Terus Naik, Harga Minyak Sentuh Level Tertingginya Sejak September
Harga minyak dunia hari ini, Jumat (27/12), menyentuh level tertingginya selama tiga bulan terakhir didorong tingginya konsumsi menjelang akhir tahun, optimisme perjanjian dagang tahap I Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, serta pemangkasan produksi minyak negara-negara OPEC+Rusia.
Menurut data Bloomberg, harga minyak jenis Brent naik US$ 13 sen atau 0,2% ke level US$ 68,5 per barel, sedangkan minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) juga naik US$ 13 sen atau 0,2% ke level US$ 61,81 per barel.
Adapun minyak jenis Brent sepanjang tahun ini telah melonjak hingga lebih dari 25%, sedangkan minyak jenis WTI naik 35%. Bulan ini saja harga kedua jenis minyak mentah tersebut telah melonjak hampir 12% dengan menyentuh harga tertingginya sejak September 2019.
Kenaikan harga minyak sepanjang tahun ini salah satunya didorong oleh pemangkasan produksi negara-negara pengekspor minyak (OPEC), termasuk Rusia.
(Baca: Kesepakatan Dagang AS & Komitmen Pasokan OPEC Kerek Harga Minyak Dunia)
Apalagi, awal bulan ini negara-negara OPEC dan sekutunya pun sepakat untuk memperpanjang masa pemangkasan produksi dan memangkas produksi lebih dalam lagi untuk menopang harga minyak. Sehingga harga minyak masih berpotensi untuk terus naik.
Sementara itu The American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak mentah AS yang turun hingga 7,9 juta barel sepanjang pekan lalu turut menopang kenaikan harga minyak. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak Agustus, dan lebih besar dari prediksi pasar yang hanya sebesar 1,5 juta barel.
Di sisi lain optimisme seputar penandatanganan perjanjian dagang tahap I AS-Tiongkok juga turut menopang harga minyak. Pasalnya perang dagang telah menekan prospek pertumbuhan ekonomi global, yang juga akan berdampak terhadap permintaan minyak mentah.
Sementara itu tren belanja yang tinggi di AS pada liburan natal hingga tahun baru turut berdampak positif terhadap harga minyak. Tingginya belanja di AS menunjukkan optimisme pasar dan kondisi perekonomian AS yang positif meskipun penandatanganan perjanjian dagang tahap I belum terlaksana.
(Baca: Tiga Pekan Menguat, Harga Minyak Kembali Tertekan Akibat Isu Pasokan)