Seluk Beluk Hari Braille Sedunia: Urgensi, Aksi, dan Konvensinya

un.org
Hari Braille Sedunia
Editor: Safrezi
2/1/2024, 06.00 WIB

Hari Braille Sedunia telah dirayakan sejak tahun 2019 pada 4 Januari. Peringatan Hari Braille ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman akan signifikansi Braille sebagai sarana komunikasi yang mendukung pencapaian hak asasi manusia secara menyeluruh bagi masyarakat tunanetra dan mereka yang mengalami keterbatasan penglihatan.

Braille merupakan titik yang merepresentasikan huruf dan angka untuk menggambarkan setiap karakter, termasuk simbol-simbol musik, matematika, dan ilmiah. Huruf braille ditemukan oleh Louis Braille pada abad ke-19 di Prancis. Braille memiliki peran penting dalam ranah berbagai aspek kehidupan.

Contohnya yakni pendidikan, kebebasan menyatakan pendapat, dan inklusi sosial, sebagaimana tercermin dalam Pasal 2 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Berkaitan dengan itu, menarik mengetahui urgensi peringatan Hari Braille Sedunia, aksi PBB yang terkait dengan hal tersebut di masa Pandemi Covid-19, dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Urgensi Peringatan Hari Braille Sedunia dan Aksi PBB Pada Pandemi Covid-19 kepada Penyandang Disabilitas

Hari Braille Sedunia (un.org)
 

Urgensi peringatan Hari Braille Sedunia yakni individu dengan disabilitas menghadapi tantangan lebih besar dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan, peluang pekerjaan, dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Mereka memiliki kecenderungan untuk hidup dalam kondisi kemiskinan, mengalami tingkat kekerasan, penelantaran, dan pelecehan yang lebih tinggi.

Mereka termasuk dalam kelompok yang paling terpinggir dalam komunitas, terutama ketika terjadi krisis. Kehidupan tertentu khususnya saat karantina wilayah seperti Covid-19, telah menimbulkan sejumlah tantangan terkait kemandirian dan isolasi, terutama bagi mereka yang bergantung pada sentuhan untuk berkomunikasi tentang kebutuhan mereka dan mengakses informasi.

Pandemi ini menyoroti urgensi untuk menyediakan informasi penting dalam format yang dapat diakses, termasuk Braille dan format suara. Ketidaktersediaan format-format tersebut dapat meningkatkan risiko kontaminasi bagi penyandang disabilitas karena mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap panduan dan tindakan pencegahan untuk melindungi diri dan mengurangi penyebaran COVID-19.

Keadaan ini juga menunjukkan perlunya meningkatkan upaya aksesibilitas digital secara menyeluruh untuk menjamin inklusi digital bagi semua. Di Malawi, United Nations Development Programme (UNDP) telah menghasilkan 4.050 materi braille yang membahas kesadaran dan pencegahan COVID-19.

Sementara itu, di Ethiopia, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) telah menyediakan informasi audio, materi pendidikan, dan komunikasi kepada media, dan versi Braille dari pesan-pesan edukatif. UNICEF juga telah menciptakan panduan yang mencakup berbagai bahasa dan format aksesibilitas, termasuk Braille yang mudah dibaca.

Dokumen PBB yang berjudul 'COVID-19: Pertimbangan untuk Anak-anak dan Orang Dewasa Penyandang Disabilitas' membahas sejumlah isu. Isu-isu tersebut termasuk akses terhadap informasi, air, sanitasi, kebersihan, perawatan kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, kesehatan mental, dan lain sebagainya.

Konvensi PBB Tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas

Ilustrasi menulis (Pexels)
 

Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsionalnya (A/RES/61/106) yang diadopsi pada 13 Desember 2006 di New York. Ada 82 pihak yang menandatangani Konvensi, 44 pihak yang menandatangani Protokol Opsional, dan 1 pihak yang meratifikasi Konvensi.

Konvensi ini merupakan perjanjian hak asasi manusia pertama yang dapat ditandatangani oleh organisasi integrasi regional. Konvensi ini merupakan hasil bertujuan mengubah pandangan dan pendekatan terhadap penyandang disabilitas.

Konvensi ini mewakili pergeseran paradigma, mengubah persepsi penyandang disabilitas dari "objek" yang membutuhkan bantuan, perawatan medis, dan perlindungan sosial, menjadi "subjek" yang memiliki hak-hak. Artinya, masyarakat penyandang disabilitas pun dapat menuntut hak-hak ini, membuat keputusan berdasarkan persetujuan yang bebas dan terinformasi, serta berpartisipasi sebagai anggota aktif dalam masyarakat.

Hari Braille Sedunia (un.org)
 




Konvensi ini bertujuan menjadi suatu instrumen hak asasi manusia yang secara eksplisit mencakup dimensi pembangunan sosial. Konvensi ini menegaskan hak bagi semua individu dengan berbagai jenis disabilitas untuk menikmati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Konvensi ini memberikan klarifikasi dan kualifikasi terhadap penerapan hak-hak tersebut pada penyandang disabilitas, mengidentifikasi area-area yang memerlukan adaptasi agar hak-hak mereka dapat digunakan secara efektif. Selain itu, konvensi juga menyoroti area-area di mana hak-hak penyandang disabilitas dilanggar, serta memperkuat perlindungan terhadap hak-hak tersebut.

Demikian penjelasan mengenai seluk beluk Hari Braille Sedunia yang meliputi urgensi peringatannya, aksi PBB untuk memenuhi hak para penyandang disabilitas pada masa Pandemi Covid-19 dan konvensi yang memuatnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui masyarakat penyandang disabilitas memerlukan perhatian lebih sehingga memiliki akses terhadap informasi penting terkait kondisi dunia dan aspek kehidupan pada umumnya.

Kondisi dunia tersebut contohnya seperti saat pandemi berlangsung. Sementara pada aspek kehidupan secara umum adalah pendidikan, kesehatan, perlindungan, kebersihan, dan lain sebagainya.

Konvensi tersebut juga lebih reaktif karena melihat masyarakat penyandang bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Perubahan orientasi ini berarti bahwa masyarakat disabilitas merupakan pihak yang memiliki hak untuk mengakses berbagai hal sama halnya dengan masyarakat lainnya.