Pemerintah Tunda Rencana Penurunan Harga Beras Medium

Michael Reily
6 Juni 2018, 07:00
Beras bulog
ANTARA FOTO/Rahmad
Tumpukan beras di Gudang Bulog di Lhokseumawe, Aceh, 31 Januari 2018.

Pemerintah akan menunda rencana penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 500 untuk komoditas beras medium. Keputusan itu disepakati Kementerian Perdagangan,  Kementerian Pertanian, Perum Bulog serta Menteri Koodinator Bidang Perekonomian  dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang digelar Selasa (5/6) sore di Kantor Menko Perekonomian.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah akan melakukan kajian mendalam, termasuk menghitung dampak penurunan HET beras medium terhadap sejumlah pelaku di sektor beras. Dengan begitu rencana penurunan HET beras medium akan ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. 

“Aturannya belum dikeluarkan, kita lihat perkembangannya dulu,” kata Enggar di Jakarta, Selasa (5/6). Dia juga akan menggelar pertemuan dengan  Persatuan Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) guna membahas masalah ini.

(Baca : Sejumlah Kalangan Kritik Rencana Kebijakan Harga Acuan Beras Medium)

Penurunan HET beras medium rencananya untuk menjaga stabilitas serta meredam kenaikan harga beras di pasar. Namun, rencana itu ditunda. Rakortas  lebih mengutamakan cara pembentukan harga pasar melalui peningkatan penetrasi beras Bulog di pasar.

Dengan begitu, seluruh pedagang beras wajib menjual beras medium dengan HET yang berlaku dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. Satuan Tugas Pangan juga akan  melakukan pengawasan agar tak terjadi lonjakan harga yang tak wajar di pasar.

Selain itu,  penundaan penurunan HET beras akan membuat Bulog  bisa tetap menjalankan fleksibilitas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) agar dapat memaksimalkan penyerapan gabah petani. “Awalnya dicabut karena kalau harga konsumen turun, fleksibilitas juga harus hilang,” ujar Enggar.

(Baca : Pemerintah Siap Terbitkan Aturan Penurunan HET Beras Medium)

Direktur Pengadaan Bulog Andrianto Wahyu Adi mengatakan, jika kebijakan  fleksibilitas dihentikan, patokan HPP gabah akan kembali mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Dampaknya,  kemampuan Bulog  menyerap gabah dan beras petani bisa berkurang, karena harga acuan pembelian gabah dan beras petani menjadi lebih rendah.

Namun, menurutnya, pembentukan HPP  di satu sisi bisa mempengaruhi psikologi pasar, khususnya dalam menekan harga gabah yang saat ini masih tinggi. “Kami harus pintar-pintar melakukan penyerapan, mungkin kami pilih gabah,” kata Andrianto.

Rencana pemerintah menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras medium sebelumnya telah menuai kritik dari sejumlah kalangan. Kebijakan itu dinilai tak efektif meredam harga, karena harga beras di pasar bergerak fluktuatif mengikuti hukum pasar.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir mengungkapkan kekhawatiran harga pembelian gabah petani makin kecil karena pemerintah mematok harga jual beras konsumen menjadi lebih rendah. “Pembeli gabah petani pasti akan menekan harga jadi kami akan lakukan perlawanan dengan menyimpan gabah lebih banyak,” kata Winarno.

(Baca Juga :  Harga Beras Variatif, Pedagang Akui Sulit Terapkan HET di Pasar)

 Hal senada diungkapan Ketua Persatuan Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi). Ketua Perpadi Soetarto Alimoeso mengungkapkan keputusan mendadak pemerintah untuk penurunan HET membuat pihaknya kebingungan. Pasalnya, penggilingan sudah membeli gabah kering panen seharga Rp 4.600 per kilogram dengan ekspektasi menjual beras medium sesuai HET di kisaran Rp 9.450 per kilogram.

Sehingga, stok gabah kering panen dengan penghitungan modal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian jika harus dijadikan beras dengan harga jual Rp 8.900 per kilogram. “Kami mengusulkan  implementasi kebijakan itu ditunda,” kata Soetarto.

Dia pun menjelaskan pengusaha bakal kesulitan melakukan produksi beras medium jika harga beli gabah berada di kisaran Rp 4.600 per kilogram. Petani tidak akan menjual harga lebih rendah. Sementara penggilingan dikhawatirkan mengalihkan produksinya ke produksi beras premium karena harganya lebih tinggi dengan margin yang lebih menjanjikan.

Sementara di hilir, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri pun menekankan HET dan harga acuan sulit diterapkan di pasar. Sebab, beberapa harga komoditas, khususnya beras saat ini sudah  berada di atas harga yang diatur oleh pemerintah.

Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga satu kilogram beras kualitas medium per 4 Juni 2018 berkisar Rp 11.750 hingga 11.900. Sedangkan beras kualitas super harga jual rata-ratanya mencapai Rp 12.750 sampai 13.100. Kedua jenis beras berada di atas patokan HET pemerintah.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menuturkan, harga jual beras di pasar sejatinya  bakal mengikuti perkembangan penawaran dan permintaan. Jika terjadi kelangkaan beras medium, harga pun bakal melambung. Lonjakan harga beras medium pun secara otomatis  juga akan mengerek kenaikan harga beras premium.

Karenanya, Dwi memproyeksikan kebijakan penurunan HET beras bakal memicu fenomena yang sama ketika aturan HET dikeluarkan pada Agustus 2017 lalu: pengusaha memilih bisnis beras premium, sementara beras medium menjadi langka di pasar. Padahal, sebagian besar masyarakat mengkonsumsi beras medium.

“Dampak kenaikan harga itu lebih kisruh, kebijakan pemerintah tidak jalan dan masyarakat kesulitan mendapatkan beras,” ujarnya.

Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...