Naskah Drama Cerita Rakyat 6 Orang, Pohon Beringin dan Telaga Warna

Unsplash
Ilustrasi, naskah drama.
Penulis: Ghina Aulia
Editor: Agung
16/2/2024, 12.26 WIB

Legenda merupakan salah satu jenis cerita rakyat yang diragukan kebenarannya. Meski cenderung bersifat fiktif, sebagian masyarakat ada yang meyakini bahwa hal tersebut benar-benar terjadi di masa lalu.

Walau demikian, perbedaan pendapat tidak menghambat penggunaan cerita rakyat dalam metode pembelajaran di sekolah. Selain itu, legenda juga banyak berkaitan dengan sejarah di Nusantara.

Beberapa di antaranya yaitu mengenai legenda Pohon Beringin dan Telaga Warna. Keduanya memiliki latar kerajaan dan konflik yang di luar nalar manusia zaman sekarang.

Berikut ini contoh naskah drama cerita rakyat 6 orang tentang legenda Pohon Beringin dan Telaga Warna, yang dikutip dari Academia.

Drama Cerita Rakyat 6 Orang: Legenda Pohon Beringin

Tokoh: Rama, Sinta, Drupadi, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.

Latar: Desa kecil dikelilingi hutan rimbun. Di sana, terdapat sebuah pohon beringin besar.

Adegan 1: Pertemuan di Desa

Rama, Sinta, Arjuna, Drupadi, Nakula, dan Sadewa berkumpul di depan pohon beringin.

Rama: (menunjuk ke pohon) Ini adalah pohon beringin yang telah tumbuh di desa kita selama berabad-abad.

Arjuna: Kabarnya, pohon ini menyimpan cerita rakyat yang menarik.

Sinta: Apakah kalian ingin mendengar ceritanya?

Drupadi: Tentu saja!

Adegan 2: Cerita Rakyat "Pohon Beringin Ajaib"

Sinta bercerita tentang seorang raja dan ratu yang berusaha memiliki keturunan.

Mereka berdoa kepada dewa dan diberikan seorang putri cantik yang mereka namakan Dewi Beringin.
Dewi Beringin tumbuh menjadi gadis yang bijaksana.

Adegan 3: Konflik Muncul

Rama dan Arjuna mulai bersaing untuk mendapatkan perhatian Dewi Beringin, sementara Nakula dan Sadewa juga tertarik padanya. Drupadi mencoba menengahi konflik tersebut.

Drupadi: Kalian harus menemukan cara untuk saling menghargai.

Adegan 4: Pertarungan di Hutan

Ketika desa mereka diserang oleh makhluk jahat, Rama, Arjuna, Nakula, Sadewa, Sinta, dan Drupadi bersatu untuk melawan.
Mereka menemukan kekuatan luar biasa dalam persatuan.

Adegan 5: Pohon Beringin Menjadi Tanduk Kebahagiaan

Setelah pertarungan, mereka kembali ke desa dan menemukan pohon beringin telah berubah menjadi pohon yang indah dengan daun-daun emas.

Pohon tersebut menjadi simbol persatuan dan kebahagiaan.

Rama: (menyadari) Kita semua memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan desa ini.

Sinta: Dan pohon beringin ini mengajarkan kita tentang kekuatan persatuan.
Semua bersatu tangan di depan pohon beringin.

Arjuna: Bersama-sama, kita akan menjaga perdamaian dan kebahagiaan di desa kita.
Gelap.

Narasi dan Adegan dalam Drama Cerita Rakyat 6 Orang Telaga Warna

Narator:
Dikisahkan pada zaman dahulu kala, di Jawa Barat terdapat sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Kutatanggeuhan yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana yaitu Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah. Rakyatnya hidup tenang, makmur, tentram, damai dan sejahtera. Namun Sayangnya, Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah belum dikaruniai seorang anak. Sehingga, ini menjadi kegelisahan sang Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah.

Adegan 1

Ratu Purbamanah:
(sedang murung dan menangis)

Prabu Suwartalaya:
Sudahlah dinda. Jangan murung dan menangis terus. Kalau dinda bersedih terus seperti ini, kanda jadi ikut bersedih.

Ratu Purbamanah:
Gimana dinda ga akan bersedih kanda, sudah bertahun-tahun kita berumah tangga tapi belum dikaruniai seorang anak.

Penasehat:
Baginda, supaya Ratu Purbamanah tidak sedih terus bagaimana kalau mengangkat seorang anak saja baginda. Barangkali bisa mengurangi kesedihan Ratu.

