Berebut Penguasaan Pulau-Pulau Kecil

Katadata
Ilustrasi Pengelolaan dan Penguasaan Pulau-Pulau Kecil
9/8/2024, 10.58 WIB

“Laut akan menjadi ruang pertarungan baru ke depan,” kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI Parid Ridwanuddin saat berbincang dengan Katadata soal penguasaan pulau-pulau kecil, akhir juli lalu. Pulau-pulau besar dengan hutannya sudah hampir habis oleh perkebunan sawit dan pertambangan batubara. “Sekarang bergeser ke laut. Saya melihat pertarungan akan sengit,” ujarnya.

Perairan Indonesia merupakan rumah bagi belasan ribu pulau kecil. Setidaknya dalam satu dekade belakangan, penguasaan pulau-pulau kecil semakin masif baik oleh individu maupun perusahaan. Sejumlah laporan menyebut beberapa konglomerat, pejabat, dan ekspejabat pemilik pulau. Sebut saja, Tommy Winata, Surya Paloh, hingga keluarga cendana yang disebut-sebut sebagai memiliki pulau di Kepulauan Seribu.

Tapi, ini hanya secuplik dari cerita penguasaan pulau-pulau kecil di Tanah Air. Beberapa data dari organisasi nirlaba di bidang lingkungan melaporkan masifnya penguasaan pulau-pulau kecil untuk kepentingan bisnis. Ini termasuk pertambangan yang bukan sektor prioritas dalam pemanfaatan pulau kecil, bahkan masuk aktivitas yang dilarang.

Data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), hingga pertengahan 2023, setidaknya 226 pulau kecil diprivatisasi untuk kepentingan pariwisata, konservasi, hingga pertambangan. Forest Watch Indonesia (FWI) mengestimasi dari luas pulau-pulau kecil di Indonesia yang mencapai 7 juta hektare atau 105 kali luas Jakarta, sebanyak 876 ribu hektare di antaranya berstatus konsesi perusahaan. Sekitar sepertiganya adalah konsesi pertambangan.

Dalam laporan bertajuk Nestapa Pulau-Pulau Kecil, Jaring Advokasi Tambang (JATAM) mencatat hingga Desember 2023, terdapat 218 izin usaha pertambangan yang mengkapling 34 pulau kecil. Total luas konsesi dari seluruh perusahaan itu mencapai 274,5 ribu hektare.

Secara hukum, penjualan sertifikat hak tanah di pulau-pulau kecil kepada warga negara Indonesia diizinkan, yang dilarang adalah kepada warga negara asing. Namun, untuk tujuan bisnis, warga negara asing bisa menguasai pulau dengan mendirikan perusahaan lokal lalu mengurus perizinan usaha untuk bisa memeroleh hak guna usaha atau hak guna bangunan. 

Problemnya, tidak semua pulau-pulau kecil ini kosong alias tanpa penduduk. Di beberapa kasus, penduduk telah tinggal turun-temurun selama berabad-abad. Di sisi lain, pulau-pulau kecil lebih rentan terhadap kerusakan lingkungan dan daya pulihnya rendah. Peneliti kelautan yang membantu Katadata memahami ekosistem pulau menjelaskan, kerusakan lingkungan adalah ancaman serius bagi keberlanjutan hidup masyarakat dan seluruh ekosistem pulau kecil. “Pulau kosong juga bukan “kosong”, artinya punya peran ekologis sehingga harus dijaga,” ujarnya.  

Benturan kepentingan antara pemodal dengan masyarakat di pulau-pulau kecil telah menghasilkan konflik-konflik berkepanjangan. Beberapa di antaranya mencari jalan keluar lewat pertarungan di pengadilan, salah satunya warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.

Perlawanan warga Wawonii menghasilkan putusan-putusan pengadilan yang penting dalam meluruskan arah pemanfaatan pulau kecil. Namun, pemerintah lewat aturan terbarunya tampak semakin membuka peluang bagi kepentingan-kepentingan nonprioritas di pulau kecil. Seperti dikatakan Parid, bisa jadi pertarungan akan semakin sengit ke depan. 

