Ancaman Baru Pidana Manipulator PNBP Diperberat

Rizky Alika
30 Juli 2018, 04:50
Kementerian Keuangan
Arief Kamaludin|KATADATA

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada pertengahan pekan lalu. Dalam ketentuan tersebut, pemerintah menambah aturan pidana penjara bagi masyarakat yang tidak membayar atau melaporkan PNBP terutang dengan tidak sesuai.

Dalam ketentuan yang lama, pidana penjara hanya ditentukan maksimal enam tahun, tanpa ada batas minimal. Dalam regulasi yang baru saat ini, “Ketentuan Pidana berupa denda 4 (empat) kali jumlah PNBP terutang dan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun,” demikian tertulis dalam Pasal 67 BAB XI draft UU PNBP.

Advertisement

(Baca: Revisi UU PNBP Disahkan, Sri Mulyani Sebut Potensi Penerimaan Membesar).

Selain itu, Pasal 68 menjelaskan wajib bayar yang dengan sengaja tidak memberikan dokumen, keterangan, atau bukti lain yang dimiliki, atau memberikan dokumen, keteragan, atau bukti yang tidak benar akan didenda paling banyak Rp 1 miliar atau pidana penjara maksimal setahun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Reza Hafiz mengatakan ketentuan pidana penjara minimal dua tahun sudah cukup berat. Menurutnya, PNBP sifatnya administratif serta tujuannya untuk menambah potensi penerimaan. “Lebih baik sanksinya lebih berat ke denda ketimbang penjara,” kata Reza kepada Katadata.co.id. “Dengan begitu, penerimaan negara bisa lebih optimal.”

Meski demikian, ia menilai sanksi pidana penjara tetap perlu dicantumkan dalam undang-undang sebagai efek kejut. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib bayar. (Baca: Banyak Masalah, Pemerintah Akan Sederhanakan 70 Ribu Tarif PNBP).

Di sisi lain, Undang-Undang PNBP tidak mencantumkan sanksi pidana untuk instansi pengelola atau mitra instansi pengelola PNBP. Padahal, menurut Reza, perlakuan sanksi harus seimbang dalam ketentuan hukum. Terlebih lagi, instansi pengelola tersebut berada di kementerian atau lembaga yang harus menjadi contoh bagi wajib bayar. “Bagaimana ketika kesalahannya terbukti ada di instansi pengelola?” ujar dia.

(Lihat juga: Penerimaan Negara Tembus Rp 830 T, Sri Mulyani Ramal Target Terlampaui).

Sebelum UU PNBP yang baru, aturan PNBP mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 1997, atau telah berlaku kurang lebih 21 tahun. Perkembangannya, dalam implementasi UU PNBP tersebut ditemukan ada pungutan yang tidak memiliki dasar hukum kuat, PNBP yang terlambat/tidak disetor ke kas negara, maupun penggunaan langsung PNBP di luar mekanisme APBN.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement