Tren Impor LPG yang Terus Meningkat Kala Produksi Domestik Kian Surut
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut akan membangun hilirisasi Liquefied Petroleum Gas (LPG) melalui pembangunan industri LPG di Indonesia.
Hal ini merupakan salah satu mandat yang Bahlil dapatkan ketika mengemban tugas sebagai Menteri ESDM dari Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
“Segera kita membangun hilirisasi LPG, kami menyiapkan lokasi untuk membangun industri LPG. Karena LPG kita impor terus," kata Bahlil dalam sambutannya dalam acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM pada Senin (19/8).
Bahlil juga meminta data lengkap mengenai jumlah impor gas bumi Indonesia yang menurutnya sudah terlalu banyak. Selain impor gas bumi, Bahlil juga meminta detail lokasi potensi gas jenis C3 C4 yang digunakan sebagai bahan baku LPG.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengatakan kapasitas produksi LPG di Indonesia masih jauh untuk bisa memenuhi demand atau permintaan domestik.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Wiko Migantoro menyebut pemerintah dan Pertamina harus memikirkan bersama cara untuk mencari alternatif pasokan lainnya untuk penuhi kebutuhan domestik.
“Seperti jaringan gas yang bisa kami maksimalkan juga dengan memanfaatkan gas alam yang ada, kemudian transmisi gas yang kami miliki,” kata Wiko saat ditemui di Jakarta pada Senin (19/8).
Produksi LPG Turun 10 Tahun Terakhir
Berbicara LPG, berdasarkan data dari Kementerian ESDM dalam statistik minyak dan gas bumi terlihat bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir atau periode 2014-2023, tren produksi LPG domestik cenderung menurun.
Hal ini dapat terlihat bahwa pada 2014, jumlah produksi LPG domestik mencapai 2,38 juta metrik ton. Angka produksi ini terus menyusut hingga akhirnya pada 2019 jumlahnya mencapai 1,93 juta metrik ton.
Dalam 10 tahun terakhir, jumlah produksi LPG paling rendah terjadi pada 2021 dengan total 1,90 juta metrik ton saja. Kinerja produksi LPG kemudian mulai meningkat pada 2023 menjadi 1,98 juta metrik ton.
Meski belum bisa penuhi demand domestik, namun Wiko menyebut Indonesia masih bisa memproduksi LPG dengan memanfaatkan dua sumber. Baik itu sumber gas alam langsung yang mengandung propane butane atau C3 C4 yang merupakan bahan baku LPG.
Selain gas alam atau natural gas, pasokan ini juga bisa didapatkan dari pengolahan produk yang berasal dari kilang yang menghasilkan LPG. “Ada beberapa lapangan upstream yang bisa kami ekstraksi, yang mengandung propane butane, dan juga dari kilang,” ujarnya.
Berbanding terbalik dengan kinerja produksi, tren impor LPG justru konsisten meningkat dalam 10 tahun terakhir. Pada 2014, angka impor LPG Indonesia berjumlah 3,6 juta metrik ton.
Pada 2015 jumlah impornya meningkat di kisaran 4 jutaan metrik ton dan pada saat tahun pertama pandemi covid-19 atau 2020 jumlah impornya sudah menyentuh angka 6,3 juta metrik ton.
Berdasarkan data terakhir, pada 2023 jumlah impor LPG sudah mencapai 6,95 juta metrik ton per tahun.
Subsidi LPG
Kondisi peningkatan impor dan penurunan produksi LPG dalam negeri ini terjadi berbarengan dengan angka kebutuhan LPG subsidi yang semakin besar.
Menurut catatan Kementerian ESDM, kuota subsidi LPG pada 2020 mencapai 7 juta ton dengan realisasinya di angka 7,14 juta ton. Kemudian di 2021, kuota naik menjadi 7,5 juta ton dengan realisasi 7,46 juta ton.
Lalu, pada 2022 pemerintah menetapkan kuota LPG subsidi 8 juta ton dengan realisasi hanya 7,8 juta ton. Sedangkan pada 2023 pemerintah menganggarkan kuota 8 juta ton, namun realisasinya mencapai 8,07 juta ton.
Tidak hanya Pertamina, Kementerian ESDM juga menyebut produksi gas dalam negeri belum mencukupi kebutuhan LPG saat ini. Indonesia hanya dapat memproduksi satu jutaan ton elpiji per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 8 juta ton per tahun.
"Jadi 6,7 juta hingga 6,8 juta ton LPG masih impor. Ini besar sekali, sampai 77% dari kebutuhan," ujar Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di kantornya, Jakarta, Kamis (11/1). "Kami banyak gagasan untuk menekan impor LPG, tapi masih digodok."
Salah satunya, peningkatan produksi LPG dalam negeri. Langkah ini dimulai dengan mengidentifikasi sumber gas lapangan. "Kemudian akan kami bangun kilang elpiji sehingga dapat menambah produksi dalam negeri," ujarnya.
Pemerintah juga akan memanfaatkan gas pipa biasa, melalui jaringan gas (jargas). "Termasuk gas alam terkompresi (CNG)," kata Tutuka.