Pulau Manis Siapa yang Punya (Katadata)

 

Pertarungan Hukum Berjilid-jilid Wawonii

“Apa kabar pertambangan di Wawonii?” Katadata membuka pertanyaan saat terhubung melalui telepon dengan Ishak, bukan nama sebenarnya, warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, yang menolak aktivitas tambang nikel. “Harusnya perusahaan tidak lagi melakukan produksi di Wawonii sejak putusan keluar,” kata dia mengeluhkan penambangan bijih nikel di kampung halamannya.

Bijih nikel di Pulau Wawonii ditambang oleh PT Gema Kreasi Perdana untuk dipasok ke pabrik-pabrik pengolahan di Pulau Obi yang dioperasikan Harita Group dan mitranya Ningbo Lygend. Pabrik-pabrik tersebut memproduksi baja dan bahan baku baterai kendaraan listrik. Saat ini, Gema Kreasi Perdana adalah satu-satunya perusahaan tambang yang beroperasi di Wawonii. 

Sekitar dua tahun lalu, warga penolak tambang mengajukan ke Mahkamah Agung (MA) uji materi terhadap Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan 2021-2041. Perda ini memberi lampu hijau bagi penambangan di kawasan tersebut. Pada Desember 2022, MA mengabulkan uji materi tersebut. 

Majelis hakim memerintahkan Perda direvisi karena tak tegak lurus dengan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil alias UU PWP3K. Di dalam UU tersebut memang diatur sektor prioritas dan aktivitas yang dilarang di pulau kecil. Pertambangan termasuk dalam daftar yang dilarang.

Dalam pertimbangannya, Majelis hakim MA menyatakan sesuai UU PWP3K, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.

“Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan pertambangan dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity yang dalam teori hukum lingkungan harus dilarang untuk dilakukan,” begitu bunyi penggalan pertimbangan majelis hakim.

Mengutip Merriam Websterabnormally dangerous activity adalah aktivitas yang tidak biasa atau tidak cocok di suatu area karena menciptakan risiko tinggi menyakiti seseorang atau sesuatu meskipun dilakukan dengan hati-hati. Selain itu, nilainya bagi komunitas di area tersebut terkalahkan oleh risikonya.

Merespons putusan tersebut, perusahaan melakukan uji materi UU PWP3K ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada intinya, perusahaan menyoal pasal larangan aktivitas di pulau kecil. Pasal tersebut berbunyi bahwa individu atau pelaku usaha dilarang melakukan aktivitas pertambangan pasir, minyak dan gas, serta mineral “yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya”.

Perusahaan meminta majelis hakim MK memutuskan bahwa pasal tersebut inkonstitusional bersyarat jika dimaknai sebagai larangan absolut sebagaimana putusan MA. Ini untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Pada Maret 2024, MK menolak uji materi tersebut. Alasannya, pasal tersebut bertujuan memberikan perlindungan khusus yang dibutuhkan oleh daerah yang rentan, termasuk terhadap kegiatan yang dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity. 

Majelis hakim MK tidak menutup kemungkinan pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk kepentingan lain di luar yang diprioritaskan UU PWP3K sepanjang memenuhi persyaratan yang bersifat wajib. Meskipun, ada catatan lanjutan: “Untuk memenuhi hal dimaksud tidaklah mudah karena kunci utamanya adalah sebaik apa pemerintah daerah mendesain pengaturan rencana tata ruang wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga izin yang terbit tidak menjadi alat komoditas yang merugikan inter dan antar generasi.”

