Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, jumlah kelas menengah Indonesia saat ini menyusut menjadi 17,13% atau sekitar 46,25 juta penduduk. Padahal Airlangga menyebut kelas menengah adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara.
“Sebelum Covid angkanya sedikit lebih tinggi dari ini,” kata Airlangga, Selasa, 27 Agustus.
Namun ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri menyebutkan bahwa penurunan porsi kelas menengah ini sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19.
Jika melihat data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), porsi kelas menengah Indonesia mencapai puncaknya pada 2018 di 23%. Namun pada 2019 dan berikutnya, porsi kelas menengah berangsur turun.
Chatib mengatakan, pandemi memang memperburuk situasi, tetapi penurunan porsi kelas menengah ini sudah terjadi sejak 2019.
Beberapa yang mensinyalisir penurunan porsi penduduk kelas menengah ini adalah penurunan rata-rata saldo tabungan kelas menengah, penurunan konsumsi kelas menengah, porsi pengeluaran untuk konsumsi makanan penduduk kelas menengah yang membengkak, hingga penjualan mobil yang turun sedangkan motor meningkat.
Banyak faktor pendorong terjepitnya porsi penduduk kelas menengah Indonesia, salah satunya inflasi, terutama bahan pangan, yang tidak sebanding dengan kenaikan upah minimum. Selain itu, sektor manufaktur sebagai penyokong ekspansi lapangan pekerjaan kelas menengah juga sedang berkontraksi.
PHK sektor manufaktur terus terjadi mengakibatkan penurunan serapan tenaga kerja sektor formal. Ditambah dengan kondisi bahwa kelas menengah Indonesia minim jaring pengaman sosial.