Data tahunan di seluruh dunia menunjukkan bahwa terjadi 358 ribu kematian ibu dan 99% terjadi pada negara berkembang yang penduduknya masih miskin. Sekitar 67% kematian ibu merupakan sumbangan dari 11 negara termasuk Indonesia.
Yostan Absalom Labola
Oleh Yostan Absalom Labola
24 Mei 2017, 10.41

Latar Belakang

Data tahunan di seluruh dunia menunjukkan bahwa terjadi 358.000 kematian ibu dan 99% terjadi pada negara berkembang yang penduduknya masih miskin. Sekitar 67% kematian ibu merupakan sumbangan dari 11 negara termasuk Indonesia (WHO, 2010).

Herawati (2011) melaporkan bahwa kematian ibu merupakan permasalahan kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor yang dibedakan atas determinan dekat, antara dan jauh. Determinan dekat yang berhubungan langsung dengan kematian ibu merupakan gangguan obstetrik seperti perdarahan, preeklamsi, dan infeks atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat memperburuk kondisi kehamilan seperti jantung, malaria, tuberkulosis, ginjal, dan acquired immunodeficiency syndrome. Determinan antara berhubungan dengan faktor kesehatan, seperti status kesehatan ibu, reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan fasilitas kesehatan. Determinan jauh berhubungan dengan faktor demografi dan sosiokultural (McCharty, Maine, 1992 ; Hernandez-Correa, 2010). Kesadaran masyarakat yang rendah tentang kesehatan ibu hamil, pemberdayaan perempuan yang tidak baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, serta kebijakan secara tidak langsung diduga ikut berperan dalam meningkatkan kematian ibu (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2011).

Berdasarkan data dari departemen kesehatan bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni: pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu (Fibriana, 2007 ; Herawati, 2011). Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO, 2010). Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi 11% (Bazaar, Azhari, 2012).

Keragaman wilayah, karakteristik demografi, dan sumber daya merupakan kondisi umum yang ada di wilayah Nusa Tenggara Timur. Untuk itu, perlu dilakukan kajian guna menemukan faktor penyebab kematian ibu sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Oleh karena itu seluruh pembangunan yang sedang digiatkan pemerintah diharapkan dapat berakselerasi positif terhadap perbaikan derajat kesehatan masyarakat, antara lain dapat ditunjukkan melalui perubahan angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, angka morbiditas yang nantinya dapat meningkatkan angka harapan hidup (Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur, 2014). Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.

 

Tujuan

Tujuan riset ini untuk mengetahui gambaran jumlah kematian ibu di Kabupaten Sumba, Tengah Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

Secara umum penyebab kematian ibu di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat memperburuk derajat kesehatan masyarakat adalah rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan, keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak layak. Faktor terpenting dalam upaya peningkatan kesehatan ada pada manusianya yang bertindak sebagai subyek sekaligus objek pelayanan kesehatan (Dinas Kesehatan Propinsi NTT, 2014).

Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota se-Provinsi NTT (2014) melaporkan bahwa konversi AKI per 100 ribu Kelahiran Hidup selama periode 4 (empat) tahun (Tahun 2011 – 2014) mengalami penurunan. Jumlah kasus kematian ibu pada tahun 2011 sebesar 208 atau 220 per 100 ribu KH, pada tahun 2012 menurun menjadi 192 atau 200 per 100 ribu KH, pada tahun 2013 menurun menjadi 176 atau 185,6 per 100.000 KH, selanjutnya pada tahun 2014 menurun lagi menjadi 158 kasus atau 169 per 100 ribu KH. Jumlah kasus kematian ibu di Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat di lihat pada gambar 1 dan 2.

KONVERSI ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP

DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2007 – 2010

Gambar 1. Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2010

Gambar 1. Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2010

 

KONVERSI ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP

DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2011 – 2014

Gambar 2. Sumber : Laporan Bidang Kesmas Dinkes Prov.NTT Tahun 2014

Gambar 2. Sumber : Laporan Bidang Kesmas Dinkes Prov.NTT Tahun 2014

Dari kedua grafik menunjukkan bahwa angka kematian ibu di Propinsi Nusa Tenggara Timur dari 2010 ke 2104 mengalami penurunan signifikan. Penurunan jumlah angka kematian ibu di NTT ini merupakan sebuah harapan besar dari seluruh masyarakat NTT, khususnya kepada pemerintah melalui terobosan-terobasan seperti revolusi KIA dan lembaga-lembaga kesehatan  lain baik lembaga pemerintah maupun swasta yang berperan dalam membantu mencapai tujuan nasional Indonesia yaitu mensejahterakan rakyat Indonesia. Penurunan jumlah angka kematian ibu menjadi penting dikarenakan jumlah angka kematian ibu merupakan indikator penting dalam mengukur tingkat pembangunan pada sektor kesehatan ( DINKES Prop. NTT, 2014).

Penurunan jumlah angka kematian ibu di NTT menggambarkan bahwa derajad kesehatan dan pembangunan manusia secara keseluruhan di NTT makin membaik. Hal ini berarti Umur Harapan Hidup (UHH) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan. Grafik UHH NTT dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.