Menurut Ishak, aktivitas penambangan yang berjarak sekitar dua kilometer dari tempat tinggalnya di Desa Dompu Dompu sempat berhenti pada tahun lalu. “Sempat perusahaan berhenti beroperasi beberapa bulan itu, tapi kembali beroperasi,” ujarnya. Ini terjadi setelah pada September 2023, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memerintahkan Menteri Kehutanan untuk membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh perusahaan. Sebelumnya, berbekal izin ini, perusahaan mengantongi hak mengubah kawasan hutan produksi seluas 707,10 hektare menjadi lokasi penambangan nikel.

Sengketa hukum terkait pertambangan di Wawonii memang berlapis-lapis. Di PTUN, warga penolak tambang memperkarakan IPPKH dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) . Kedua perkara dimenangkan warga pada pengadilan tingkat pertama. Namun, Gema Kreasi Perdana menang pada tingkat banding untuk perkara IPPKH dan menang banding serta kasasi untuk perkara IUP.

Manager Strategic Communication Gema Kreasi Perdana Hendry Drajat Muslim menjelaskan kemenangan tersebut menjadi landasan perusahaan untuk kembali beroperasi. "(Putusan) melegitimasi bahwa aktivitas kami ini sah dan legal menurut aturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Katadata, akhir Juli lalu.   

Bagi perusahaan, putusan MK yang menolak uji materi perusahaan juga bermakna positif. Sebab Majelis Hakim MK, kata Hendry, sepakat bahwa kegiatan pertambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat wajib, bukan larangan mutlak sebagaimana putusan MA. “Dan hingga saat ini, PT GKP (Gema Kreasi Perdana) sepenuhnya memenuhi seluruh syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundang-undangan yang berlaku,” kata dia. Ia menyatakan perusahaan akan menjalankan dan menghormati proses hukum yang sudah diputus dan masih berjalan.

Pertarungan berjilid-jilid antara warga dan perusahaan di pengadilan mengisyaratkan carut-marut dalam pengelolaan dan perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil. Informasi yang diperoleh Katadata dari lingkaran pemerintahan, salah satu masalah yang terpetakan adalah IUP dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang terbit duluan daripada Perda RTRW Provinsi atau Kabupaten/Kota. Ini artinya, Perda mengandung nuansa "keterlanjuran" atau "diterlanjurkan".

Sebagai catatan, saat ini, ada lebih dari 90 IUP mineral logam yang tersebar di belasan pulau kecil. Belum lagi, pertambangan minyak dan gas maupun pasir yang banyak mengambil tempat di pesisir dan pulau kecil. Sejak 2009 sampai sekarang, telah terjadi beberapa kali perubahan administrasi perizinan tambang di Indonesia.

Pada 2009-2014, penerbitan izin tambang menjadi kewenangan bupati, pada 2014-2020 kebijakan direvisi menjadi kewenangan gubernur. Pasca terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020, kewenangan bergeser ke pemerintah pusat, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Kementerian Investasi. Mulai April 2022, pemerintah pusat mendelegasikan kewenangan kepada gubernur lewat Surat Edaran Menteri ESDM. 

Terbitnya izin pertambangan di pulau-pulau kecil pasca UU PWP3K berlaku mengisyaratkan bahwa pertambangan diam-diam telah menjadi prioritas lain pemerintah dalam pemanfaatan pulau kecil. Dalam berita yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di situs resminya pada 2009 dibahas soal cadangan mineral di pulau-pulau kecil dan laut. 

Berita tersebut menjelaskan soal pentingnya mengidentifikasi potensi mineral di pulau-pulau kecil dan sekitarnya. “Mengingat kandungan sumber daya mineral di daratan pulau-pulau besar kian menipis cadangannya dan semakin ketatnya isu-isu lingkungan maka pulau-pulau kecil dan laut merupakan harapan terakhir (the last frontier),” begitu tertulis.

