Kejaksaan Periksa Eks Manajer Krakatau Engineering Terkait Proyek BFC
Tim Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa mantan Manajer Proyek PT Krakatau Engineering berinisial AA, untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi menyangkut proyek pembangunan blast furnace (BFC).
Sebagai manajer proyek pada periode Maret 2018 hingga Juni 2020, dia diperiksa terkait proses pengadaan pemilihan subkontraktor untuk pekerjaan proyek pembangunan pabrik BFC atau tanur tiup. Berdasarkan data dari PT Krakatau Engineering, jumlah kontrak sampai proyek BFC berstatus planned shut down atau dihentikan, mencapai USD 27,7 juta atau Rp 2,2 triliun dengan 387 subkontraktor.
“Lalu pada periode September 2017 sampai dengan Desember 2017 sebagai Project Manager BFC Project yang bertugas sebagai perwakilan PT Krakatau Engineering bertugas mengendalikan pekerjaan local portion sesuai kontrak,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangan resmi, Rabu (22/6).
Kemudian sebagai manajer proyek pada periode 2013-2017, dirinya bertugas dalam pelaksanaan perencanaan, penjadwalan dan kontrol biaya, serta penyusunan capaian progres bulanan kepada PT Krakatau Steel. Jika mengacu kepada jadwal pembayaran, PT Krakatau Steel telah menyerahkan sekitar 85% dari nilai kontrak kepada PT Krakatau Engineering.
Adapun sisa pembayaran kontrak telah dibayarkan melalui mekanisme bridging loan. Namun, progres pekerjaan oleh PT Krakatau Engineering belum mencapai 100%.
“Karena ada beberapa pekerjaan yang masih dalam status remaining work dan rework serta belum lulus uji operasi,” ujar Ketut.
Terkait bridging loan, sebelumnya Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa Direktur SDM dan Pengembangan PT Krakatau Steel berinisial AF pada Rabu (18/5).
Dirinya diperiksa terkait alokasi permintaan SDM oleh Direktur Operasi I dan II PT Krakatau Engineering untuk ditempatkan di proyek BFC. Kemudian pada rapat direksi, dia juga diketahui mengusulkan permintaan bridging loan sebesar Rp 9,18 miliar.
“Pada jabatan tersebut mengalokasikan permintaan SDM oleh Direktur Operasi I dan II PT Krakatau Engineering untuk ditempatkan di proyek BFC yang diusulkan pada rapat Direksi dan disetujui oleh Direktur Utama PT Krakatau Engineering untuk dilakukan permintaan dana bridging loan pertama sekali kepada PT Krakatau Steel,” jelas Ketut.
Dalam hal pinjaman, sebelumnya tim penyidik menemukan bahwa Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberikan pinjaman sebesar Rp 2,45 triliyun kepada PT Krakatau Engineering, anak perusahaan PT Krakatau Steel untuk pembiayaan pembangunan pabrik BFC.
Pinjaman tersebut diungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Supardi merupakan bagian dari sindikasi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sebab LPEI bukanlah lembaga perbankan.
“Ya benar. Cuma kan dia juga meminjamkan,” ujar Supardi, Jumat (13/5) pertengahan tahun lalu.
Dari pinjaman tersebut, hingga saat ini PT Krakatau Engineering diketahui masih belum bisa melunasinya disebabkan berbagai permasalahan di dalam proyek pembangunan pabrik BFC. Sebagaimana diketahui, dari proyek tersebut, PT Krakatau Engineering mengalami kerugian mencapai Rp 478 miliar.