Perbankan Dinilai Berisiko Danai Produsen Sawit Tak Berkelanjutan

Dimas Jarot Bayu
12 Desember 2017, 16:19
Kelapa sawit
Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.

Selain itu, Agus menilai kelompok masyarakat sipil semakin mengalihkan perhatian mereka ke lembaga keuangan. Menurut Agus, mereka melalui media sosial dapat mempengaruhi kamu muda Indonesia yang kelak akan menjadi nasabah dengan membandingkan kinerja keberlanjutan.

"Kedua kecenderungan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk mengumpulkan dana dari pasar ritel domestik," kata Agus.

Dia pun menyebut pendanaan lembaga keuangan di Indonesia kepada produsen kelapa sawit yang tidak berkelanjutan akan mengalami hambatan dari investor internasional. Alasannya, banyak sumber pendanaan internasional yang mulai berfokus dengan masalah tersebut.

"Lebih dari 40% pendanaan untuk bank-bank di Asia Tenggara berasal dari investor yang memiliki komitmen berkelanjutan," kata Agus.

Persoalan lain adalah risiko kredit macet lembaga keuangan yang mendanai produsen kelapa sawit yang tidak berkelanjutan. Menurut Agus, produsen sawit yang mengabaikan masalah berkelanjutan menanggung risiko berkurangnya arus kas bebas.

"Dengan demikian, lembaga keuangan akan menanggung risiko yang semakin besar bahwa pinjaman tersebut akan menjadi kredit macet," ucap dia.  (Baca juga: Pemerintah Kaji Perluasan Dana Perkebunan dari Sawit ke Karet

Nilai agunan lembaga keuangan terhadap produsen sawit juga dapat berpotensi berkurang. Biasanya, hak konsesi perusahaan kelapa sawit dijadikan agunan kepada lembaga keuangan.

Namun, kondisi saat ini membuat banyak lahan konsesi yang tidak dapat dikembangkan sehingga menjadi tidak berharga lagi. Nilai agunan lainnya seperti pabrik CPO juga dapat berkurang apabila kapasitas aset ini dirancang untuk dipasok dari lahan konsesi yang saat ini tidak dapat dikembangkan.

"Apabila debitur gagal bayar maka agunan tersebut juga akan sulit dijual atau hanya bisa dijual dengan potongan tinggi," tambah Agus. (Baca juga:  Jokowi Perintahkan Peremajaan 75% Perkebunan Sawit Rakyat)

Dua hal tersebut kemudian akan berdampak negatif terhadap rasio solvabilitas dan profitabilitas lembaga keuangan. "Hal ini akan memaksa bank untuk menyisihkan sebagian keuntungan mereka sebagai cadangan dan menekan profitabilitas netto mereka," tutur Agus.

Karenanya, RSPO dan Landscape Indonesia menawarkan 11 rencana aksi sebagai persiapan mendukung produsen sawit berkelanjutan dan melepaskan hal sebaliknya. Menurut Agus, hal tersebut dapat dilakukan dengan menentukan visi berkelanjutan, menganalisis portofolio, mengembangkan kebijakan kelapa sawit berkelanjutan, melatih staf yang relevan, melakukan uji kelayakan untuk mengidentifikasi risiko.

"Lalu melibatkan nasabah, menawarkan insentif, memantau perkembangan, turut serta dalam insentif multipihak, melaporkan upaya bank secara transparan, dan meninjau serta mengubah kebijakan bila perlu," kata Agus.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...