Dalam kasus Wawonii, saat terjadi gelombang penolakan dan demonstrasi warga 2018-2019, terkuak adanya belasan IUP di pulau tersebut. Gema Kreasi Perdana sendiri diketahui telah memegang IUP pada 2010 ketika Pulau Wawonii berada di wilayah administrasi Kabupaten Konawe. Mulai 2013, Wawonii masuk Daerah Otonomi Baru Kabupaten Konawe Kepulauan.

Saat demonstrasi warga pada Maret 2019, Bupati Konawe Kepulauan Amrullah menyatakan posisinya berada bersama warga yaitu tidak ada ruang tambang dalam rencana tata ruang dan wilayah. “Yang ada, pengembangan daerah hanya sektor perikanan, perkebunan dan pariwisata. Itu saja. Kementerian Agraria dan Tata Ruang juga sudah menyepakati rencana tata ruang dan wilayah kami,” kata dia seperti dikutip Mongabay. Namun pada 2021, di bawah bupati yang sama, ruang tambang masuk Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan.

Saat ini, informasi yang diperoleh Katadata, mulai ada rapat di Kabupaten Konawe Kepulauan untuk merevisi Perda RTRW-nya. Ini sebagai tindak lanjut dari perintah MA yang melarang pertambangan. Sebelumnya, Agustus tahun lalu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sudah menetapkan Pulau Wawonii sebagai kawasan perikanan terpadu tanpa ruang tambang dalam Rancangan Perda RTRW Sulawesi Tenggara 2023-2043. Ketetapan ini sama dengan Perda RTRW Sulawesi Tenggara terdahulu. Pasca-ketetapan itu, proses selanjutnya adalah sinkronisasi aturan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

“Perjuangan masih panjang,” kata Ishak mengingat janji kosong Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan bahwa ruang tambang tak akan masuk Perda RTRW tapi masuk juga pada 2021 lalu. 

Ishak merupakan bagian dari sekitar 29,000 warga yang menempati pulau seluas 715 kilometer persegi tersebut. Tak semua penduduk kontra terhadap tambang. Menurut dia, semakin ke sini, semakin banyak warga yang menerima tambang karena intimidasi aparat atau tergiur iming-iming.  “Tahun-tahun lalu berat, keluarga berkonflik karena anak bekerja di tambang, sementara ibunya tidak mau mendukung tambang, anak sampai dikeluarkan dari kartu keluarga. Suami istri bercerai karena istri kerja di tambang. Keluarga tidak saling bicara,” ujarnya. “Sekarang, sudah mulai bertegur sapa,” kata dia.

Menurut Ishak, perusahaan memang memberikan tawaran pekerjaan bagi warga. Semua yang mendaftar bekerja, diterima perusahaan. "Tapi sekarang sudah disaring, yang kemarin-kemarin diterima bekerja, sudah tidak dipekerjakan lagi. Pertama karena faktor usia, kedua skill tidak ada,” kata dia. “Ada banyak sekali yang sempat menjual lahan, sekarang tidak dipekerjakan. Mau bekerja di perusahaan tidak diterima, mau kembali bertani, lahan sudah tidak ada, mau tidak mau alternatifnya melaut,” kata dia. Banyak nelayan di Wawonii adalah nelayan tradisional yang mencari ikan di pinggir-pinggir laut. Masalahnya, air di pinggir laut keruh karena aktivitas tambang. “Jadi lebih sulit, harus melaut lebih jauh, tapi itu-lah satu-satunya,” ujarnya.

Lahir dan besar di Wawonii, Ishak meyakinkan, warga pulau turun-temurun hidup cukup sebagai petani dan nelayan. Dalam bahasa suku Wawonii, wawo berarti tempat yang tinggi dan nii kelapa. Selain kelapa, Wawonii terkenal sebagai penghasil jambu mette dan aneka rempah seperti cengkeh dan pala. Dari pertanian dan perikanan, sejumlah keluarga mampu menguliahkan anak-anak di kota, seperti Makassar, Yogyakarta, hingga Jakarta. Perjuangan menolak tambang, kata Ishak, adalah soal keberlangsungan hidup.

