IEA: Nasib Permintaan dan Harga Minyak ada di Tangan Ekonomi Cina
Badan Energi Internasional (IEA) akan merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan dan harga minyak berdasarkan prospek pertumbuhan ekonomi Cina dan beberapa negara lain.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol juga menegaskan kembali pandangan IEA bahwa pasar minyak global diperkirakan akan mengetat pada paruh kedua tahun 2023.
“Revisi permintaan dan harga sangat bergantung pada pertumbuhan banyak negara di paruh kedua, tetapi terutama prospek pertumbuhan ekonomi Cina,” ujarnya pada pertemuan para menteri energi G20 di India beberapa waktu lalu, dikutip dari Reuters Senin (24/7).
Dia menambahkan bahwa ada potensi penurunan permintaan minyak global pada proyeksi terbaru dari IEA. “Tapi ada juga kemungkinan merevisi naik, jadi kita akan melihat bagaimana prospek ekonomi Cina akan terlihat. Tapi bagaimanapun akan ada pengetatan di paruh kedua 2023,” ujarnya.
Adapun harga minyak turun pada perdagangan awal pekan ini karena trader menunggu lebih banyak sinyal kenaikan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pengetatan pasokan dan stimulus ekonomi Cina diharapkan dapat menopang harga Brent di atas level US$ 80 per barel.
Minyak Brent terpantau turun US$ 0,16 atau 0,2% menjadi US$ 80,19 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 0,17 menjadi US$ 76,90 per barel. Analis memperkirakan kenaikan suku bunga Fed dan bank sentral lainnya minggu ini dapat mendorong volatilitas harga minyak jangka pendek.