Kementerian Energi Tolak Permintaan Pajak Tetap Freeport

Anggita Rezki Amelia
8 Februari 2017, 12:28
Freeport Indonesia
Arief Kamaludin | Katadata

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak permintaan PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan fasilitas perpajakan tetap (nail down). Freeport mengajukan permintaan ini terkait kewajibannya mengubah status Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan Freeport harus tetap tunduk pada peraturan yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini aturan perpajakan yang berlaku persentasenya berubah dari waktu ke waktu (prevailing). 

"Saya men-challenge (Freeport) dengan aturan yang ada di Amerika sana, tidak ada nail down, adanya prevailing. Kalau mau debat boleh, tax itu berubah tiap tahunnya di sana," kata di di Kementerian ESDM, Selasa (7/2).  (Baca: Freeport Minta Syarat Ubah Kontrak, Arcandra: Harus Tunduk Aturan)

Perubahan pajak tetap menjadi pajak prevailing tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Freeport dalam mengubah kontraknya menjadi IUPK. Jika Freeport tetap menginginkan fasilitas perpajakan tetap, maka pemerintah menghormati Freeport untuk tetap menerapkan KK hingga akhir kontraknya. Dengan opsi tersebut, Freeport tidak akan mendapatkan izin ekspor dari pemerintah.

Arcandra menyadari kegiatan operasional Freeport bisa terhambat, jika perusahaan tersebut tidak bisa ekspor. Makanya dia dia menyarankan agar Freeport mengubah status kontraknya menjadi IUPK sementara. Ini merupakan jalan tengah terbaik saat ini.

Menurutnya, pemerintah tidak mungkin memenuhi 100 persen permintaan Freeport dalam negosiasi perubahan KK ke IUPK. "Itu namanya pemaksaan atau ancaman kalau 100 persen. Kami lihat (dulu) probemnya apa. IUPK sementara ini kita lihat saat ini sebagai jalan tengah," kata dia. (Baca: Freeport Minta 'Keringanan' Pajak, Sri Mulyani Belum Setuju)

Di sisi lain, President and Chief Executive Officer Freeport McMoran, Richard C Adherson mengatakan dalam kontrak karya telah ditentukan bahwa Freeport berhak mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau pembayaran pajak ekspor.

Berhentinya ekspor mineral saat ini berpengaruh signifikan terhadap kegiatan operasi Freeport. Setiap keterlambatan ekspor per bulan, Freeport akan mengurangi produksi tembaga sekitar 70 juta pounds dan emas sebanyak 70 ribu ons.

Karena belum mendapatkan izin ekspor, Freeport akan melakukan tindakan jangka pendek seperti mengurangi produksi agar sesuai dengan kapasitas domestik. Selain itu Freeport akan menyesuaikan struktur biaya, mengurangi tenaga kerja, dan belanja dengan pemasok lokal, serta menangguhkan investasi pada proyek-proyek pembangunan bawah tanah serta smelter baru.  (Baca juga: Janjikan 2 Komitmen, Freeport Ajukan Perpanjangan Izin Ekspor)

Dia menyatakan Freeport mau mengubah kontraknya menjadi IUPK, tapi dengan catatan disertai perjanjian stabilitas investasi dan jaminan kepastian hukum dan fiskal bagi Freeport. “Freeport sedang mempertimbangkan alternatif untuk menegakkan hak kontraktual sementara terus bekerja dengan itikad baik untuk mencapai kesepakatan yang saling memuaskan dengan pemerintah Indonesia," kata Adherson dalam keterangannya pekan lalu.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...