Idrus Marham Dituntut 5 Tahun Penjara dalam Kasus PLTU Riau 1

Muchamad Nafi
21 Maret 2019, 15:37
Idrus Marham bersiap untuk menjalani pemeriksaan kasus dugaan suap proyel PLTU Riau-1 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018). Idrus Marham akhirnya dituntut lima tahun penjara.
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Idrus Marham bersiap untuk menjalani pemeriksaan kasus dugaan suap proyel PLTU Riau-1 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Idrus Marham dituntut lima tahun penjara dalam dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini dinilai terbukti bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih menerima Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lie Putra Setiawan menyatakan tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu,” kata Lie di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/3). Selain itu menuntut denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Menurut Lie, hal yang memberatkan yaitu perbuatan Idrus tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Adapun yang meringankan lantaran terdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan, belum pernah dipidana, dan tidak menikmati hasil kejahatannya.

(Baca: Kasus PLTU Riau, Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara)

Jaksa juga tidak menuntut pidana tambahan berupa uang pengganti maupun pencabutan hak politik bekas Menteri Sosial itu karena sudah dibebankan kepada Eni. Terhadap Eni telah dimintakan uang pengganti Rp 10,35 miliar dan Sing$ 40 ribu. Termasuk di dalamnya Rp 2,25 miliar yang Eni terima untuk pelaksanaan munaslub Partai Golkar. “Karenanya terhadap terdakwa tidak dikenakan lagi pembayaran uang pengganti,” kata Heradian Salipi, jaksa lainnya.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1). Ini proyek yang digarap PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi, Blackgold Natural Resources Ltd, dan China Huadian Engineering Company Ltd.

Menurut Herdian, selain untuk mengumpulkan dana munaslub Partai Golkar, ada kebutuhan bagi kepentingan kampanye suami Eni selaku calon bupati di Temanggung. Dalam hal ini  ditindaklanjuti oleh Idrus dan Eni Maulani dengan pertemuan dua kali di kantor Johanes Budisturisno Kotjo.

Runutan Kasus Dugaan Korupsi PLTU MT Riau-1

Awalnya, kata jaksa, pengurusan IPP PLTU MT RIAU-1 dilakukan Eni dengan melaporkan ke mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Namun setelah Setya ditahan KPK dalam kasus KTP elektronik, Eni Maulani melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 ke Idrus Marham.

Dalam komunikasi tersebut, Idrus selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar mengarahkan Eni Saragih selaku bendahara untuk meminta US$ 2,5 juta kepada Johanes Kotjo. Pada 25 November 2017, Eni mengirim pesan whatsapp  kepada Johanes Kotjo untuk meminta US$ 3 juta  dan Sing$ 400 ribu yang dijawab “Senin di darat deh”.

(Baca: Eni Saragih Sebut Terima SGD 10 Ribu dari Staf Menteri Jonan)

Pada 15 Desember 2017, Idrus bersama Eni menemui Kotjo di kantornya di Graha BIP Jakarta. Dalam pertemuan itu, Kotjo menyampaikan fee sebesar 2,5 persen yang akan diberikan ke Eni jika proyek PLTU MT RIAU 1 berhasil terlaksana. Lalu, pada 18 Desember 2017, Kotjo memerintahkan sekretaris pribadinya untuk memberikan Rp 2 miliar kepada Idrus dan Eni melalui Tahta Maharaya di graha BIP.

Pada 27 Mei 2018, Eni mengirimkan WA lagi untuk meminta Rp 10 miliar guna keperluan pilkada suaminya yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung yaitu Muhammad Al Khadziq. Uang itu diperhitungkan dengan besaran fee yang akan dibagi oleh Kotjo setelah proyek PLTU MT RIAU-1 berhasil. Namun Johanes Kotjo menolak permintaan tersebut dengan mengatakan, “saat ini cashflow lagi seret”.

Karena WA Eni tidak ditanggapi, menurut jaksa, Idrus dan Eni menemui Kotjo di kantornya pada 5 Juni 2018 dan meminta Kotjo memenuhi permintaan Eni dengan mengatakan, “tolong adik saya ini dibantu...buat pilkada.”

Pada 8 Juni 2018, Eni kembali meminta Idrus menghubungi Kotjo, yang kemudian menghubunginya melalui WA dengan kalimat, “Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco. Tks”. Setelah mendapat pesan tersebut, Kotjo memberikan uang Rp 250 juta kepada Eni malalui Tahta Maharaya di kantornya pada 8 Juni 2018.

(Baca: Kasus PLTU Riau, Eni Saragih Didakwa Terima Suap Rp 4,75 Miliar)

Dari total penerimaan uang dari Johanes Kotjo sejumlah Rp 2,25 miliar, senilai Rp 713 juta diserahkan oleh Eni Maulani Saragih selaku bendahara kepada Muhammad Sarmuji selaku Wakil Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar tahun 2017.

Atas tuntutan ini, Idrus Marham akan mengajukan pledoi pada 28 Maret 2019.

Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Lalu, ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan Sing$ 40 ribu.

Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...