Ratu Purbamanah:
Tidak! Aku tidak mau punya anak angkat!

Prabu Suwartalaya:
Iya, penasehat. Akupun juga tidak setuju jika mengangkat seorang anak. Buat kami, anak kandung adalah lebih baik daripada anak angkat.

Narator:
Ratu Purbamanah masih terus menangis

Prabu Suwartalaya:
Sudahlah dinda jangan menangis terus. Kanda akan berusaha lagi. Kanda akan pergi ke hutan untuk bertapa agar kita cepat dikaruniai seorang anak.

Ratu Purbamanah:
Baiklah kalau begitu. Jika memang kanda harus pergi ke hutan untuk bertapa, Baiklah kanda. dinda juga turut berdo’a. hati-hati kanda.

Narator:
Pergilah Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di hutan, sang prabu terus menerus berdo’a agar dikaruniai anak.
Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu Purbamanah pun mulai hamil. Seluruh rakyat senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu Purbamanah melahirkan seorang putri.

Adegan 2:

Ratu Purbamanah: (menggendong seorang bayi)

Prabu Suwartalaya: Putri kita cantik ya, Dinda. Dan kelihatannya sangat lucu.

Ratu Purbamanah: Iya Kanda. Kita harus bersyukur akhirnya kita dikaruniai seorang anak.

Prabu Suwartalaya: Iya dinda. Putri kita ini juga manis, dan sangat menggemaskan! Oleh karena itu, bagaimana kalau kita beri nama Gilang Rukmini? Gimana dinda setuju tidak?

Ratu Purbamanah: Dinda setuju setuju saja kanda.

Narator: Sesaat raja dan ratu sedang berbahagia, datanglah penasehat kerajaan.....

Penasehat: Ampun baginda. Ini dari rakyat, mengirimkan beraneka hadiah untuk putri baginda. Mereka turut bersuka cita dan mengucapkan selamat atas kelahiran putri baginda.

Prabu Suwartalaya: Terima kasih, Paman

Narator:

Tak hanya keluarga istana yang berbahagia, rakyat turut berbahagia mendengar kabar tersebut.

Sayangnya, Gilang Rukmini tidak diasuh secara baik oleh Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah. Gilang pun tumbuh menjadi gadis yang manja dengan sifat-sifat yang kurang baik. Dia tak segan berkata kasar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun begitu, baik Prabu Suwartalaya, Ratu Purbamanah, dan rakyat sangat mencintainya.

Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis remaja tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.

Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan.

Adegan 3

Prabu Suwartalaya: Pak, tolong buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku.

Tukang perhiasan: Dengan senang hati, Yang Mulia.

Narator: Ahli perhiasan itu lalu bekerja dengan sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri Raja.

Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu Purbamanah datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.

Adegan 4

Narator: Prabu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. Kemudian…

Prabu Suwartalaya: Putriku tercinta Gilang Rukmini, hari ini hari ulang tahunmu. aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak.

Narator: Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. Kemudian...

Gilang Rukmini: Aaahh!! Kalung apa ini?! Kalung ini jelek! Aku tak mau memakainya! (kalung dilempar)

Rakyat:
Haaahhhh??? Kalung indah terbuat dari emas permata itu dilempar begitu saja oleh putri. Sungguh ku tak menyangka putri baginda berbuat seperti itu.

Narator: Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai. Seluruh rakyat yang hadir terkejut. Tak seorangpun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba Ratu Purbamanah menangis melihat perilaku putrinya. Rakyatnya pun mengikuti menangis melihat Ratu Purbamanah menangis. Akhirnya, semua pun meneteskan air mata, hingga istana basah oleh air mata mereka.

Ratu Purbamanah: (menangis)

Narator: Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. airnya keluar sangat deras yang makin lama makin banyak.

Narator: Setelah kejadian tersebut, rakyat berteriak teriak kebingungan, panik, ketakutan dan…
Tiba-tiba Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana. Kemudian... terciptalah sebuah danau yang sangat indah.

Nama danau itu kini dikenal orang sebagai Telaga Warna. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun, orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri Gilang Rukmini yang tersebar di dasar telaga.

Demikian pembahasan tentang naskah drama cerita rakyat 6 orang dari legenda bertajuk Pohon Beringin dan Telaga Warna. Untuk pementasan yang lebih memukau, siswa dianjurkan untuk sering berlatih membaca teks serta melakukan mimik yang sesuai.