Berkah Pengembangan Energi Baru RI dari Proyek PLTS Jumbo Australia

Image title
22 September 2020, 14:49
plts, plts atap, pembangkit listrik, energi baru terbarukan, kementerian esdm, sun cable, australia
123rf.com
Ilustrasi. Australia berencana mengekspor listrik ke Singapura pada 2027 melalui pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS berskala jumbo.

Kementerian ESDM mencatat pelanggan PLN yang telah memasang PLTS Atap terus bertambah dari tahun ke tahun. Angkanya mencapai 2.346 pelanggan pada Juni 2020 dengan total kapasitas mencapai 11,5 megawatt (MW). Para pelanggan telah memasang pembangkit tersebut di 16 provinsi.

Sejak Desember 2018, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini, jumlah pelanggan yang memasang PLTS Atap menunjukkan peningkatan. Lebih dari 80% pemakainya merupakan pelanggan rumah tangga.

Angka terbanyak dari DKI Jakarta, yakni 703 orang pelanggan. Jawa Barat menyusul di urutan kedua dengan 656 pelanggan pemasang PLTS Atap. Kemudian Banten (544 pelanggan) dan Jawa Timur (191 pelanggan).

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris, sebelumnya menyebutkan pemerintah tengah menyiapkan konsep soal subsidi PLTS Atap. Upaya ini sebagai langkah mengejar target bauran energi terbarukan. “Kami mencoba menyisihkan atau memindahkan peruntukkan subsidi ke PLTS atap,” kata Harris.

Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) justru melihat adanya peluang kerja sama dengan berjalannya megaproyek jumbo yang sedang dikerjakan Autralia tersebut. Kerja sama ini dapat saling melengkapi keamanan energi suatu negara dan mendukung pasokan listrik yang semakin kompetitif dan terjangkau.

Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang berpendapat, proyek AAPL ini dapat berdampak positif bagi sistem kelistrikan Indonesia agar semakin kompetitif. "Sudah waktunya berpikir ke arah sistem regional dengan potensi kerja sama interkoneksi sehingga terintegrasi," ujarnya.

Proyek AAPL juga dapat merangsang pertumbuhan konsumsi listrik per kapita yang masih rendah di Asia Tenggara. Lalu, PLTS tersebut dapat menciptakan transfer ilmu sehingga energi terbarukan dapat mengejar skala keekonomian. "Sinergi ini yang harus dilihat sebagai peluang untuk Indonesia," kata dia.

Pembentukan Badan Pengelola EBT

Guna mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 23% di 2025, DPR dan pemerintah tengah mengggodok rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU EBT. Rancangannya telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

DPR menerima usulan dan masukan dari berbagai pihak untuk penyusunan RUU EBT. Pembahasannya melibatkan pemerintah dan kalangan pengusahaan. Harapannya, investasi di sektor ini mulai tumbuh.

Dari berbagai usulan yang masuk, pemerintah dan DPR disarankan untuk membentuk badan pengelola EBT. Badan ini dapat bertugas menyusun strategi implementasi energi terbarukan untuk mencapai kebutuhan energi nasional.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi Terbarukan Halim Kalla menyebut pengembangan energi baru terbarukan berjalan lamban. Pemicunya, regulasi yang berubah-ubah sehingga pelaku usaha setengah hati terjun ke bisnis ini.

Melalui RUU EBT ini, serta melihat kondisi yang ada, Kadin mengusulkan agar segera dibentuk badan pengelola yang bertanggung jawab mengatur dan mempercepat pemanfaatan EBT. "Badan pengatur ini mengawasi betul, baik aturan main dan lokasi, sehingga memacu pemerintah meningkatkan porsi bauran EBT," kata Halim.

Masyarakat Energi Baru Terbarukan (METI) sebelumnya mengusulkan adanya badan pengelola yang bertanggung jawab mengatur sumber energi baru terbarukan secara independen. Ketua METI Surya Darma mengatakan badan tersebut dapat bertugas menyusun strategi implementasi EBT untuk mencapai kebutuhan energi nasional.

Dalam menjalankan tugasnya, badan pengelola energi terbarukan atau BPET diharapkan dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait, badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, BUMDes, koperasi, swasta, maupun perorangan. "Ini sama sekali belum diatur dalam draf UU EBT. Ini perlu dibentuk," ujarnya.

Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Wiluyo Kusdwihatmo juga mendorong perlunya pembentukan BPET. Pasalnya, badan ini mempunyai ruang lingkup dan tanggung jawab guna memastikan efektifitas pengendalian pelaksanaan kegiatan usaha dan pemanfaatan EBT.

Selain itu, tugas BPET juga dapat mengelola proses EBT untuk menggantikan energi fosil secara bertahap. Lalu, badan ini juga dapat memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah serta memberi dukungan kebijakan regulasi, menyiapkan konsep pendanaan rendah karbon, dan implementasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN). "Kami menyarankan, perlu dibentuk badan pelakasana EBT," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...