Nadiem "Go-Jek": Ada Upaya Menghilangkan Kompetisi

Muchamad Nafi
23 Maret 2016, 13:00
Nadiem Makarim
Arief Kamaludin|KATADATA
CEO Go-Jek Indonesia, Nadiem Makarim, saat melakukan tanya jawab pada acara Indonesia Summit 2016 di Jakarta, Kamis, (24/02).

KATADATA - Aksi massa para sopir kendaraan umum, terutama taksi konvensional, yang digelar di sejumlah titik Ibu Kota Jakarta, membuka kotak pandora transportasi massal. Para demonstran menentang kehadiran perusahaan aplikasi transportasi online, seperti Grab dan Uber, yang dinilai dapat memicu kematian usaha mereka.

Kemarin merupakan demonstrasi kedua dalam bulan ini setelah hasil mediasi di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada pekan lalu dinilai kurang memuaskan. Padahal pemerintah telah memerintahkan pemilik kendaraan yang bermitra dengan Grab dan Uber untuk membentuk badan usaha. (Baca: Nadiem Makarim: Go-Jek Tawarkan Solusi Infrastruktur Logistik).

Keriuhan ini, menurut CEO Go-Jek Nadiem Makarim, memperlihatkan ada upaya untuk meniadakan kompetisi di bisnis transportasi. Hal ini terlihat dari adanya pihak yang mengekang batasan tarif. Dampaknya, perusahaan penyedia aplikasi transportasi online, termasuk Go-Jek, dituding memiliki tarif lebih murah 30 persen ketimbang tarif angkutan konvensional.

Padahal, menurut Nadiem, industri transportasi konvensional seperti taksi dapat menandingi model bisnis aplikasi online apabila batas tarif tidak ditentukan. Pembebasan tersebut mewujudkan level usaha yang lebih adil ketimbang saat ini. “Saya lihat ada beberapa pihak yang ingin menghilangkan kompetisi,” kata Nadiem, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan, Selasa malam, 22 Maret 2016. (Lihat pula: Presiden Jokowi "Sentil" Jonan Soal Go-Jek).

Sayangnya, Nadiem tidak menyebut siapa pihak yang ingin menghilangkan kompetisi tersebut. Namun dia mengaku tidak yakin bahwa rencana penetapan batas atas dan batas bawah merupakan keinginan pemerintah. “Lebih baik kami di level yang sama yakni sama saja batas tarifnya,” ujarnya. Konsumen, lanjuta dia, yang akan menentukan ekuilibrium tarif dan bukan ditetapkan.

Terkait dengan desakan agar kendaraan yang bermitra dengan perusahaan penyedia jasa transportasi online memakai plat nomor kuning, menurut Nadiem dapat didiskusikan selama tidak ada batasan bagi bisnis transportasi online. “Yang penting, jangan ada supply constraint saja,” ujar Nadiem. (Baca: Grab Car Telah Kantongi Izin Koperasi Usaha Rental Mobil).

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan arus teknologi seperti aplikasi transportasi online tidak bisa dicegah. Menurut Kalla, “Kalau teknologi kita tantang, tidak kita pakai, maka kita akan ketinggalan,” katanya. Untuk itu, pemerintah perlu membuat regulasi yang mengatur pengoperasian sistem transportasi baru tersebut. Setelah itu diatur cara menyesuaikannya.

Kalla bercerita, bisnis transportasi, juga taksi terus berubah. Setiap kehadiran model transportasi baru selalu menuai pertentangan. Contohnya, kata Kalla, ketika taksi Bluebird hadir memicu aksi penolakan di berbagai kota di Indonesia. Kini sebaliknya, para sopir taksi konvensional berdemonstrasi menolak kehadiran layanan aplikasi online angkutan seperti Uber dan Grab.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...