Larisnya Surat Utang Pemerintah di Tengah Lonjakan Covid-19 dan PPKM

123RF.com/Bakhtiar Zein
Ilustrasi. Total utang pemerintah hingga akhir sebesar Rp 6.554,56 triliun hingga akhir Juni 2021.
Penulis: Agustiyanti
2/8/2021, 06.30 WIB
  • Lelang surat utang pemerintah dibanjiri penawaran investor di tengah lonjakan kasus Covid-19.
  • Pemerintah menarik utang lewat penerbitan surat berharga negara Rp 141 triliun pada Juli.
  • Target utang pemerintah pada paruh kedua tahun ini mencapai Rp 515 triliun. 

Lonjakan kasus Covid-19 dan penerapan tiga episode Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tak menyurutkan minat investor memburu surat utang pemerintah. Hal ini terlihat dari hasil penerbitan surat utang di dalam negeri maupun luar negeri dalam sebulan terakhir.

Pada sepanjang bulan lalu, pemerintah menggelar dua kali lelang SUN, dua lelang SBSN, penerbitan SBR010, private placement, serta lelang surat utang global dalam denominasi dolar AS dan euro. Dari seluruh aktivitas penerbitan surat utang tersebut, pemerintah berhasil mengamankan pembiayaan mencapai Rp 141,5 triliun.

Penawaran masuk dalam setiap lelang yang digelar pemerintah cukup tinggi. Pada lelang SUN 21 Juli, penawaran yang masuk mencapai Rp 95,55 triliun atau hampir tiga kali lipat target indikatif Rp 33 triliun. Penawaran ini lebih tinggi dibandingkan lelang SUN sebelumnya pada 6 Juli Rp 84 triliun dari target indikatif 33 triliun. Dari kedua lelang tersebut, pemerintah memenangkan masing-masing Rp 34 triliun.

Kinerja tak jauh berbeda juga terlihat pada lelang SBSN atau sukuk. Dalam lelang terakhir yang digelar pemerintah pada 27 Juli, penawaran yang masuk mencapai Rp 56,7 triliun, hampir lima kali target indikatif Rp 12 triliun. Sementara jumlah nominal yang dimenangkan mencapai Rp 13,5 triliun.

Penawaran tersebut juga lebih tinggi dari penawaran yang masuk dalam lelang sebelumnya pada 13 Juli sebesar Rp 51,1 triliun. Jumlah ini mencapai lima kali lipat target indikatif Rp 11 triliun, sedangkan nominal yang dimenangkan Rp 12,5 triliun.

Dirjen Pembiayaan dan Pengelola Risiko Luky Alfirman menjelaskan, penawaran yang masuk dalam lelang SBSN pada 27 Juli merupakan penawaran tertinggi pada tahun ini. Menurut dia, tren positif ini telah berlangsung sejak Mei, didukung oleh kondisi pasar keuangan yang cukup kondusif.

"Sentimen positif yang mempengaruhi meningkatnya penawaran, antara lain likuiditas yang tinggi, investor asing yang mulai masuk di pasar SBN, dan suku bunga acuan tetap," ujar Luky kepada Katadata.co.id, pekan lalu.

Selain itu, menurut dia, langkah pemerintah mengurangi target pembiayaan utang dan terkendalinya penanganan Covid-19 juga memberikan sentimen positif. Pemerintah memutuskan untuk menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) yang mencapai Rp 150 triliun untuk mengurangi target pembiayaan utang tahun ini.

Kementerian Keuangan memperkirakan, pembiayaan utang hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp 958,1 triliun. Proyeksi ini lebih rendah Rp 219,3 triliun dari target awal APBN 2021 Rp 1.177,4 triliun. Sementara realisasinya hingga semester pertama tahun ini mencapai Rp 433 triliun sehingga terdapat sisa rencana penerbitan Rp 515 triliun.

"Penerbitan semester kedua akan dilakukan secar terukur dan hati-hati, dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, kondisi kas, dan pasar keuangan," kata Luky.

Total utang pemerintah hingga akhir sebesar Rp 6.554,56 triliun hingga akhir Juni 2021, naik 24,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Utang pemerintah didomonasi oleh penerbitan surat berharga negara (SBN), seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Berbagai sentimen ini juga menjadi alasan surat utang ritel dan obligasi global pemerintah laris manis meski ada lonjakan kasus Covid-19. Permintaan yang tinggi membuat pemerintah menambah jatah SBR010 dari Rp 5 triliun menjadi Rp 7,5 triliun. Hasil menarik juga terlihat pada penerbitan global bond yang mencapai US$ 1,65 miliar dan 500 juta euro itu atau setara Rp 34 triliun.

