Puluhan Kontraktor Migas Berpotensi Tunggak Pajak Rp 4,72 Triliun

Anggita Rezki Amelia
9 April 2018, 21:02
Migas
Dok. Chevron

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 29 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berpotensi menunggak pajak hingga US$ 343 juta atau sekitar Rp 4,72 Triliun. Hal ini terungkap dari hasil pemeriksaan dukungan laporan keuangan pemerintah pusat tahun anggaran 2016 pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tunggakan itu terdiri dari pajak penghasilan (PPh) serta pajak bunga dividen dan royalti.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2017, pada awalnya, nilai kewajiban pajak 29 KKKS itu sebesar US$ 1,936 miliar, namun hingga Desember 2016 jumlah yang telah disetor baru US$ 1,593 miliar, sehingga terdapat kekurangan setor pajak US$ 343 juta. (Baca juga: BPK Temukan 16 Kontraktor Migas Belum Bayar Dana ASR Rp 172 Miliar).

Adapun dalam perhitungan kewajiban pajak yang akan dibayarkan ke negara, kontraktor migas melaporkannya pada financial quarterly report (FQR), yakni pada bagian Government Tax Entitlement, di mana pengenaan pajak akan dilakukan setelah seluruh biaya KKKS telah terpulihkan dengan penerimaan dari produksi siap jual (lifting) dan sudah memiliki penerimaan untuk menjadi equity to be split (ETBS).

FQR merupakan laporan yang menggambarkan perhitungan bagi hasil operasi migas dari satu kontrak production sharing contract (PSC). FQR berisi antara lain informasi lifting dan cost recovery. FQR disusun oleh KKKS dan dievaluasi dan dirangkum oleh SKK MIGAS dalam suatu konsolidasi laporan keuangan atau laporan manajemen.

Jadi, 29 KKKS tersebut berpotensi menunggak pajak mengacu dari  hasil pengujian atas kewajiban perpajakan, FQR original, atau FQR sebelum pembahasan final dengan SKK Migas tahun 2016. Sementara data pajak yang telah disetorkan KKKS sesuai laporan penerimaan PPh Migas untuk tahun buku 2016.

BPK pun mengkonfirmasi ke Devisi Manajemen Resiko dan Perpajakan SKK Migas terkait KKKS yang belum menyelesaikan perpajakannya itu. Setidaknya ada empat hasil konfirmasi yang diperoleh BPK yang tercantum dalam ikhtisar tersebut. (Baca pula: Tiga Institusi Kerja Sama, Pemeriksaan PPh Migas Bisa Selesai 4 Bulan).

Pertama, pajak terutang atau government tax entitlement yang disajikan dalam FQR yang diterima BPK bukan merupakan angka final. Ini karena FQR yang digunakan adalah FQR kuartal empat 2016 original sehingga masih dapat berubah.

Kedua, data laporan penerimaan PPh migas yang disajikan adalah data setoran PPh migas periode Januari sampai Desember 2016 posisi per April 2017. Setoran tersebut masih bergerak sampai KKKS menyampaikan Laporan Penerimaan Negara (LPN) final untuk 2016.

Ketiga, konfirmasi selisih kurang PPh migas belum dapat dilakukan sampai diterbitkannya FQR Final dan LPN Final. Dan keempat, Sampai 21 April 2017, diketahui baru ada beberapa FQR yang berstatus final. Sementara LPN yang berstatus final belum ada yang disampaikan KKKS karena batas waktu penyampaiannya adalah akhir April 2017.

Untuk itu, SKK Migas menilai tindakan KKKS tersebut menyalahi sejumlah peraturan. Pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Tindakan 29 KKKS itu tidak sesuai dengan lima pasal di UU tersebut, salah satunya Pasal 9 ayat 2 yang menyatakan  bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...