Cerita Ishak ini juga pernah disampaikan beberapa warga yang menjadi saksi dalam sidang uji materi UU PWP3K di MK. Pasca-putusan MK, aksi-aksi protes terjadi di Jakarta dan Wawonii menuntut perusahaan menghentikan tambang.

Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara (Google Earth)


 

Masuknya Kepentingan Baru Dalam Aturan Pengelolaan Pulau Kecil?

Pengelolaan pulau-pulau kecil sebetulnya sudah jelas diatur dalam UU PWP3K Tahun 2007 yang direvisi pada 2014. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa pulau dengan luas hingga 2.000 kilometer persegi atau 200.000 hektare masuk dalam kategori pulau kecil yang rentan kerusakan lingkungan sehingga perlu dilindungi.

Pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk sembilan kepentingan yaitu konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. 

Sederet aktivitas dilarang di pulau-pulau kecil termasuk pertambangan pasir, minyak dan gas, serta mineral yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya. Tapi realitanya, sudah banyak izin tambang di pulau-pulau kecil.

Direktur Pendayagunaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf mengatakan pertambangan memang tidak masuk dalam aktivitas prioritas. Namun, tambang adalah potensi Indonesia. “Kalau pulau kecil ditambang, memang ada dampak buruk seperti Bangka Belitung misalnya. Nah tapi kalau dikelola dengan baik mungkin akan mengurangi dampaknya,” ujarnya kepada Katadata, akhir Juli lalu.  

Ia menjelaskan, Kementerian telah berusaha memitigasi pertambangan di pulau-pulau kecil, antara lain lewat penerbitan aturan. Pada 16 Mei lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Pulau Kecil dan Perairan di sekitarnya. Isinya memuat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di pulau kecil agar ada kesamaan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil.

Kesamaan ini dinilai penting oleh KKP. Pasalnya, perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil melibatkan banyak instansi yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), kementerian teknis, dan KKP. Dalam hal pertambangan, kementerian teknisnya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ada juga peran Pemerintah Daerah.

Secara khusus, KLHK disebut berwenang sepenuhnya dalam perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan status kawasan hutan. Ini membuat KLHK memegang peranan besar dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. Sebab, sebagian pulau-pulau kecil berstatus kawasan hutan. Berdasarkan data Badan Informasi Geologi, dari 17.374 pulau terdaftar, 14.807 pulau merupakan pulau kecil yang sudah terdefinisi statusnya. Sebanyak 5.955 pulau kecil merupakan kawasan hutan, 2.073 pulau kecil merupakan kawasan hutan dan area penggunaan lain, sedangkan sisanya 6.779 area penggunaan lain.

Namun, nuansa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disebut Yusuf bukan hanya memitigasi tapi mengakomodasi aktivitas non-prioritas termasuk pertambangan. Hal ini tersirat dalam poin-poin utama aturan tersebut. 

Pertama, pemanfaatan pulau-pulau kecil harus mengutamakan kepentingan nasional yang meliputi pertahanan dan keamanan negara, kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan proyek strategis nasional (PSN). Masuknya PSN membuka pintu bagi pemanfaatan pulau untuk berbagai kepentingan. 

Kedua, larangan mutlak aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil. Namun, larangan hanya berlaku untuk pulau dengan luas di bawah 100 kilometer persegi atau 10.000 hektare alias lebih kecil dari Jakarta Selatan (141 kilometer persegi). Meskipun, ada juga ketentuan bahwa secara umum pemanfaatan pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan beberapa hal, bukan hanya luas pulau, tapi juga rancangan tata ruang dan rencana zonasi, jenis kegiatan, serta topografi dan tipologi untuk memastikan keberlanjutan pulau.