Pemerintah dapat menekan final price guidance SUN dalam denominasi dolar AS hingga 35 bps ke 2,2% untuk tenor 10 tahun, 3,1% untuk tenor 30 tahun, dan 3,350% untuk tenor 50 tahun. Yeild surat utang tenor 50 tahun bahkan tak berbeda dari penerbitan pada Januari lalu yang mencetak rekor terendah sepanjang sejarah. Padahal di saat yang sama, yield surat berharga Amerika Serikat meningkat.

Pemerintah juga berhasil menekan harga seri baru SUN dalam denominasi Euro hingga 28bps dari initial price guidance dan mencapai negative new issue concession.

Modal asing masih berpotensi masuk pada semester kedua tahun ini. (KATADATA/ Arief Kamaludin)

 

Berkah Limpahan Likuiditas Perbankan

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan, hasil penawaran lelang yang terus naik dan mencetak rekor tertinggi tahun ini sangat positif. Pada lelang sukuk pekan lalu, permintaan dari investor masih tinggi meeskipun imbal hasil turun cukup signifikan dibandingkan Maret.

"Salah satu faktor yang mendorong masih tingginya incoming bids sukuk adalah likuiditas yang ample," ujar Handy kepada Katadata.co.id.

Data Bank Indonesia menunjukkan penyaluran kredit mulai tumbuh positif pada Juni sebesar 0,4%, setelah terkontraksi sejak Oktober 2020. Namun, dana pihak ketiga tumbuh jauh lebih kencang mencapai 11,7%. Loan to deposit ratio atau LDR justru turun dari tercatat 82,88%, turun dibandingkan bulan sebelumnya 83,66%.

Handy menjelaskan, penawaran yang masuk dalam lelang sukuk 27 Juli yang tinggi pada hampir semua tenor mengindikasikan permintaan yang datang dari beragam investor, baik perbankan maupun insititusi nonbank, seperti dana pensiun dan asuransi. Penawaran sukuk kemungkinan didominasi oleh investor dari dalam negeri.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko, perbankan kini mengambil porsi terbesar dalam kepemilikan SBN. Porsi kepemilikan bank di SBN hingga 21 Juli mecapai 31,1%, turun tipis dibandingkan akhir tahun lalu 35,54%, tetapi melonjak dibandingkan akhir 2019 21,12%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat di DPR bulan lalu menjelaskan, penerbitan SBN pemerintah membantu perbankan menjaga posisi keuangannya. Perbankan memborong obligasi pemerintah untuk menjaga likuiditas keuangan perusahaan di tengah peningkatan dana pihak ketiga dan seretnya penyaluran kredit. 

"Pembelian SBN membuat bank dapat bertahan. Bank harus menanggung biaya dana pihak ketiga (DPK) saat penyaluran kredit menurun dan banyak nasabag yang kesulitan  membayar," katanya. 

Sementara kepemilikan asing di SBN anjlok dari 38,57% pada akhir 2019 menjadi 25,16% pada akhir 2020 dan 22,73% pada 21 Juli. Berdasarkan data yang dihimpun Katadata.co.id, penawaran asing yang masuk pada lelang SUN sepanjang tahun ini mencapai Rp 142,11 triliun, belum sampai separuh penawaran yang masuk pada sepanjang tahun lalu mencapai Rp 298,34 triliun.

Handy menilai, masih ada peluang investasi asing kembali masuk. Salah satu kunci menarik aliran dana asing masuk ke pasar SBN adalah biaya lindung nilai atau hedging yang turun dan selisih antara yield surat berharga pemerintah AS dan SUN.

"Dengan selisih yield UST dan SUN turun, sekarang tinggal mengharapkan biaya hedging turun. Ini berpotensi terjadi mengingat CAD Indonesia membaik, inflasi rendah, dan cadangan devisa meningkat," katanya,

Dengan aliran modal asing yang masih berpotensi masuk dan likuiditas perbankan yang masih ample, yield surat berharga negara berpeluang stabil hingga akhir tahun. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede, penawaran yang tinggi pada lelang SUN dan sukuk di tengah penerapan PPKM, antara lain didorong oleh stabilnya nilai tukar rupiah. Stabilnya kurs rupiah dipengaruhi oleh tekanan dari kebijakan Bank Sentral AS yang berkurang. 

Selain itu, menurut dia, penurunan target utang pemerintah juga menjadi pendorong utama tingginya permintaan surat berharga negara. Hal tersebut menimbulkan ekspektasi kenaikan harga.

"Karena itu, pemerintah sebaiknya tidak menambah lagitarget pembiayaan kecuali kebutuhan anggaran untuk penanganan Covid-19 melonjak signifikan," ujarnya.