Era Transformasi Digital, OJK Posisikan Diri Sebagai Stabilisator
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Indonesia masih dalam tahap transformasi digital dalam pengembangan teknologi finansial (fintech). Oleh karena itu, pemerintah mengambil posisi untuk menjadi stabilisator antara lembaga keuangan formal serta startup digital.
Direktur Eksekutif Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani mengungkapkan bahwa OJK harus obyektif namun tetap antisipasi teknologi. "Artinya, kami yang harus bisa berubah, tadinya kami sangat ketat, sekarang kami harus mendengar usulan pelaku usaha," kata Triyono di Jakarta, Selasa (18/6).
Dia mengatakan OJK siap untuk mengakomodasi hal baru yang tidak melanggar aturan. Bahkan, OJK akan menerbitkan aturan adaptasi seperti Peraturan OJK, selama bukan regulasi yang menentang undang-undang. Menurutnya, aturan-aturan itu menjadi bukti sukses OJK dalam masa transisi.
Menurut Triyono OJK cukup memberikan ruang kepada pelaku usaha, berbeda jika dibandingkan dengan regulator negara lain yang masih ketat seperti Singapura. "Kami ingin berada di pasar, berkembang bersama tetapi memastikan keamanan, proteksi, dan stabilitas," ujarnya.
(Baca: OJK Harap UU Data Pribadi Dapat Cegah Fintech Lending Ilegal)
Dia menambahkan, stabilitas sebuah lembaga keuangan sangat penting untuk mengejar inklusivitas keuangan masyarakat kelas bawah. Alasannya, mayoritas pengguna lembaga finansial baru sangat reaktif terhadap kegagalan, sehingga keamanan bisa meyakinkan masyarakat.
Menurutnya, OJK sangat terbuka terhadap pemain baru untuk lembaga finansial digital karena tipe usaha yang dibatasi. Dia membandingkan perbankan formal lebih ketat karena modal Rp 3 triliun bisa menggunakan semua jenis usaha finansial.
Pada sisi digital, Chief Marketing Officer Koinworks Jonathan Bryan mengungkapkan transformasi digital memicu terbitnya banyak sekali sistem pembayaran. Sehingga, startup melihat kesempatan untuk menarik minat pemilik smartphone sekaligus mengedukasi masyarakat.
Dia mengungkapkan investment peer-to-peer yang jadi produk Koinworks juga tetap mematuhi aturan OJK. "Semua harus kelihatan dan transparan, meski kita masih dalam posisi transformasi," kata Jonathan.
(Baca: IMF Peringatkan Jika Fintech Tak Diatur akan Ganggu Sistem Keuangan)
Koinworks mengklaim telah memegang sekitar 50% investor yang terdaftar di OJK serta pendanaan bisa menghasilkan return 20% per tahun. Sementara itu, Non-Performing Loan (NPL) di KoinWorks hanya 0,8%.
Dari sisi perbankan, Vice President (VP) Digital Banking Bank Mandiri Budi Prasetyo menjelaskan lembaga formal juga adaptasi terhadap teknologi. Dia mencontohkan, akses layanan perbankan formal sekarang sudah bisa melalui aplikasi pihak ketiga.
Budi menambahkan, perbankan harus memanfaatkan inovasi keuangan digital. Application Programming Interface (API) memungkinkan proses top-up uang elektronik Mandiri e-money lewat e-commerce, selain platform konvensional ATM dan mobile banking.
Menurutnya, inovasi digital mampu memicu efisiensi. "Hanya, tentu saja inovasi ini harus bisa terukur risikonya," ujar Budi.