Soal Aturan Bea Ekspor Tembaga, Pakar: Freeport Gak akan Rugi

Muhamad Fajar Riyandanu
8 Agustus 2023, 20:54
freeport, bea ekspor, bea keluar, ekspor tembaga, larangan ekspor tembaga
Freeport Indonesia
Direktur Utama PT Freeport Indonesia di lokasi proyek smelter tembaga di Gresik.

Langkah Kementerian Keuangan atau Kemenkeu yang menetapkan tarif bea ekspor progresif kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) dinilai positif. Kebijakan itu menjadi instrumen restitusi atas keterlambatan proyek smelter tembaga di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik.

Keterlambatan itu berimbas pada perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024. Relaksasi ekspor dengan kuota 1,7 juta metrik ton tersebut bertujuan memitigasi dampak negatif larangan ekspor mineral mentah mulai 10 Juni 2023, yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara.

Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, mengatakan bahwa penetapan bea keluar yang lebih tinggi tidak akan berimbas pada arus kas PTFI. Dia mengatakan bahwa jumlah profit harian PTFI jauh melebihi kewajiban setor bea keluar yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Meski penetapan tarif bea keluar naik, Freeport akan tetap untung. Saya kira besaran tarif itu harus diterima sebagai konsekuensi perpanjangan izin ekspor akibat keterlambatan pembangunan smelter," kata Ferdy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (8/8).

Adapun penetapan tarif bea keluar mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam di PMK Nomor 71 Tahun 2023 didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50%.

Penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50%. Risalah terbaru itu membagi tahapan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian menjadi tiga kategori.

Golongan pertama yakni, tingkat kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter 50-70% dari total. Golongan dua yaitu, perusahaan yang telah mengerjakan pembangunan smelter dengan progres fisik 70-90%, dan golongan tiga dengan kemajuan fisik proyek smelter 90-100%.

Pada PMK 71 Tahun 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani mematok tarif bea keluar yang lebih progresif ketimbang nominal pungutan yang diatur pada PMK sebelumnya.

Jika mengacu pada progres pembangunan smelter Gresik yang mencapai 75% atau berada di golongan dua, maka tarif bea keluar konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15%, dikenakan tarif bea keluar separuhnya atau sebesar 7,5%.

Persentase tersebut lebih tinggi daripada tarif bea keluar PMK Nomor 39 Tahun 2022 sejumlah nol persen untuk pelaku usaha pertambangan dengan realisasi pembangunan fasilitas pemurniannya mencapai lebih dari 75%.

Ferdy mengatakan bahwa PTFI masih punya potensi untuk bernegosiasi dengan pemerintah untuk kepastian penetapan tarif bea ekspor melalui diskusi lanjutan bersama Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perdagangan.

Dia juga menyarankan PTFI untuk menuruti kebijakan pembayaran bea ekspor kepada pemerintah. Di sisi lain, Ferdy juga berharap pemerintah membuka peluang negosiasi tarif bea keluar seiring langkah PTFI yang telah mengucurkan dana jumbo untuk pembangunan smelter.

"Bea keluar memang harus berjalan, tinggal cari jalan tengah soal besaran pungutannya. Setoran bea ekspor tidak akan buat Freeport merugi," kata Ferdy.

Freeport-McMoran Tolak Pengenaan Bea Ekspor

Entitas induk PTFI, Freeport-McMoran Inc, menghitung pengenaan bea keluar dapat mengurangi kredit kas bersih PTFI sejumlah $0,19 per pon tembaga untuk tahun 2023.

Menurut mereka, kondisi tersebut dapat menurunkan kinerja pendapatan perusahaan, mengingat Freeport juga telah membayar denda administrasi terkait keterlambatan pembangunan smelter Gresik senilai US$ 57 juta atau sekira Rp 855 miliar.

Vice President dan Chief Accounting Officer Freeport-McMoRan, Ellie L. Mikes, mengatakan bahwa PTFI tak lagi wajib membayar tarif bea keluar konsentrat tembaga setelah progres pembangunan Smelter Gresik mencapai 50%.

Ketentuan itu merujuk pada dokumen IUPK 2018 yang menyatakan PTFI terbebas dari bea keluar konsentrat tembaga saat kemajuan pembangunan smelter telah mencapai paling sedikit 50%.

Freeport-McMoran juga melaporkan bahwa Pemerintah Indonesia telah memverifikasi progres konstruksi smelter Gresik melebihi 50% pada Maret 2023 dan penghapusan bea keluar PTFI efektif mulai 29 Maret 2023.

Ketetapan itu tertulis dalam laporan triwulan kedua Freeport-McMoran kepada US Securities and Exchange Commision pada Kamis (3/8).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...