Freeport Telat Bangun Smelter Tembaga, Potensi Bayar Denda Rp 7,7 T

Muhamad Fajar Riyandanu
5 Desember 2023, 21:39
Freeport Telat Bangun Smelter Tembaga, Potensi Bayar Denda Rp 7,7 T
Arief Kamaludin | Katadata
PT Freeport Indonesia

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi denda administratif kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait keterlambatan pembangunan smelter tembaga Manyar di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate Gresik mencapai US$ 501,94 juta atau sekira Rp 7,77 triliun, dengan hitungan kurs Rp 15.494 per dolar AS saat ini.

Hitungan tersebut mengacu pada temuan BPK terkait laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PTFI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.

Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan, progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam yang dicapai PTFI tidak mencapai 90%.

Besaran denda sebesar US$ 501,94 juta tersebut merujuk pada data realisasi penjualan ekspor PTFI usai mereka mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta metrik ton hingga Mei 2024.

"BPK melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PTFI dan diperoleh nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar US$501,94 juta," tulis BPK dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023, dikutip Selasa (5/12).

BPK menilai ketidaksesuaian verifikasi kemajuan fisik pembangunan smelter Manyar mengakibatkan negara berpotensi tidak segera memeroleh penerimaan denda administratif dari PTFI senilai US$ 501,94 juta atau sekira Rp 7,77 triliun.

Adapun perpanjangan masa izin ekspor merupakan upaya untuk memitigasi dampak negatif larangan ekspor mineral mentah yang akan berlaku mulai 10 Juni 2023, yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara (UU Minerba), sekaligus memberikan kesempatan perusahaan untuk menyelesaikan proyek smelter.

Relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga berawal dari progres pembangunan smelter Gresik yang mundur dari target awal. Pembangunan smelter anyar tersebut mundur selama setahun, seiring adanya hambatan Pandemi Covid-19 yang menimpa Indonesia dalam dua tahun terakhir.

Di dalam Izin Usaha pertambangan Khusus (IUPK) milik Freeport tertulis jangka waktu penyelesaian Smelter Gresik paling lambat 5 tahun sejak IUPK itu diterbitkan pada Desember 2018, sehingga penyelesaian pembangunan smelter maksimal rampung pada Desember 2023.

Guna menutup potensi kemunduran penerimaan negara dari denda keterlambatan pembangunan smelter Freeport, BPK merekomendasikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menginstruksikan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menetapkan kebijakan mengenai kejelasan formula perhitungan denda untuk selanjutnya menghitung dan menetapkan potensi denda administratif sesuai ketentuan yang berlaku.

"Serta segera menyampaikan penetapan denda administratifnya kepada PTFI dan menyetorkan ke kas negara," tulis BPK.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pengenaan mekanisme denda administrasi dan bea keluar bagi perusahaan yang diberikan izin perpanjangan eskpor merujuk pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89 tahun 2023 Tentang Pedoman Pengenaan Denda Administrasi Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam Dalam Negeri.

Pengenaan denda administratif ini ditujukan bagi lima pemegang izin usaha pertambangan/izin usaha pertambangan khusus (IUP/IUPK) yang telah menyelesaikan 50% pembangunan smelter pada Januari 2023.

Kelima perusahaan pemegang IUPK tersebut yaitu PTFI dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk konsentrat tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores selaku perusahaan pemurnian mineral besi. Kemudian PT Kobar Lamandau Mineral sebagai perusahaan yang bergerak di pertambangan komoditas seng, dan PT Kapuas Prima Citra selaku badan usaha pertambangan komoditas timbal.

Lima perusahaan tersebut diwajibkan untuk menyetorkan denda administratif atas keterlambatan fasilitas pemurnian sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ekspor untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak Pandemi Covid-19.

Selain itu, Kementerian ESDM juga mewajibkan adanya penempatan jaminan kesungguhan 5% dari total penjualan pada periode 16 Oktober 2019 sampai dengan 11 Januari 2022 dalam bentuk rekening bersama. Apabila pada 10 juni 2024 pembangunan smelter tidak mencapai 90% dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan ke kas negara.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...