Pemerintah Siapkan 240 Ribu Lampu Tenaga Surya Terangi Desa Terpencil

Anggita Rezki Amelia
27 Juni 2017, 16:00
Panel Surya PLN
Donang Wahyu|KATADATA
Petugas PLN mengecek panel surya di rumah pelanggan di Jalan Mangunsankoro, Menteng, Jakarta Pusat. Hingga saat ini sudah ada sejumlah pelanggan yang memanfaatkan panel surya dan melakukan barter energi listrik dengan PLN.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, prinsip kerja LTSHE yakni berupa panel surya yang menangkap energi yang terkandung dalam cahaya sinar matahari, lalu mengubahnya menjadi energi listrik yang kemudian menyimpan energi tersebut di dalam baterai. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya disimpan di dalam baterai yang kemudian akan digunakan sebagai energi untuk menyalakan lampu tersebut. 

(Baca: Pemerintah Alihkan Subsidi Listrik untuk Terangi Daerah Terpencil)

Lampu LTSHE menggunakan teknologi ultra efisien light emiting Diode (LED) 3 Watt setara dengan lampu pijar 25 Watt yang terintegrasi dengan lithium energi storage pack  (batery litihium) dan chip manajemen energi. LTSHE dapat menyala selama 6 jam, 12 jam atau dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam. 

Selain LTSHE, ada 10 program prioritas lainnnya yang akan dikerjakan Kementerian ESDM untuk mengembangkan sumber energi baru terbarukan tahun depan. Di antaranya membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro  sebanyak tiga unit di Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Kemudian  Pembangkit listrik tenaga minihidro sebanyak dua unit di Papua yakni Oksibil dan Ilaga, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat skala besar di Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 1 MW. Ada juga pembangunan PLTS rooftop (atap) sebanyak 158 unit di 150 pos penjaga TNI dan 8 titik di pos pengamat gunung berapi di sepanjang wilayah Indonesia.

Sebelas program prioritas tersebut membutuhkan dana Rp 1,14 triliun. Sementara total anggaran sektor EBTKE yang diusulkan Kementerian ESDM kepada DPR tahun depan sebesar Rp 1,36 triliun, meningkat dibandingkan alokasi anggaran tahun ini yang hanya mencapai Rp 1,32 triliun. 

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi menganggap pengembangan energi baru terbarukan memang harus dioptimalkan karena potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar. Apalagi pada 2025 target bauran energi harus mencapai 22,5 persen. Saat ini hanya delapan persen.  

Menurut Rinaldy penyebabnya adalah harga listrik yang dihasilkan dari  EBT yang masih mahal. Untuk itu pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus agar energi terbarukan bisa berkembang dan menarik. "Prediksi saya, kalau dari sekarang kita bisa membuat perencanaan yang tepat, tahun 2050 Energi Terbarukan di Indonesia bisa mencapai 75 persen," kata dia kepada Katadata, Jumat (23/6). 

(Baca: Jonan Pesimistis Penggunaan Energi Terbarukan Capai Target)

Senada dengan Rinaldy,  Pengamat sektor energi dan juga Dosen Universitas Gadjah Mada Fahmi Radi mengatakan pemerintah perlu untuk turun tangan memberi solusi agar harga listrik EBT murah. "Pemerintah perlu memberikan subsidi agar harga terjangkau dan bisa bersaing dengan energi fosil," kata dia. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...