Indonesia Lirik Limpahan Minyak Rusia, Berapa Banyak Pasokannya?
Di tengah hiruk pikuk wacana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, terdapat kabar Indonesia ingin membeli minyak dari Rusia yang memiliki harga lebih murah 30%.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyebut Presiden Joko Widodo dikabarkan setuju mengimpor minyak dari Rusia. Hal ini karena harga minyak dunia yang saat ini sedang bergejolak di tengah perang Rusia dan Ukraina.
Produksi Minyak Rusia
Berdasarkan data International Energy Agency, sebagai produsen minyak terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi, total produksi minyak Rusia pada Januari 2022 mencapai 11,3 juta barel per hari. Tak kalah jauh dari Amerika Serikat yang mencapai 17,6 juta barel per hari, atau Arab Saudi yang menghasilkan 12 juta barel per hari.
Setelah invasi ke Ukraina, jumlah produksi minyak Rusia menyusut. Pada Juli lalu, jumlah produksi minyak mereka mencapai 9,80 juta barel per hari. Ekspor minyak Rusia juga turun 115 ribu barel per hari pada Juli, menjadi 7,4 juta barel per hari. Padahal di awal tahun, total ekspornya sekitar 8 juta barel per hari.
Aliran produk minyak ke Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Jepang dan Korea merosot hampir 2,2 juta barel per hari, sejak pecahnya perang.
Kondisi ini berbanding terbalik dari akhir tahun lalu, di mana sekitar 60% dari ekspor minyak Rusia pergi ke negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD di Eropa. Sedangkan 20% lainnya dikirimkan ke Cina.
Setelah perang, Rusia semakin bergantung kepada dua negara dalam menjual minyak mentahnya, dengan Cina dan India menyumbangkan lebih dari 40% volume ekspor.
Menurut data dari analis komoditas Kpler yang dikutip Reuters, Importir minyak mentah terbesar dan ketiga terbesar di dunia menyumbang 1,85 juta barel per hari dari total ekspor Rusia sebesar 4,47 juta barel per hari pada Juli.
Jumlah ini mencakup 41,4% dari total pengiriman minyak mentah Rusia pada Juli, hampir dua kali lipat dari Juli tahun lalu ketika Cina dan India mendapatkan porsi 21,7% dari ekspor minyak Rusia.
Namun, pangsa minyak mentah yang diambil India dan Cina telah merosot dalam beberapa bulan terakhir, setelah rekor tertinggi pada Mei ketika mencapai 45,4% porsi ekspor minyak Rusia. Saat itu, Rusia juga sedang berusaha keras mencari pembeli baru, setelah negara-negara Barat membatasi impor sebagai sanksi terhadap invasi Ukraina.
Selanjutnya pada Juni, Cina dan India menyumbang 45,2% dari ekspor minyak Rusia.
Minyak Rusia Tanpa Pembeli
Menyitir laporan S&P Global, selain ke Cina dan India, ekspor Rusia ke Belanda, Italia, dan Turki meningkat tajam pada awal Agustus. Impor ke tiga negara tersebut secara kumulatif naik 400 ribu barel per hari dibandingkan Juli lalu.
Ekspor minyak ke Belanda ini mendapatkan sorotan, terutama setelah sanksi Uni Eropa melarang sebagian besar aliran minyak Rusia pada awal tahun depan.
Adanya larangan Uni Eropa terhadap impor minyak Rusia, membuat sekitar 3 juta barel per hari minyak mentah dari Rusia dan produk yang diimpor Eropa pada Juni/Juli lalu akan membutuhkan pembeli baru.
Sebab, Jerman dan Polandia juga telah berkomitmen untuk menghentikan pengiriman melalui pipa utara Druzhba dari Rusia, sekitar 500 ribu barel per hari.
Akibatnya, S&P Global Platts Analytics memperkirakan produksi minyak mentah dan kondensat Rusia akan turun 1,2 juta barel per hari antara Juli hingga Januari 2023. Menjadi sekitar 1,5 juta barel per hari, jumlah ini berada di bawah volume sebelum terjadinya konflik di Ukraina.
"Pada awal 2023, hampir 3,5 juta barel per hari minyak mentah dan produk yang masih mencapai Eropa harus dialihkan ke tempat lain, sementara ketersediaan kapal tanker akan ditekan sanksi Barat," ujar kepala penasihat geopolitik Platts Analytics, Paul Sheldon, seperti dikutip dari S&P Global, Selasa (23/8).