Erick Sebut Jokowi Beri Persetujuan Holding BUMN Asuransi Hari Ini
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal memberikan persetujuan atas pembentukan holding BUMN asuransi pada hari ini (23/12). Pendirian induk usaha ini merupakan bagian dari upaya menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya.
“Semoga hari ini akan ada persetujuan dari Presiden untuk pembentukan holding (BUMN) asuransi,” kata Erick di SPBU MT Haryono, Jakarta, hari ini (23/12).
Erick mengatakan, pembentukan holding BUMN asuransi itu bertujuan untuk memberikan kepastian atas pengembalian dana para nasabah Jiwasraya. Menurut Erick, langkah ini dapat menghasilkan dana segar hingga Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun per tahunnya.
Dengan begitu, langkah tersebut dapat memperbaiki arus kas Jiwasraya. (Baca: Erick Thohir Sambut Rekomendasi DPR dalam Kasus Jiwasraya)
Selama ini, para nasabah kebingungan meminta dananya yang ada di Jiwasraya. Namun, perusahaan tak mampu membayar klaim polis Rp 12,4 triliun untuk periode Oktober-November 2019.
Karena itu, Erick memutuskan untuk membentuk holding BUMN asuransi. “Supaya ada kepastian pendanaan buat para nasabah per hari ini,” kata Erick.
Setelah disetujui Jokowi, Erick menyebut proses pembentukan holding BUMN asuransi akan memakan waktu satu hingga dua bulan. Meski begitu itu, ia mengaku punya dua strategi lain untuk menyelamatkan Jiwasraya.
Hanya saja, dia enggan mengungkapkan strategi tersebut. “Tentu saya belum bisa bicara langkah kedua dan ketiga secara korporasi. Takutnya salah persepsi. Tapi pemerintah pasti akan berikan solusi, supaya ada kepastian,” kata Erick.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko sebelumnya mengatakan, kemelut di Jiwasraya terjadi sejak beberapa tahun lalu. Ia baru mengetahui masalah ini setelah mulai memimpin pada akhir tahun lalu.
(Baca: Kronologi Kemelut Jiwasraya dari Masa SBY hingga Jokowi)
Hexana juga mengaku tidak menemukan hasil audit keuangan perusahaan yang kredibel dalam lima tahun terakhir. Hanya audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2015 yang menurutnya bisa dipercaya.
Ia menjelaskan, salah satu sumber permasalahan Jiwasraya yakni gagal dalam pembentukan harga produk Saving Plan. Pada produk tersebut, BUMN asuransi ini menjanjikan imbal hasil tinggi kepada nasabah. Padahal, hal ini tak sesuai dengan kondisi pasar.
Perusahaan juga sebelumnbya tidak berhati-hati dalam menginvestasikan premi. Berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 30% premi harus diinvestasikan ke surat utang negara. Namun, Jiwasraya malah menempatkan sebagian besar investasi pada reksa dana dan saham.
"Sebab, kalau pakai surat utang negara, itu tidak akan pernah mengejar janji return ke nasabah. Makanya, ke saham dan reksa dana saham," ujar Hexana.
(Baca: Sebelum Jiwasraya, Tiga Asuransi Juga Alami Masalah Gagal Bayar)
Selain itu, Jiwasraya tidak melakukan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). “GCG tidak diterapkan dengan baik, jadi tidak ada kontrol. Audit investasi bahkan tidak ada selama ini, baru ada 2018," kata dia.
Berdasarkan dokumen Rapat Dengar Pendapat (RDP) Jiwasraya sebelumnya, pembentukan holding merupakan salah satu skema penyelamatan BUMN asuransi itu. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau BPUI yang digadang-gadang akan menjadi induk usaha.
Nantinya, Bahana diharapkan dapat memberikan suntikan modal kepada Jiwasraya dengan menebitkan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond (MCB). MCB tersebut akan diserap oleh beberapa BUMN. Skema ini diperkirakan menghasilkan tambahan likuiditas Rp 7 triliun untuk Jiwasraya.
Per September 2019, ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp 24 triliun. BUMN ini diperkirakan membutuhkan likuiditas Rp 32 triliun untuk memenuhi ketentuan permodalan OJK atau RBC sebesar 120%.
(Baca: Tak Cuma Mantan Pengurus Jiwasraya, DPR Minta Periksa Juga Pejabat OJK)