Negara Produsen Sawit Khawatirkan Diskriminasi Uni-Eropa Melalui PBB

Michael Reily
28 Februari 2019, 18:33
Kelapa Sawit
ANTARA FOTO/Rahmad
Pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara, Aceh, Kamis (26/10). Para pekerja manyoritas kaum perempuan mengaku, dalam sehari mereka mampu memisahkan dan merontokkan biji kelapa sawit sebanyak 250 kilogram dengan upah Rp200 per kilogram atau menerima upah Rp.50 ribu perhari.

Oleh karena itu, CPOPC akan melakukan pendekatan kolaborasi dengan organisasi multilateral PBB seperti Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Organisasi Makanan dan Pertanian (FAO). Sebab, kelapa sawit berkontribusi terhadap peningkatan peran petani kecil yang tercantum dalam SDGs 2030 milik PBB.

Menurutnya, konsep resolusi Uni-Eropa melalui instrumen unilateral menyerang negara produsen sawit dalam rangka mencapai SDGs. Hal ini juga dikhawatirkan menyebabkan produksi kelapa sawit untuk ekspor juga terhambat. Sehingga dapat mengganggu prinsip kedaulatan negara.

(Baca: Indonesia Tolak Keputusan Uni-Eropa Terkait Aturan Anti-Sawit)

Menteri Industri Utama Malaysia Teresa Kok juga menyampaikan hal senada. Dia menuturkan bakal terus memonitor perkembangan diskriminasi sawit oleh Uni-Eropa lewat sertifikat sawit berkelanjutan Malaysia (MSPO).

Teresa mengungkapkan capaian sertifikasi MSPO sudah mencapai sekitar 30% dari keseluruhan produksi sawit Malaysia. "Sertifikasi mencakup ketelusuran dari hulu sampai hilir industri, kami menargetkan 100% hingga akhir tahun," katanya.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...