Harga Minyak Melonjak, Ini Dampaknya ke Subsidi BBM hingga Listrik

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Maret 2022, 08:19
SPBU, harga minyak, subsidi energi, subsidi bbm, subsidi listrik
ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
Ilustrasi. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 1 akan berdampak pada penambahan subsidi minyak tanah sebesar Rp 49 miliar, LPG sebesar Rp 1,40 triliun, dan listrik Rp 295 miliar.

Harga minyak dunia sempat menyentuh US$ 130 per barel, dua kali lipat dari harga minyak Indonesia (ICP) yang dipatok pemerintah dalam asumsi APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel. Lonjakan harga minyak berpotensi mengerek beban subsidi minyak tanah, gas, BBM, hingga listrik

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menjelaskan, kenaikan harga minyak mentah dunia akan berdampak pada ICP. Dalam Nota Keuangan APBN 2022, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 akan berdampak pada penambahan subdisi di berbagai komoditas energi. 

Ia menjelaskan, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 akan berdampak pada penambahan subsidi minyak tanah sebesar Rp 49 miliar, LPG sebesar Rp 1,40 triliun, dan listrik Rp 295 miliar.

“Bertambahnya beban subsidi listrik karena pembangkit kita masih banyak yang menggunakan solar dan salah satu penentuan tarif dasarnya adalah ICP,” kata Mamit kepada Katadata.co.id, Rabu (9/3). 

Selain itu, pemerintah juga harus membayarkan kompensasi mencapai US$ 2,65 trilun kepada Pertamina atas setiap kenaikan ICP US$ 1. "Jadi memang sangat besar sekali beban yang harus ditanggung oleh pemerintah terkait dengan kenaikan harga minyak dunia ini," ujarnya. 

Dalam APBN 2022 subsidi energi mencapai sebesar Rp 134,02 triliun. Anggaran subsidi ini terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kg sebesar Rp 77,54 triliun, serta subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun.

Ia juga khawatir kenaikan harga minyak akan mengerek inflasi pada tahun ini sebagai efek dari pelemahan rupiah yang berpotensi terjadi akibat kenaikan impor migas. Mamit menjelaskan, kenaikan harga minyak akan mendorong impor migas yang membutuhkan dolar AS. Indonesia saat ini hanya memproduksi 670 ribu barel per hari, sedangkan konsumsi mencapai 1,4 juta barel per hari.

“Kita kan importir minyak ya dan harus membeli dalam jumlah besar. Saya khawatir dampaknya pada depresiasi rupiah," kata Mamit.

Ia menilai solusi mudah yang dapat dilakukan pemerintah untuk menekan subsidi adalah menaikkan tarif listrik dan harga BBM bersubsidi. Namun demikian, ia ragu karena pemerintah harus memperhitungkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi. 

Di sisi lain, menurut dia, pemerintah dapat mendorong target jangka panjang yakni mendorong masyarakat beralih dari kompor gas ke listrik seperti yang direncanakan PLN. 

"Ini bisa mengurangi beban impor LPG karena 65%  kita masih impor. Lalu mengenai subsidi LPG 3 kg, perlu adanya mekanisme distrbusi secara tertutup agar tidak salah sasaran. Hampir 70% subsidi LPG 3 kg ini tidak tepat sasaran,” katanya.

Solusi lain yang ditawarkan yakni meningkatkan produksi dan populasi kendaraan listrik sehingga mengurangi ketergantungan BBM fosil. “Pemerintah perlu mendorong mobil listik ini agar murah dan terjangkau di masyarakat. Dan kendaraan umum memakai BBG, bus, mikrolet,” kata Mamit.

Kementerian Keuangan sebelumnya memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih aman. Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, peningkatan harga komoditas minyak dan gas (Migas) akan berpengaruh langsung terhadap perhitungan belanja subsidi energi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak akan mempengaruhi alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), serta anggaran pendidikan dan kesehatan.

Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, peningkatan harga komoditas minyak dan gas (Migas) akan berpengaruh langsung terhadap perhitungan belanja subsidi energi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak akan mempengaruhi alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), serta anggaran pendidikan dan kesehatan.

"Namun demikian, sejauh ini dampak terhadap APBN dapat dimitigasi dengan baik sehingga defisit tetap terkendali dalam batas aman," kata Wahyu kepada Katadata.co.id, Rabu (9/3).

Dampak kenaikan harga migas ini tidak hanya menimbulkan beban bagi APBN tapi juga memberi 'keuntungan' dari sisi pendapatan negara. Wahyu mengatakan, kenaikan harga komoditas akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di sektor pertambangan dan sektor lainnya yang terkait, dengan begitu akan memberi dampak juga kepada setoran pajak yakni Pajak penghasilan (PPh) migas, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terutama dari PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas

Harga minyak dunia sempat mendekati level US$ 140 per barel sebelum terjun pada perdagangan kemarin akibat pernyataan Uni Emirat Arab untuk menambah pasokan minyak ke pasar. Harga minyak berjangka Brent turun US$ 16,84, atau 13,2%, menjadi US$111,14 per barel, penurunan satu hari terbesar sejak 21 April 2020. Sementara harga minyak berjangka AS berakhir turun US$ 15,44, atau 12,5%, pada US$ 108,70, penurunan harian terbesar sejak November

Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...