Kajian IEEFA Ungkap Proyek DME Indonesia Banyak Konflik Kepentingan

Image title
27 Januari 2022, 12:05
dme, lpg, batu bara
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Pekerja dibantu alat berat memulai pembangunan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).

Namun bagi PTBA, dengan model bisnis berisiko rendah ini dirasa sulit untuk diterapkan, sehingga konflik kepentingan tersebut akan diteruskan kepada off-taker, Pertamina.

Sementara, jika proyek tersebut disertai dengan harga jual DME yang lebih tinggi. Maka pemerintah perlu memberikan subsidi melalui Pertamina, supaya DME dapat dijual dengan harga yang terjangkau untuk konsumen rumah tangga Indonesia.

Ketidaklayakan ekonomi dari proyek-proyek yang diusulkan ini semakin diperumit dengan sulitnya menghitung harga DME. Pasalnya harga batu bara, LPG dan minyak cenderung bergerak beriringan ke arah yang sama.

“Selama 20 tahun terakhir, harga DME hanya lebih murah dari LPG selama 15 bulan, atau sekitar 6% dalam rentang waktu tersebut, jika kita berbicara perbandingan apple to apple,” kata Peh.

Laporan IEEFA menunjukkan subsidi pemerintah yang serupa dengan subsidi LPG saat ini dibutuhkan oleh DME, karena tingginya harga produksi sebesar US$ 601 per ton, yang sudah mencakup 15% margin produksi DME untuk Air Products.

Sedangkan dari sisi pemerintah, penghematan hanya akan bisa didapatkan apabila harga LPG di atas level tertentu, setidaknya sekitar US$ 858 per ton.

“Karena ini hanya terjadi selama 6% dalam 20 tahun terakhir, maka proyek DME dalam bentuknya saat ini tidak akan dapat menjustifikasi penghematan apapun, dan juga tidak akan dapat memuaskan keempat stakeholders tersebut sekaligus," kata Peh.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...