Denyut Kuat Pemulihan Ekonomi RI dari Rapor Ekspor - Impor Maret

Leo Lintang/123rf
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angka neraca peradagang Maret 2021 surplus US$ 1,56 miliar,
Penulis: Sorta Tobing
16/4/2021, 18.38 WIB
  • Indonesia mencatat surplus neraca dagang pada Maret 2021 sebesar US$ 1,56 miliar.
  • Ekspor-impor membaik tapi risiko membanjirnya produk Tiongkok patut diwaspadai.
  • Pertumbuhan ekonomi 2021 diramal dapat mencapai angka 4,5% sampai 5%.

Neraca perdagangan Maret 2021 kembali surplus. Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angkanya di US$ 1,56 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2 miliar. 

Namun, surplus itu jauh lebih tinggi dibandingkan Maret 2020 di US$ 715,7 juta. Neraca perdagangan sepanjang tahun ini mencapai US$ 5,5 miliar. 

Kinerja ekspor, menurut Kepala BPS Suhariyanto, melesat pada bulan lalu. Angkanya mencapai 20,31% dibandingkan Februari (month to month) atau 30,47% dibandingkan Maret 2020 (year on year) menjadi US$ 18,35 miliar.

Kenaikan ekspor terjadi pada seluruh sektor. Pertanian tumbuh 25,04% secara tahunan, industri 33,45%, pertambangan 11,93%, dan migas (minyak dan gas bumi) 38,67%. 

Ekspor pertanian didorong komoditas sarang burung, tanaman obat aromatik, dan rempah-rempah (cengkeh, tembakau, dan lada putih). “Untuk industri pengolahan terjadi kenaikan ekspor minyak sawit, besi baja, dan kimia dasar organik,” kata Suhariyanto, Kamis (15/4).  

Berdasarkan barang HS dua digit, ekspor juga naik karena produk lemak dan minyak nabati, bijih kerak dan abu logam, besi baja, mesin dan peralatan elektrik. Sebagian besar ekspor lemak dan minyak hewan nabati ini ditujukan ke Tiongkok, India, dan Malaysia.

Impor juga ikut melesat naik 26,55% secara bulanan atau 25,73% secara tahunan menjadi US$ 16,79 miliar. Berdasarkan penggunaan barangnya, seluruh komponen impor naik. 

Impor barang konsumsi naik 13,4% secara tahunan menjadi US$ 1,41 miliar. "Karena ada vaksin dari Tiongkok, susu dari Selandia Baru, raw sugar dari India, dan mesin AC dari Thailand," kata Suhariyanto. 

Produk impor bahan baku juga melesat 25,82% secara tahunan dan impor barang modal 33,8%. Pertumbuhan dua digit ini, menurut dia, menunjukkan geliat manufaktur dan investasi mulai muncul untuk mendorong pemulihan ekonomi di paruh pertama 2021.

Ilustrasi aktivitas ekspor-impor. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Waspada Kenaikan Impor Produk Tiongkok

Kinerja ekspor-impor tersebut berada di atas perkiraan ekonom. Kinerja ekspor yang meningkat, menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, karena peningkatan harga komoditas dan permintaannya. 

Harga minyak sawit mentah alias CPO sepanjang bulan lalu naik 1,1% secara bulanan. Lalu, harga batu bara juga naik 9,4%. Harga karet alam juga meningkat 3,8%. 

Aktivitas manufaktur di beberapa negara, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, juga mendorong kenaikan permintaan komoditas. Indikasinya terlihat pada purchasing managers’ index (PMI) global yang naik. 

Untuk impor, bulan lalu pendorongnya adalah sektor nonmigas. Hal ini pun sejalan dengan peningkatan aktivitas manufaktur Indonesia pada Maret 2021. Angkanya merupakan yang tertinggi sejak pandemi Covid-19.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut membaiknya angka ekspor-impor menjadi salah satu indikator positif. Pemulihan ekonomi negara tujuan ekspor utama, yaitu Tiongkok, telah terjadi.

Reuters melaporkan pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal pertama tahun ini melompat 18,3% dibandingkan periode yang sama 2020. Angkanya memang di bawah prediksi analisis di 19%, tapi tetap menjadi lonjakan tertinggi sejak pencatatan ekonomi kuartalan negara itu pada 1992. 

Pemulihan ekonomi Tiongkok didorong dari kegiatan ekspor manufaktur dan konsumsi domestik. Penjualan retail naik 34,2% secara tahunan di Maret 2021. Kenaikannya merupakan yang tertinggi sejak awal 2021. 

