 9 ribu per liter,” ucapnya. 

Kehadiran solar murah itu patut dicurigai kualitasnya. BBM tersebut kemungkinan berasal dari solar kencing atau oplosan dari solar bersubsidi. “Masyarakat harus berhati-hati,” kata Mamit. 

BPH Migas seharusnya melakukan penertiban penjualan solar industri tersebut. Penjual BBM jenis ini wajib mendapat izin terlebih dulu dari Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang disebut izin niaga umum atau INU. 

Sebagai pengatur hilir minyak dan gas bumi, BPH Migas dapat merekomendasikan Ditjen Migas untuk mencabut izin badan usaha yang memiliki INU tapi melakukan penyelewengan. "Terlepas dari badan usaha lain merasa tidak rugi, tapi ini bicara persaingan bisnis secara sehat yang tidak terlaksana," ujarnya.

Direktur Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Patuan Alfon S mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan. “Kami melakukan pengawasan atas badan usaha yang berniaga dan memiliki izin dari Kementerian ESDM,” katanya.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa sempat membahas masalah penyelewenagan solar ketika rapat dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat.  Lembaganya telah berkoordinasi dengan kepolisian. "Kasus ini juga dipantau oleh BPH Migas," ujar Fanshurullah.

Ilustrasi BBM jenis solar.  (Arief Kamaludin | Katadata)

Kebocoran Solar Bersubsidi Rugikan APBN

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menduga oknum penjual di marketplace mendapat pasokan dari kebocoran solar bersubsidi. BBM ini kemudian dijual kembali dengan harga yang jauh di bawah harga pasar.

Pada 2019 penyalahgunaan BBM bersubsidi ini mencapai 404 kasus. Angkanya melonjak dari 260 kasus di tahun sebelumnya. Laporan BPH Migas menyebutkan, salah satu sumber lonjakan subsidi solar terjadi pada angkutan kereta api.

"Ini juga termasuk rembesan solar subsidi di perkebunan dan pertambangan. Truk yang seharusnya memakai BBM nonsubsidi tapi pakai solar subsidi," ujarnya.

Potensi kerugian dari adanya praktik seperti ini pun cukup besar karena subsidi tersebut seharusnya diterima rakyat miskin atau pengusaha kecil. "Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melebar, salah satunya karena kebocoran solar subsidi," katanya.

Sebagai informasi, penyelewengan BBM subsidi pada 2019 membuat jebolnya kuota subsidi APBN 2019. Realisasi subsidi solar membengkak menjadi 16,2 juta kiloliter (kl) dari kuota sebesar 14,5 juta kiloliter.

Namun, realisasinya pada tahun lalu sempat turun karena teirimbas pandemi Covid-19. Konsumsi BBM berkurang karena sejumlah kota besar melakukan pembatasan gerak sosial. Grafik Databoks di bawah ini menunjukkan angka penyaluran solar bersubsidi.

Pengawasan distribusi BBM, khususnya solar bersubsidi, sempat menjadi sorotan. Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam berpendapat peran BPH Migas selama ini tidak efektif. “Dampaknya, kuota BBM subsidi jeboh dan beban subsidi APBN meningkat,” kata dia pada tahun lalu.

Selama ini indikator kinerja BPH Migas selalu dikaitkan dengan besarnya iuran dari badan usaha. Padahal yang lebih penting adalah pengawasan terhadap distribusi BBM.

Menanggapi kritikan DPR pada saat itu Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa mengklaim selama ini lembaganya telah berkoordinasi dengan kepolisian setempat dalam mengatasi persoalan tersebut. "Polisi sedang menyidik 404 kasus penyelewenangan solar. Kasus ini juga dipantau oleh BPH Migas," ujar pria yang akrab disapa Ifan itu.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, konsumen yang berhak menggunakan solar bersubsidi adalah usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi, dan pelayanan umum. Untuk transportasi, konsumennya adalah  kendaraan perseorangan pelat hitam, kendaraan umum (pelat kuning), ambulance, mobil jenazah, pemadam kebakaran, pengangkut sampah, transportasi air dengan motor tempel, kapal angkutan umum, kapal pelayaran rakyat, dan kereta api umum. 

Ilustrasi pengawasan bbm bersubsidi. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Pekerjaan Rumah BPH Migas

Pengawasan industri hilir migas memang masih kurang. Mamit menyebut BBM satu harga dan distribusinya belum merata ke seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, program jaringan gas masih jauh dari target realisasi.

Belum lagi pembangunan pipa transmisi dan distribusi gas. Semua masalah tersebut menjadi pekerjaan rumah BPH Migas yang harus dikawal.  “Jadi, masih banyak pekerjaan rumahnya,” kata Mamit. 

Wakil Ketua Umur Kamar dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi Bobby Gafur Umar mengatakan BPH Migas memiliki peran penting dalam ketahanan energi. “Distribusi dan transmisi sumber energi ke market itu perannya ada di BPH Migas,” katanya. 

Banyak perencanaan proyek hilir migas yang sudah direncanakan jauh-jauh hari tak kunjung dimulai. Misalnya, proyek pipa gas Cirebon-Semarang dan Kalimantan-Jawa yang masih mangkrak. 

Karena itu, BPH Migas perlu melakukan komunikasi dan koordinasi dan pada perencanaan yang baik dengan pemain sektor ini. “Kalau sudah ketemu paket yang pas, segera tenderkan. Saya rasa itu akan mengubah situasi,” ujar Bobby. 

Saat ini pemerintah sedang melakukan proses seleksi untuk posisi kepala dan anggota komite BPH Migas. Proses wawancara untuk mencari kandidat yang tepat telah terlaksana dalam dua tahap. Sebanyak 33 orang telah dinyatakan lolos.

Kementerian ESDM sedang mengusulkan ke-33 nama itu ke Presiden Joko Widodo. "Menteri ESDM akan menyampaikan usulan kepada Bapak Presiden pada minggu kedua April 2021," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM sekaligus Ketua Panitia Seleksi Calon Ketua dan Anggota Komite BPH Migas, Ego Syahrial beberapa waktu lalu.

Mamit menyebut, kriteria kepala dan anggota BPH Migas yang ideal adalah harus paham industri hilir migas. Lebih bagus lagi jika menguasai sektor hulu.

Selain itu, calon-calonnya harus mengerti soal perekonomian dan aturan hukum. “Jadi, tidak melulu soal dunia migas karena BPH Migas bicara soal ekonomi juga,” katanya.

Reporter: Verda Nano Setiawan