Perang Dagang Kembali Pecah, Tiongkok Tarik Tarif 25% atas Produk AS
Perang dagang antara dua negara adidaya memanas, setelah Tiongkok pada Senin (14/5) waktu setempat menyatakan rencana pengenaan tarif impor sebesar 5%-25% terhadap 5.140 produk senilai US$ 60 miliar (sekitar Rp 866 triliun). Langkah ini merupakan balasan Tiongkok setelah AS menaikkan tarif sebesar US$ 200 miliar untuk produk Tiongkok.
Tarif balasan akan mulai diterapkan pada 1 Juni mendatang. "Penyesuaian tarif tambahan ini merupakan respons terhadap sikap unilateralisme dan proteksionisme AS," kata Kementerian Keuangan Tiongkok, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/5).
Sejumlah komoditas AS yang terdampak tarif baru Tiongkok di antaranya jenis sayuran beku dan gas alam cair (LNG). Tiongkok mengatakan pihaknya tidak akan pernah menyerah terhadap tekanan eksternal dan menyebut pintu negosiasi selalu terbuka. Namun mereka akan membela kepentingan nasional.
(Baca: Tiongkok Serang Balik, Petani AS Marah Kepada Pemerintah Trump)
Dalam komentarnya, televisi pemerintah Tiongkok juga mengatakan pengaruh tarif AS terhadap perekonomian Tiongkok sepenuhnya dapat dikendalikan.
Sementara di hari yang sama, Presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada pertemuan puncak G20 bulan depan. "Mungkin sesuatu akan terjadi," kata Trump dalam sambutannya di Gedung Putih.
(Baca: Tensi Perang Dagang Naik, Rupiah Terus Melemah ke 14.500 per Dolar AS)
Petani AS akan menjadi salah satu pihak yang paling terpukul dari pengenaan tarif Tiongkok, dengan penjualan kedelai ke Tiongkok yang anjlok dan bursa komoditas kedelai AS mencapai level terendah dalam satu dekade. Untuk mengantisipasinya, Trump mengatakan pemerintahannya berencana menyediakan dana sekitar US$ 15 miliar untuk membantu para petani yang produknya kemungkinan menjadi target tarif Tiongkok.
Petani merupakan konstituen politik Partai Republik Trump menuju pemilihan presiden dan kongres 2020, semakin tertekan dengan adanya pembicaraan perdagangan yang berlarut-larut dan kegagalan kesepakatan dagang AS-Tiongkok.
Sementara itu, Kantor Perwakilan Dagang AS juga mengungkapkan bahwa pihaknya berencana mengadakan dengar pendapat publik bulan depan terkait kemungkinan menaikkan bea impor higga 25% senilai US$ 300 miliar untuk produk Tiongkok. Ponsel dan laptop akan masuk dalam daftar tersebut, tetapi obat-obatan akan dikecualikan.
(Baca: Terpukul Perang Dagang, Rupiah Kian Lemah Dekati 14.500 per Dolar AS)
Sengketa dagang AS-Tiongkok yang semakin panas langsung berdampak pada bursa saham dan menyebabkan investor marak melakukan aksi jual dalam sepekan terakhir.
Indeks saham global anjlok 1,9% pada hari Senin kemarin, yang merupakan penurunan terbesar dalam lebih dari lima bulan terakhir. Sementara itu, mata uang yuan Tiongkok jatuh ke level terendah sejak Desember dan harga pun minyak merosot.