Negeri Panda sedang membutuhkan banyak bahan baku dan barang setengah jadi, salah satunya dari Tanah Air. “Ini yang membuat kita mengalami fenomena super siklus komoditas,” ujar Bhima. 

BPS melaporkan nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar US$ 46,3 miliar pada kuartal I-2021. Dari jumlah tersebut, Tiongkok punya pangsa ekspor paling besar, yakni US$ 9,7 miliar atau setara dengan 21% dari keseluruhan, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini.

Harga kenaikan komoditas yang relatif tinggi sejak awal tahun membawa tren positif ke neraca dagang. “Namun, untuk mempercepat pemulihan ekonomi bukan sekadar ekspor komoditas,” katanya. 

Ekspor yang penting untuk didorong naik adalah barang-barang bernilai tambah. Contohnya, produk manufaktur yang masih kalah dibandingkan komoditas. 

Risiko dari perbaikan angka neraca dagang adalah banjir impor produk Tiongkok. “Ini yang harus dikhawatirkan, karena akan menyasar pasar Indonesia, khususnya barang-barang konsumsi, lewat e-commerce,” kata Bhima.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee berpendapat perbaikan ekspor-impor Indonesia mengindikasikan ekonomi global mulai pulih. “Bukan hanya negara besar, RI juga mulai menunjukkan pemulihan ekonomi,” katanya. 

Kemungkinan besar di sisa tahun ini ekspor akan semakin tinggi. Pasar AS dan Tiongkok masih terbuka karena kedua negara akan mempercepat pemulihan ekspor.

Untuk tahun ini, Hans memperkirakan, ekspor-impor dapat tumbuh melesat. “Saya pikir pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,5% sampai 5% di 2021,” katanya. 

Tanda menggeliatnya perekonomian juga terlihat di sisi keuangan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat jenis simpanan yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada Februari 2021 secara tahunan adalah giro. 

Angka kenaikannya mencapai 19,8%. “Pertumbuhan tinggi yang disertai penurunan deposito memberi indikasi para pelaku ekonomi mulai siap-siap melakukan ekspansi,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, pekan lalu. 

Pelaku ekonomi, menurut dia, cenderung menambah dana siap pakai saat akan meningkatkan aktivitas. Penambahan uang kas terlihat dari pencairan deposito. 

Ilustrasi aktivitas ekspor-impor. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa.)

Sektor Otomotif Dapat Dongkrak Ekonomi

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan surplus sebesar US$ 1,56 miliar mengindikasikan kegiatan ekonomi berjalan baik dan pertumbuhannya sehat. “Ekspor nonmigas pada Maret 2021 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah,” katanya dalam konferensi pers sore tadi.

Struktur ekspor negara ini masih didominasi oleh sektor industri. Penjualan barang industri ke luar negeri pada bulan lalu mencapai 80,84% dari total ekspor RI. 

Ada tiga komoditas ekspor yang mendongkrak kinerja nonmigas. Pertama, ekspor besi baja yang tumbuh 60,67% pada kuartal pertama 2021 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Lalu, ekspor CPO yang tumbuh 60,67% secara tahunan pada triwulan pertama. Terakhir, ekspor otomotif menempati lima ekspor terbesar. Peningkatannya mencapai 15,48% secara tahunan. 

Otomotif menjadi salah satu sektor yang didorong untuk memacu pertumbuhan ekonomi. “Kami optimistis karena industri ini melibatkan banyak pelaku usaha di dalam negeri dari hulu sampai hilir,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, kemarin.

Presiden Joko Widodo meminta agar sektor industri prioritas terus didorong untuk mendongkrak ekonomi di tengah pandemi. Industri otomotif dapat memberi efek ganda karena jumlah lapangan kerja yang luas. 

Indonesia, menurut dia, membutuhkan peningkatan penyerapan tenaga kerja agar dapat mendongkrak daya beli masyarakat. “Industri otomotif merupakan salah satu penggerak perekonomian kita yang harus segera kita akselerasi,”kata Jokowi. 

Kepala Negara juga berharap industri otomotif nasional dapat segera meningkatkan ekspor untuk membantu penerimaan negara. “Kita harus tetap waspada terhadap pandemi COVID-19, tapi tidak boleh berhenti dalam menggerakkan ekonomi,” ujarnya.

Penyumbang bahan: Muhammad Fikri (magang)

Reporter: Agatha Olivia Victoria, Cahya Puteri Abdi Rabbi , Antara