Menilik Pengelolaan Limbah Elektronik

123RF.com/Weerapat Kiatdumrong
Ilustrasi sampah elektronik
Editor: Yuliawati
3/2/2022, 10.00 WIB

Daur Ulang di Jepang

Kenaikan pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan penggunaan peralatan rumah tangga seperti televisi, air conditioner (AC), kulkas, dan mesin cuci. Masalah baru pun timbul ketika orang berganti perangkat elektronik, ke mana perangkat lama harus dibuang?

Pada masa lalu, menurut Sri Wahyono, sebagian besar peralatan rumah tangga di Jepang berakhir di TPA begitu saja. Padahal, di dalamnya mengandung material berharga seperti besi, aluminium, kaca, dan lain-lain. Di sisi lain, peralatan tersebut juga mengandung senyawa kimia berbahaya seperti logam berat dan gas berbahaya chlorofluorocarbon (CFC).

Maka, dibuatlah beleid mengenai Home Appliance Recycling Law (Undang-undang Daur Ulang Peralatan Elektronik Rumah Tangga). Peraturan tersebut diundangkan pada Mei 1988, dan mulai berlaku pada April 2001. Regulasi ini untuk mendukung daur ulang peralatan elektronik rumah tangga. Dan terutama, mendorong konsumen, retailer, industri, dan importir untuk bertanggung jawab.

Merespon aturan baru itu, tujuh industri peralatan rumah tangga membentuk dua kelompok. Grup pertama melibatkan Matsushita-Toshiba. Sedangkan grup kedua adalah aliansi Hitachi, Sanyo, Sharp, Mitsubishi, dan Sony. Pengelompokan ini mempermudah produsen dalam menangani limbah elektronik.

Masing-masing grup kemudian membuat jejaring daur ulang dengan membangun fasilitas depot pengumpulan, fasilitas daur ulang, dan menyusun skema pembiayaan daur ulang. Peralatan rumah tangga yang menjadi subjek regulasi adalah peralatan elektronik berukuran besar. Contohnya, AC, televisi (jenis plasma, LCD, maupun CRT), refrigerator (kulkas) dan freezer, serta mesin cuci dan pengering.



Pembagian tanggung jawab penanganan limbah elektronik.

1. Penghasil Sampah (konsumen dan pelaku bisnis)
Konsumen bertanggung jawab mengirimkan barang bekasnya ke penjual dengan membayar biaya untuk pengumpulan, transportasi, dan daur ulang (recycling fee). Besaran recycling fee bervariasi antara US$ 10 sampai US$ 40.

2. Penjual (retail)
- Penjual wajib mengumpulkan kembali barang yang dijual (take back). Atau dengan cara meminta konsumen membawa barang bekas ketika membeli produk baru.
- Selanjutnya, penjual wajib mengirimkannya ke lokasi take-back yang telah ditentukan produsen.

3. Produsen atau Importir
- Mendaur ulang sesuai kriteria daur ulang. Saat ini telah berdiri sedikitnya 45 industri daur ulang dan 380 lokasi take-back.
- Saat mendaur ulang, produsen wajib menangani CFC yang digunakan sebagai pendingin dan insulasi panas pada AC dan kulkas.

4. Asosiasi Peralatan Elektronik
- Mendaur ulang barang milik produsen dan importir yang tidak diketahui, atau barang yang diproduksi industri kecil.

Menurut Sri, regulasi daur ulang peralatan rumah tangga di Jepang berjalan cukup efektif. Hal itu tercermin dari besarnya laju daur ulang peralatan rumah tangga di Negeri Sakura. Pada 2016 misalnya, tingkat daur ulang AC sebesar 92 persen, TV CRT 73 persen, TV LCD dan plasma 89 persen, kulkas dan freezer 81 persen, serta mesin cuci dan pengering 90 persen. "Jepang cukup bagus regulasi dan aplikasi pengelolaan e-waste-nya," kata Sri.

Pemerintah Jepang, bahkan, membuat aturan khusus tentang pemanfaatan limbah elektronik rumah tangga berukuran kecil. Sebab, sampah jenis ini mengandung sejumlah logam berharga seperti besi, alumunium, tembaga, dan precious metal (logam berharga).

Sebelumnya, sampah ini hanya dipungut kandungan besi dan aluminiumnya. Sisanya, tidak didaur ulang, biasanya langsung dibuang di TPA. Padahal, peralatan elektronik rumah tangga ini juga mengandung timbal dan logam berat lain yang berbahaya bagi lingkungan.

Karena itulah, pada 2012, Jepang menerbitkan peraturan Small Home Appliance Recycling Law (Undang-undang Daur Ulang Peralatan Rumah Tangga Berukuran Kecil). Peraturan itu dikenal juga dengan the Act on the Promotion of the Recycling of End-of-life Small Electronic Devices and Other Electrical Appliances.

Menurut Sri, regulasi tersebut mendukung sebuah sistem yang berorientasi pada insentif. Insentif diberikan kepada konsumen, pelaku bisnis, pemerintah kota, penjual, dan operator tersertifikasi untuk mengembangkan metode pengumpulan dan daur ulang mereka sendiri atau melalui kerja sama.

Di sisi lain, kandungan material berharga pada limbah jenis ini justru memungkinkan untuk meraup keuntungan. Peralatan elektronik yang menjadi subjek peraturan ini antara lain ponsel, komputer, tablet, smartphone, kamera digital atau kamera video. Selain itu, mesin permainan stasioner/mesin permainan portabel, perekam IC pemutar audio kecil, memori USB/hard disk, terminal buku elektronik/kamus elektronik, serta kabel aksesoris.
 
Menurut Sri, regulasi ini mewajibkan masyarakat Jepang untuk memilah dan mengumpulkan limbah elektronik skala kecil. Hak dan kewajiban para pihak yang terkait dengan pengelolaan peralatan elektronik diatur dalam peraturan tersebut.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan