Berdayakan 5.000 Desa Tertinggal, BPS Gelar Sensus Wilayah
Badan Pusat Statistik (BPS) akan menerbitkan pendataan potensi desa (Podes) pada akhir tahun ini. Banyak manfaat yang akan diperoleh dari pendataan tersebut, termasuk membantu peningkatan ribuan desa tertinggal menjadi desa berkembang.
Data podes mengklasifikasikan desa berdasarkan tiga kriteria, yaitu desa tertinggal, desa berkembang, dan desa mandiri. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, pemerintah menargetkan 5.000 desa tertinggal akan menjadi desa berkembang dan 2000 desa berkembang menjadi desa mandiri.
(Baca juga: Masyarakat Pedesaan Didorong Fokus Pengembangan Komoditas Unggulan).
Untuk mencapai target itu, Menteri Desa Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo mengatakan tahun ini ada 240 kesepakatan program unggulan kawasan pedesaan (Prukades) yang diikuti oleh 128 kabupaten dan 68 perusahaan senilai Rp 47 triliun. “Sehingga target pengentasan 5.000 desa tertinggal menurut RPJMN tercapai,” kata Eko di kantor BPS, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Menurutnya, saat ini sudah ada beberapa daearah yang mengalami peningkatan, misalnya Pandeglang, Banten, dari 154 desa tertingal tahun lalu tersisa 74 desa. Selain itu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, juga menggunakan modal Prukades senilai Rp 4 triliun untuk berinvestasi perkebunan tebu sehingga menghasilkan dana Rp 86 juta setahun.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan potensi desa (Podes) merupakan pendataan terhadap ketersediaan infrastruktur, potensi sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh setiap wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Untuk mendukung prioritas nasional, BPS mengumpulkan podes yang intinya sensus wilayah administrasi,” kata Suhariyanto.
Menurutnya, podes dilakukan tiga tahun sekali, dan terakhir pada 2014. Data podes penting menjadi sumber data tematik bebasis kewilayahan. Sebab, podes akan menggambarkan potensi setiap desa mulai dari ekonomi, sosial-budaya, hingga prasarana daerah. (Baca juga: Dana Desa Menumpuk di Daerah, Pemerintah Longgarkan Syarat Penyaluran).
Suhariyanto mengatakan, sebanyak 258 desa berbatasan langsung dengan negara lain sementara 300 kelurahan merupakan pulau kecil di Indonesia. Melalui podes 2018, karakteristik infrastruktur yang ada di pulau kecil dan wilayah terluar tersebut dapat terdata. “Sehingga info ini penting untuk wujudkan nawacita ketiga,” ujarnya.
Podes tidak hanya bermanfaat dalam pembangunan desa, juga untuk keperluan perencanaan level nasional dan provinsi seperti pendidikan, ekonomi, pariwisata, dan lainnya. Selain itu, data podes bermanfaat bagi kementerian dan lembaga untuk menyusun indeks kesulitan geografi yang menjadi indikator penting untuk alokasikan jumlah dana desa.
Adapun tujuan dari pendataan podes di antaranya untuk menghasilkan data podes dari lingkup sosial, ekonomi, sarana, prasarana wilayah dan menghasilkan data klasifikasi atau tipologi desa. Selain itu untuk sumber data pemutakhiran peta wilayah kerja statistik dan sebagai informasi dasar untuk Sensus Penduduk 2020.
Hingga saat ini, terdapat dua kendala yang dihadapi oleh BPS dalam mendata podes. Pertama, sulitnya kondisi geografis di Indonesia sehingga petugas mengalami kendala untuk mencapai lokasi. Kedua, selama ini podes menjadi indikator anggaran dana desa setiap tahun. Padahal, pendataan podes hanya tiga kali dalam sepuluh tahun.
(Lihat pula: SKB Empat Menteri Terbit, Rp 18 Triliun Dikucurkan untuk Pekerja Desa).
Untuk meningkatkan ekonomi desa, pemerintah juga menggelontorkan dana desa yang nilainya terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Realisasinya terlihat dalam grafik berikut:
Kementerian Keuangan merilis realiasi penyerapan dana desa pada triwulan pertama 2018 mencapai Rp 10,3 triliun atau 17,1 persen dari total anggaran Rp 60 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya hanya sebesar Rp 7,1 triliun atau 15 persen dari total alokasi.
Meningkatnya realisasi penyerapan dana dipicu oleh percepatan implementasi karya tunai (cash for work) sejak awal 2018. Presiden Joko Widodo memang menetapkan bahwa dana desa difokuskan untuk proyek padat karya mulai Januari 2018 sehingga bermanfaat bagi rakyat di desa. Bukan hanya untuk membeli bahan bangungan, juga untuk membayar upah pekerja.