Menteri ESDM Ancam Setop Lagi Ekspor Batu Bara, Ini Respons Pengusaha

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Agustus 2022, 17:07
batu bara, ekspor batu bara, dmo batu bara, kementerian esdm
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Hendra menyampaikan bahwa sejauh ini perusahaan batu bara yang tergabung dalam APBI terus berupaya untuk mematuhi komitmen mereka kepada kebutuhan batu bara dalam negeri. "Yang kami tahu adalah perusahaan-perusahaan anggota kami yang berkontrak dengan PLN mereka tetap komit," ujarnya.

Selain adanya disparitas antara harga jual batu bara di dalam negeri dan harga pasar ekspor. Hendra menyebut ada sejumlah penambang yang terkendala faktor logistik. ”Tapi dari masing-masing perusahaan itu kami gak tahu apa kendalanya. Seharusnya sih kalau mereka punya kontrak ya harus komit,” ujar Hendra.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan besarnya selisih harga jual DMO dan harga jual ekspor membuat pemasok enggan untuk melanjutkan kontrak mereka dengan PLN, apalagi jika gagal pasok maka pemasok akan dikenai pinalti yang besarnya sepuluh kali lipat dibandingkan apabila tidak berkontrak dengan PLN.

Hal ini sesuai dengan formulasi untuk denda dan pembayaran kompensasi dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 13 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif, Pelarangan Penjualan Batubara Ke Luar Negeri, dan Pengenaan Denda Serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batu bara Dalam Negeri.

Memit melanjutkan, dalam Kepmen tersebut, penambang yang berkontrak dengan PLN akan terkena pinalti berupa denda yakni sebesar harga pasar ekspor dikurangi harga batu bara dengan patokan HBA US$ 70 per ton.

Sedangkan untuk pembayaran kompensasi hanya berdasarakan HBA dengan tarif kompensasi tertinggi US$ 18 per ton untuk batu bara dengan kualitas kalori 3.800-5.000. ”Ini lebih rendah dari denda yang dibayarkan pemasok yang berkontrak dengan PLN,” kata Mamit kepada Katadata.co.id.

Lebih lanjut, ujar Mamit, disapritas harga yang tinggi juga menyebabkan selisih antara pendapatan ekspor batu bara kalori 4.600 dibandingkan dengan menjual ke PLN sangat besar.

”Kita hitung dengan Indonesian Coal Price bulan Agustus 2022 kalori 4.600 senilai US$ 94,19 per ton, kita kurangi harga beli PLN US$ 70 per ton lalu selisihnya dikalikan Rp 14.500. Maka besaran selisihnya adalah Rp 24,5 miliar untuk setiap kapal vessel 70.000 ton,” tukas Mamit.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...