Pengusaha Keluhkan Kemampuan PGN Pasok Gas Harga Khusus di Jawa Timur
Sektor industri dapat menghitung kemampuan ke depan sehingga akan memicu investasi untuk penambahan kapasitas terpasang. "Kalau tidak ada kepastian harga, maka investasi pasti tidak akan terjadi. Dunia usaha memerlukan kepastian. Hanya ini kuncinya" ucapnya.
PGN Klaim Akan Alami Kerugian
Sebagai informasi, pemerintah telah memberikan relaksasi harga gas khusus untuk industri tertentu dan sektor kelistrikan sebesar US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU). Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89 K/10/MEM/2020 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91K/10/MEM/2020.
Pelaksanaanya yang hampir setahun terakhir ternyata tidak maksimal. Berdasarkan data PGN, realisasi konsumsi pada tahun lalu dari sektor industri hanya 61% dari alokasi 229,4 miliar British Thermal Unit per hari (BBTUD). Untuk kelistrikan, serapannya sekitar 80% dari alokasi 251,6 BBTUD.
Direktur Utama PGN Suko Hartono menyebut akumulasi kerugian penjualan gasnya dari 2020 hingga 2024 dapat mencapai US$ 801,38 juta atau sekitar Rp 11,5 triliun.
Kerugian itu terjadi karena serapan gas harga khusus yang rendah. “Ini yang jadi catatan untuk dievaluasi bersama. Meskipun diberi harga relatif baik, pemakaiannya masih 61%," kata dia pada Rabu lalu.
Dorongan untuk mengevaluasi kebijakan itu pun menguat. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyayangkan pemberian insentif ini belum termanfaatkan secara optimal.
Kementerian ESDM berencana mengevaluasi kebijakan harga gas yang telah berjalan hampir satu tahun itu bersama Kementerian Perindustrian. "Kalau tidak 100% terserap, (sektor industri) melaporkan masalahnya apa,” ujarnya.