Freeport Setop Ekspor, Potensi Rugi Negara Rp 100 Miliar Sebulan
Namun, Freeport masih ingin menegosiasikan beberapa poin dengan pemerintah, di antaranya kebijakan fiskal untuk IUPK. Perusahaan ini ingin persentase pajak yang dikenakan tidak berubah atau pajak tetap (nail down). Padahal jika sudah menjadi IUPK semestinya pajaknya berubah dari waktu ke waktu (prevailing).
Bahkan, Freeport belakangan menolak IUPK dan menuntut KK tetap berlaku. Alasannya, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara menyatakan bahwa KK yang dikantonginya masih tetap sah berlaku hingga jangka waktunya berakhir pada 2021.
Di sisi lain, pemerintah sudah menerbitkan IUPK Freeport. Direktorat Jenderal Minerba juga sudah menerbitkan rekomendasi ekspor pada 17 Februari 2017 lalu. Namun, sejalan dengan perubahan sikapnya, Freeport pun menolak rekomendasi tersebut.
Sekadar informasi, mengacu pada perhitungan Freeport, selama lima tahun terakhir, perusahaan telah memberi manfaat langsung kepada pemerintah sebesar US$ 2,8 miliar atau setara Rp 37,5 triliun. Manfaat langsung yang dimaksud berupa pajak, royalti atau bea, dan dividen.
Adapun manfaat langsung di masa depan, yakni selama jangka waktu KK jika diperpanjang sampai tahun 2041 mencapai US$ 43 miliar atau setara Rp 575,13 triliun.
Manfaat Langsung | Sejak KK – 1991 | 2012 – 2016 |
Pajak-pajak | US$ 13,109 miliar | US$ 1,978 miliar |
Royalti/bea | US$ 2,169 miliar | US$ 817 juta |
Dividen | US$ 1,287 miliar | 0 |
Total | US$ 16,565 miliar | US$ 2,795 miliar |
Porsi Pemerintah | 60 % | 100% |
Dividen ke induk usaha Freeport | US$ 10,795 miliar (40 %) | 0 (0 %) |