UMUR HARAPAN HIDUP (UHH)

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 1970 – 2010

Gambar 3. Sumber Data : Sensus Penduduk 1970, 1980,1990, Surkesnas 2004, SDKI 2007 dan BPS 2011

Gambar 3. Sumber Data : Sensus Penduduk 1970, 1980,1990, Surkesnas 2004, SDKI 2007 dan BPS 2011

UMUR HARAPAN HIDUP (UHH)

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2011 – 2013

Gambar 4. Sumber Data : IPM NTT Tahun 2010

Gambar 4. Sumber Data : IPM NTT Tahun 2010

Grafik di atas menunjukkan peningkatan UHH penduduk NTT meskipun tak signifikan. Meningkatnya umur harapan hidup secara tidak langsung juga memberi gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat (DINKES NTT, 2014). Sesuai laporan rekapitulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak. Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 3.220 ribu desa dengan jumlah desa yang melaksanakan P4K sebanyak 2.552 desa dan sebanyak 79 rumah tunggu. Sarana Puskesmas yang tersedia totalnya 368, dimana dokter yang tersedia  281 orang, Puskesmas rawat inap terdiri dari 158 PKM rawat inap dan 89 PKM mampu PONED. Tenaga bidan yang tersedia berjumlah total 4.204 orang dengan rincian tenaga bidan koordinator 363 orang, bidan desa 2.192 orang, bidan desa yang telah APN 2.021, bidan mampu GDON 548 orang, bidan punya Kit 1.682 orang dan bidan tinggal di desa 1.834 orang. Tenaga dukun berjumlah 8.157 orang, yang bermitra dengan tenaga bidan 5.132 orang. Dari rincian sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di NTT jika di rata-ratakan dengan penduduk NTT yang berjumlah 5.036.897 jiwa, maka masih kurang sarana prasara kesehatan untuk mendukung kesejahteraan rakyat.

 

Analisis Kematian Ibu di Kabupaten Sumba Tengah

Kabupaten Sumba Tengah memiliki jumlah penduduk sebanyak 67.372 jiwa dengan 65 desa. Kabupaten Sumba Tengah memiliki 65 desa dengan jumlah desa yang melaksanakan P4K sebanyak 65 desa dan 2 unit rumah tunggu. Sarana Puskesmas yang tersedia totalnya 8, dimana dokter yang tersedia  13 orang, Puskesmas rawat inap terdiri dari 8 PKM rawat inap dan 3 PKM mampu PONED. Tenaga bidan yang tersedia berjumlah total 118 orang dengan rincian tenaga bidan koordinator 6 orang, bidan desa 50 orang, bidan desa yang telah APN 27 orang, bidan mampu GDON 12 orang, bidan punya Kit 31 orang dan bidan tinggal di desa 50 orang. Tenaga dukun berjumlah 325  orang, yang bermitra dengan tenaga bidan 204 orang (DINKES Prop NTT, 2014).

Menurut laporan Dinas Kesehatan Propinsi NTT (2014), Kabupaten Sumba Tengah dan Kota Kupang memiliki jumlah kematian ibu terendah sedangkan jumlah kematian ibu tertinggi terdapat di Kabupaten Sumba Timur. Sumba tengah tercatat tahun 2014 memiliki jumlah kematian ibu sebanyak 2 orang dengan rincian, 1 orang meninggal karena abortus dan 1 orang dengan keterangan lai-lain ( DINKES Prop. NTT, 2014). Data jumlah kematian  ibu di tiap Kabupaten di NTT dapat dilihat pada gambar  5.

Gambar 5. Data Jumlah Kematian Ibu Tiap Kabupaten

Gambar 5. Data Jumlah Kematian Ibu Tiap Kabupaten

Kesimpulan

Berdasarkan data laporan profil kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 menunjukan bahwa secara umum jumlah kematian ibu mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari jumlah 272 orrang pada tahun 2010 menjadi 169 orang pada tahun 2014. Hal ini tentunya merupakan usaha dari berbagai pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri yang mulai memahami dengan baik setiap usaha pemerintah maupun lembaga terkait.

Secara umum penyebab kematian ibu di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat memperburuk derajat kesehatan masyarakat adalah rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan, keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak layak.

 

Saran

Dari latar belakang dan pembahasan disarankan kepada semua pihak yang berkepentingan agar mendukung program kesehatan yang digalakkan sehingga dapat menekan jumlah kematian ibu di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk itu, perlu dilakukan kajian guna menemukan faktor penyebab kematian ibu sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Propinsi Nusa Tenggara Timur. Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2010 sampai 2014.
  2. World Health Organization. Trends in maternal mortality: 1999 to 2008. Geneva: World Health Organization press; 2010.
  3. Herawati I. Analisis kematian ibu di Indonesia tahun 2010 berdasarkan data SDKI, Riskesdas, dan laporan rutin kesehatan ibu dan anak. Pertemuan Teknis Kesehatan Ibu; 6 April 2011; Bandung, Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
  4. Arulita Ika Fibriana, “Faktor–Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kematian Maternal (Studi Kasus Di Kabupaten Cilacap),” (tesis S2 Program Studi Magister Epidemologi, Universitas Di Ponegoro, 2007), h. 1.
  5. “McCharty J, Maine DA. Framework for analysis the determinants of maternal Mortality. Studies in Family Planing. 1992; 23 (1): 23-33.
  6. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Angka kematian ibu melahirkan. Jakarta: 2011 [diakses tanggal Maret 2016]. Diunduh dalam:http://www.menegpp. go.id/V2/index.php/datadaninformasi/kesehatan.
  7. Hernandez-Correa JC. Maternal mortality and risk factors at the community level. Economic Working Paper. Departement of Economics. Michigan: Western Michigan University; 2010.
  8. Fibriani A I. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal (Studi kasus di Kabupaten Cilacap) [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2007.
  9. Bazaar A, Theodorus A, Azhari. Maternal mortality and contributing risk factors. Indonesian Journal of Obstetric and Gynecology. 2012; 36 (1): 8-13

 

Editor: Yostan Absalom Labola