Harga Minyak Stagnan Imbas Ketidakpastian Kebijakan Perdagangan AS

Mela Syaharani
16 April 2025, 09:22
harga minyak, tarif impor
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
ilustrasi kilang minyak

Ringkasan

  • Minat perusahaan untuk menggalang dana di pasar modal tetap tinggi di tahun politik, termasuk melalui IPO, rights issue, dan penerbitan obligasi.
  • BEI mencatat 29 perusahaan mengantre untuk IPO, dengan mayoritas (17) memiliki aset skala menengah. Pada awal 2024, 8 perusahaan telah tercatat di BEI dengan total dana yang dihimpun Rp 1,36 triliun.
  • Di pipeline bursa, terdapat 24 perusahaan yang akan melakukan rights issue dan 8 emisi obligasi, membuka peluang bagi investor untuk berpartisipasi dalam aksi korporasi ini.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Harga minyak acuan dunia bergerak tipis pada awal perdagangan Rabu (16/4). Hal ini disebabkan karena pergeseran kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) yang memicu ketidakpastian. Sementara itu, pasar menilai perang dagang AS-Cina bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.

Minyak mentah berjangka Brent naik 5 sen, atau 0,1%, menjadi US$ 64,72 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 3 sen, atau 0,1%, menjadi US$ 61,36 per barel. 

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan permintaan minyak global diperkirakan akan tumbuh pada tingkat paling lambat selama lima tahun pada 2025. Selain itu, kenaikan produksi minyak AS juga akan berkurang. Dua hal ini disebabkan oleh penerapan tarif impor Presiden AS Donald Trump terhadap mitra dagang dan langkah pembalasan negara lain.

IEA mengatakan permintaan minyak dunia tahun ini diperkirakan sebanyak 730.000 barel per hari. Angka ini turun dari perkiraan bulan lalu yang mencapai 1,03 juta barel per hari. 

“Seperti yang disoroti oleh IEA, pertumbuhan permintaan kemungkinan akan tetap moderat, dan ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan minyak mentah global membebani pasar,” kata CEO Emori Fund Management, Tetsu Emori dikutip dari Reuters, Rabu (16/4).

Tetsu juga menyampaikan jika pasar saham yang saat ini berada di bawah tekanan dari tarif  bisa rebound, maka kondisi tersebut bisa mendorong harga minyak WTI di atas US$ 65 per barel. "Tetapi tanpa dukungan itu, harga kemungkinan akan tetap di level rendah US$ 60-an," ujarnya.

Reuters mencatat harga minyak acuan dunia telah turun 13% di sepanjang bulan ini. Disebabkan karena kekhawatiran atas kenaikan tarif Trump, serta peningkatan produksi dari organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya atau OPEC+.

Ketidakpastian akibat perang dagang juga menyebabkan beberapa bank, termasuk UBS, BNP Paribas, dan HSBC memangkas perkiraan harga minyak mentah.

Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan tarif impor pada barang-barang Cina. Hal ini mendorong Beijing untuk membalas dengan pengenaan bea masuk atas produk AS. Kondisi ini dikhawatirkan pasar akan menyebabkan resesi global.

Cina telah memerintahkan maskapai-maskapai penerbangannya untuk tidak menerima pengiriman lebih lanjut dari Boeing, serta membuka pesanan pesawat jet baru sebagai tanggapan atas keputusan AS untuk memberlakukan tarif 145% pada barang-barang Cina. 

Mengutip angka American Petroleum Institute, stok minyak mentah AS naik 2,4 juta barel dalam pekan. Sementara itu persediaan bensin turun 3 juta barel dan stok distilat turun 3,2 juta barel.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan