Memotret Fenomena Buzzer dan Influencer Politik Indonesia

Pingit Aria
9 Oktober 2019, 16:34
Pinterest Sosial Media
PXhere.com

Kasus penganiayaan Ninoy Karundeng hingga cuitan kontroversial Denny Siregar mencuatkan keberadaan buzzer politik di media sosial. Adanya pihak yang mengaitkan beberapa buzzer ini dengan Istana membuat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko turut berkomentar.

Moeldoko membantah jika dirinya dianggap sebagai pemegang komando para buzzer pro-pemerintah. "Justru kami mengimbau jangan lagi seperti itu. Beberapa kali saya sudah ngomong kan," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10).

Moeldoko justru menilai aktivitas para buzzer pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial merugikan. Sebab, konten yang disampaikan oleh para buzzer kerap kali berupa disinformasi.

Aktivitas buzzer yang merugikan tersebut, kata Moeldoko, seperti ketika buzzer seperti Denny Siregar menyebarkan kabar ada ambulans milik Pemprov DKI Jakarta yang membawa batu. Hal lain yang menjadi sorotan Moeldoko dari para buzzer terkait penyebaran tangkapan layar grup Whatsapp pelajar STM, yang diduga di dalamnya berisikan personel kepolisian.

(Baca: Dengung Propaganda Politik di Media Sosial)

Moeldoko juga sepakat jika para buzzer di media sosial perlu ditertibkan. Ini berlaku tidak hanya terhadap yang pro-pemerintah, tetapi juga buzzer oposisi. "Ini memang persoalan kita semua. Kedua belah pihak, bukan hanya satu pihak," katanya, Kamis (3/10).

Keberadaan buzzer di Indonesia terekam dalam riset Universitas Oxford yang bertajuk The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation.

Dari kajian Oxford, 87% negara menggunakan akun manusia, 80% akun bot, 11% akun cyborg, dan 7% menggunakan akun yang diretas. Secara umum, pasukan siber Indonesia menggunakan akun bot dan yang dikelola manusia.

Mereka membanjiri media sosial dengan tujuan menyebarkan propaganda pro pemerintah atau partai politik, menyerang kampanye, mengalihkan isu penting, polarisasi, dan menekan pihak yang berseberangan.

Jenis pasukan siber, menurut Oxford Internet Institute, dibagi menjadi empat menurut besarnya ukuran tim dan waktu kontrak, serta kemampuan strategi dan anggaran. Keempatnya yakni, minimal cyber troop teams, low cyber troop capacity, medium cyber troop capacity, dan high troop capacity.

Indonesia disebut menempati kategori low cyber troop capacity atau pasukan siber dengan kapasitas rendah. Para buzzer di Indonesia biasanya tidak dikontrak secara permanen, dan dibayar antara Rp 1 - 50 juta.

Lalu, apa sebenarya buzzer atau pendengung itu? Apa bedanya dengan influencer?

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...