Ketiga, peneguhan soal penguasaan lahan pulau-pulau kecil minimal 30 persen oleh negara sebagai hak akses publik. Dengan demikian, penguasaan oleh pelaku usaha maksimal 70 persen. Dari porsi tersebut, pelaku usaha wajib mengalokasikan minimal 30 persen sebagai ruang terbuka untuk menjamin keberlanjutan ekosistem dan flora fauna yang ada. Ketentuan ini ditujukan untuk mencegah penguasaan penuh pulau oleh swasta atau privatisasi. 

Peraturan tersebut juga memuat soal pembagian kewenangan pengaturan seputar pemanfaatan pulau-pulau kecil. Intinya, KKP berwenang dalam pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 100 kilometer persegi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan pemanfaatan pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 kilometer persegi atau 200.000 hektare dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA).

Di sisi lain, kewenangan pengaturan pemanfaatan pulau kecil dengan luas 100 sampai 2.000 kilometer persegi yang dimanfaatkan oleh PMDN berada di Pemerintah Daerah melalui rancangan tata ruang dan wilayah.

Katadata sempat menanyakan alasan di balik keputusan larangan mutlak pertambangan hanya untuk pulau kecil dengan luas 100 kilometer persegi. Yusuf menerangkan, luas pulau kecil mengacu pada organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sampai 10.000 kilometer persegi. Namun, melihat situasi pulau di Indonesia dan hasil konsultasi dengan akademisi, pemerintah memutuskan luas pulau kecil hingga 2.000 kilometer persegi. Masalahnya, ketika itu, pemerintah belum memahami ukuran pulau-pulau yang ada.

“Batam dan Bintan masuk pulau kecil. Itu satu provinsi dan ada tambang. Jadi 100 kilometer persegi saja karena memang sensitif kalau ada kerusakan,” ujarnya. Ia mengklaim keputusan larangan untuk luas 100 kilometer sudah berdasarkan hasil studi akademisi terkait kelestarian air. Pulau yang lebih luas dari itu dinilai memiliki jarak dari pinggir pantai satu ke pinggir pantai lainnya yang cukup jauh. Ketahanan pulau juga bukan hanya bicara luas, tapi topografi.

Pada intinya, KKP berharap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terbaru bisa menjadi acuan bersama dalam pengelolaan pulau-pulau kecil ke depan. Selama ini, Yusuf mengatakan situasi pengelolaan pulau kecil “agak berat”. Posisi KKP adalah penguasa laut, sementara penguasa kawasan Kementerian ATR dan KLHK. Ketika menemukan ada isu lingkungan, yang bisa dilakukan KKP adalah menyarankan agar izin terminal khusus untuk kapal pengangkut barang tambang tidak diberikan. “Di Raja Ampat, ada pulau kecil yang bagus, kawasan hutan, mau ditambang, kami sarankan ke teman-teman tidak memberlakukan terminal khusus. Jangan sampai melegalkan sesuatu yang kita tidak merestui,” ujarnya.

Selain menerbitkan aturan ini, KKP merekomendasikan agar perizinan pertambangan melibatkan lintas kementerian/lembaga untuk memastikan kelestarian pulau. Saat ini, KKP tengah mengupayakan agar Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko memuat mekanisme perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil. KKP mengusulkan agar rekomendasinya tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil berada di garda terdepan proses perizinan, tidak seperti sekarang di belakang.

Mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, tahapan perizinan pulau-pulau kecil dimulai dengan perizinan dasar yang dulu dikenal dengan izin prinsip. Tahapan pertama, perusahaan harus mengurus Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau PKKPR. Ini adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang. Kemudian, perusahaan perlu mengurus izin lingkungan dari KLHK dan izin mendirikan bangunan. 

Tahapan kedua, mengurus izin usaha sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI. Jika pertambangan maka dari Kementerian ESDM. Tahapan ketiga, mengurus Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU), yaitu perizinan yang diperlukan bagi kegiatan usaha dan/atau produk pada saat pelaksanaan tahap operasional dan/atau komersial. Wewenang KKP ada pada PB UMKU.