Pemerintah Sebut Impor Jagung Telah Menghitung Kepentingan Semua Pihak
Menurut Pataka, tren harga terus meningkat tergantung siklus musiman. "Pemerintah harus ingat ada musim panen raya di semester pertama tahun dan pasti bakal paceklik pada semester kedua," kata Yeka.
(Baca: Impor Berkurang, Jokowi Apresiasi Petani Jagung dalam Debat Capres)
Dia juga menyoroti soal klaim ekspor jagung Kementerian Pertanian sebesar 372 ribu ton. Menurutnya, hal tersebut tidak terlalu istimewa, sebab Indonesia sudah melakukan ekspor selama beberapa tahun terakhir. Ekspor itu merupakan salah satu saluran penjualan yang kebanyakan dilakukan di daerah perbatasan.
Misalnya mengenai ekspor ke Filipina. Negara tersebut pasti bakal meminta ekspor jagung dari Sulawesi karena wilayahnya lebih dekat. Alhasil, ongkos kirim dari Sulawesi ke Filipina pun akan lebih murah dibandingkan jika mengambil pasokan dari sentra jagung di Jawa.
Peneliti Visi Teliti Saksama Nanug Pratomo memberi pandangan berbeda. Dia menjelaskan rantai pasokan juga harus mendapatkan perhatian pemerintah. Sebab, distribusi logistik jagung juga menjadi salah satu faktor pembentuk harga.
Nanug mengungkapkan adanya pengepul pada rantai pasok jagung membuat dari produsen menjadi lebih tinggi ketika sampai ke konsumen. "Panjangnya rantai distribusi yang jadi penyebab kenapa harga jagung fluktuatif," ujarnya.
Karena itu, pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan tentang sistem logistik terutama pada komoditas pangan seperti padi, jagung, dan kedelai. Jika permasalahan distribusi bisa terselesaikan, dia yakin upaya pemerintah untuk peningkatan produksi dan perbaikan harga jagung bakal lebih baik.