Harga Minyak Kembali Jatuh Dipicu Keresahan Perlambatan Ekonomi Dunia
Harga minyak mentah dunia kembali melemah. Kekhawatiran pasar terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok disinyalir menjadi faktor utama yang menekan harga minyak.
Melansir Reuters, harga minyak berjangka Brent pada perdagangan Rabu (13/11), turun 12 sen menjadi US$ 62,06 per barel dibanding perdagangan sebelumnya. Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 18 sen ke level US$ 56,62 per barel.
Harga minyak terus tergelicir sejak awal pekan ini yang dipicu oleh kemunduran negosiasi dagang AS-Tiongkok. Hal ini lantas menimbulkan ketidakpastian komitmen penyelesaian perang dagang yang telah berlangsung selama 16 bulan.
(Baca: Harga Minyak Turun Dipicu Keresahan Negosiasi Dagang & Banjir Pasokan)
Perang dagang juga telah membuat analis memangkas prospek permintaan minyak sejalan dengan perlambatan ekonomi global.
Trump dalam pidatonya di The Economic Club New York pada Selasa (12/11) waktu setempat, mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan akan segera terjadi. Namun, kesepakatan hanya akan diterima jika menguntungkan bagi pekerja dan perusahaan AS.
Ia juga menyatakan siap menaikkan tarif pada barang-barang Tiongkok yang dinilai sangat penting, jika kesepakatan dengan AS tak tercapai.
Padahal sebelumnya, harga minyak memperoleh dukungan kenaikan seiring data penurunan persediaan minyak mentah di Cushing, sebesar 1,2 juta barel selama sepekan hingga 8 November 2019, kata para pedagang, mengutip perusahaan intelijen pasar Genscape.
Persediaan minyak di hub turun setelah kebocoran lebih dari 9.000 barel, yang kemudian menjadikan sistem pipa minyak mentah Keystone 590.000 barel per hari ditutup pada akhir Oktober. Saluran tersebut kini telah beroperasi dengan tekanan yang berkurang.
(Baca: Imbas Perang Dagang, Harga Minyak Indonesia Oktober Turun Jadi US$ 59)
Sentimen harga minyak datang dari Timur Tengah. Oman, salah satu produsen luar yang bekerja dengan OPEC, mengatakan pada Senin lalu bahwa aliansi itu mungkin akan memperpanjang perjanjian tetapi tidak mungkin meningkatkan ukuran pengurangan pasokan.
Dalam perkembangan mengenai sisi suplai, Goldman Sachs memangkas perkiraan pertumbuhan produksi minyak AS untuk 2020, yang melonjak dalam beberapa tahun terakhir dan membantu menjaga harga.
"Pasar macet antara persepsi kelebihan pasokan 2020 dan memperkuat pasar fisik untuk minyak secara global," kata Scott Shelton, broker di ICAP di Durham.