Izin Meikarta Belum Beres, BNI Tetap Salurkan KPR

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
22/9/2017, 14.28 WIB

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mengakui bahwa pihaknya tetap memproses permohonan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk mega proyek properti milik Grup Lippo yakni Meikarta. Namun, perbankan milik negara tersebut tetap memegang prinsip kehati-hatian.

Direktur Bisnis Konsumer BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan sebagai bank, BNI tentu akan memproses permohonan penyaluran KPR ke berbagai proyek properti, termasuk Meikarta. Namun, seiring berjalannya waktu, pihak pemohon diharapkan dapat menyelesaikan seluruh legalitas dokumen yang dibutuhkan.

Hal ini diperlukan agar sejalan dengan prinsip perbankan yang menjunjung tinggi kehati-hatian. "Jadi pada waktu akad akan dicek lagi, apakah dokumennya sudah betul, apakah yang dibutuhkan sudah ada (semua)," ujar Anggoro saat ditemui disela-sela pembukaan Garuda Travel Fair, Di JCC Senayan Jakarta, Jumat (22/9).

Penyaluran KPR adalah pemberian pinjaman yang berbasis aset yakni properti. Sehingga legalitas dokumen yang merupakan hal utama dalam pemberian kredit tersebut harus diteliti. Sehingga, apabila proyeknya ada dan dokumennya lengkap, BNI bisa saja tidak memproses permohonan KPR tersebut.

Anggoro mengatakan, BNI tidak spesifik mensyaratkan hal ini untuk proyek Meikarta, tapi berlaku juga kepada seluruh pengembang yang mengajukan permohonan KPR ke BNI. Dia pun enggan mengomentari terkait polemik izin pembangunan proyek Meikarta yang masih bermasalah.

Sebelumnya, Ombudsman telah menegur pihak pengembang Meikarta PT Mahkota Sentosa, anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk. Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menilai iklan dan promosi Meikarta berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Alasannya Lippo belum memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dalam Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2011 disebutkan, pemasaran dapat dilakukan jika pengembang telah memiliki kepastian peruntukan ruang, hak atas tanah, status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun, serta jaminan pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

"Bagi kami sekali lagi itu adalah marketingdan tidak boleh dilakukan sebagaimana di UU Nomor 20 Tahun 2011. Itu salah," kata Alamsyah. (Baca: Dirjen PUPR Nilai Meikarta Belum Lakukan Aktivitas Pemasaran)

Di sisi lain, saat ini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah menerima 10 aduan dari konsumen terkait pemasaran Meikarta. "Sebanyak empat aduan terkait masalah ketidaknyamanan warga terhadap kegiatan pemasaran yang dilakukan. Sedangkan secara tertulis enam surat terkait Meikarta," ujar Staff Pengaduan dan Hukum YLKI Mustafa Aqib Bintoro kepada Katadata.

Keluhan tersebut mempermasalahkan proses permintaan uang kembali (refund), sistem pemasaran yang merugikan, hingga tidak diperlakukannya konsumen dengan baik oleh agen pemasaran. Mustafa mengatakan, ketiga hal tersebut saling berkaitan.